Â
CHAPTER 1: TIM MEDIS YANG TAK SEMPURNA
1. Dr. Arga Wijaya (35 tahun) sebagai dokter kepala yang dijuluki si pisau bedah berdarah dingin sedang berada ruangannya yang terlihat terang benderang, kontras dengan lorong-lorong suram rumah sakit. Dr. Arga duduk di belakang meja kerjanya yang terlihat rapih dengan map map yang tersusun di lemari di belakangnya, wajah tampannya Nampak jelas terlihat di bawah sinar lampu operasi kecil. Ia terlihat serius sedang memeriksa dokumen.
ARGH!.
Tangannya yang biasanya stabil itu tiba-tiba gemetar, tak sengaja ia menjatuhkan scalpel premiumnya. Pisau bedah itu berputar di lantai sebelum akhirnya berhenti mengarah tepat ke pintu.
DR. ARGA: (Mengutuk dalam bahasa Belanda) "Verdomme!"
Ia mengangkat scalpel itu, lalu tiba-tiba menyentuh lehernya sendiri. Di sana, ada bekas luka kecil berbentuk tanda silang yang tak pernah ia ingat bagaimana mendapatkannya.
SUSTER LINA: (Masuk dengan tergesa gesa) "Dok... obat bius untuk pasien 307 sudah siap. Tapi..."
DR. ARGA: (Tanpa menoleh) "Tapi apa?"
SUSTER LINA: (Berbisik) "Budi... dia tadi membuka matanya."
Dr. Arga berbalik perlahan. Matanya yang biasanya dingin kini melebar sedikit.