Aku pernah mendengar dongeng surga yang diceritakan oleh banyak orang lewat keserakahannya:
Surga bagi pemabuk adalah lautan arak yang bisa membuatnya tetap mahir berenang dengan setengah sadar.
Surga bagi pejabat adalah jabatan tinggi yang mampu menjadikannya tuhan oleh manusia-manusia kekurangan.
Surga bagi pengangguran adalah pekerjaan yang datang sendirinya, tanpa harus melegalisir ijasah dan mengisi biodata.
Surga bagi petani adalah hasil panen yang melimpah tanpa harus dipotong hutang pupuk, pun bibit.
Surga bagi nelayan adalah jala ikan yang terisi penuh tanpa harus mengorbankan banyak umpan.
Surga bagi orang kelaparan adalah makanan yang berlimpah hingga bingung ingin terlebih dahulu cuci tangan lalu makan, atau makan lalu cuci tangan.
Surga bagi aktivis parlementer jalanan adalah peluru saat sedang berteriak: hidup rakyat, hidup buruh, hidup mahasiswa!
Terlalu banyak dongeng surga-surga bertanda tanya yang hinggap dalam ingatan.
Hingga aku bertanya pada ibu, "Surga bagimu seperti apa?"
 "Surga bagiku adalah semua titipan Tuhan, dan firdausku adalah kamu" ujar ibu tanpa kata.
Pada akhirnya, aku kembali pada dongeng surga masa kecilku, "Surga berada di bawah telapak kaki ibu"///
Gogagoman, 09 Juni 2020