Mohon tunggu...
Dela Tiara Putri
Dela Tiara Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hi, thank you for checking my profile. My name is Dela Tiara Putri, a science education student based in Ponorogo, Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Meraih Surga melalui Kematian

5 April 2024   10:43 Diperbarui: 5 April 2024   10:50 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tebar Hikmah Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Bagaimana menghadapi kematian seorang yang kita sayang?

Kematian pasti terjadi pada setiap makhluk hidup, termasuk manusia. Namun, kerap kali kita melupakannya, seakan-akan tidak akan terjadi. Malahan menganggap sesuatu yang tidak terlalu penting menjadi sesuatu yang sangat penting, yaitu dunia. Seringkali orang menganggap dunia itu penting, sehingga dia memburu dunia padahal sebenarnya itu tidak terlalu penting. Ada yang lebih penting dari itu, menjadikan dunia sebagai buruannya untuk mendapatkan sesuatu yang indah di akhirat. 

Namun untuk menuju ke akhirat, kita perlu melewati kematian. Memang kematian acapkali dianggap menakutkan oleh kebanyakan orang. Akan tetapi, juga bisa dikatakan menggembirakan. Tergantung persepsi seseorang. Ada orang bahagia yang merasa dirinya sudah siap dan mempersiapkan diri untuk mati. Ada juga orang yang tidak siap, karena tidak mempersiapkan diri. Dia merasa di saat-saat akan meninggal, dia merasa tempatnya di sana lebih buruk daripada tempatnya di dunia. Namun, kalau dia yakin bahwa dia di sana akan baik, pasti akan gembira.

Berbicara tentang kematian, seringkali kita mendengar istilah "sakaratul maut" yang dianggap sangat menakutkan bagi banyak orang. Semua orang yang mengalami sakaratul maut, tetapi ada suasana yang dapat meringankannya dan ada suasana yang bisa memberatkannya. Ibarat kalau dipotong tangannya secara langsung akan terasa perih, berbeda kalau dibius terlebih dahulu. Kalau disiram air jeruk, tambah perih lagi. Bius itu adalah amal baik. Jadi selama melakukan aneka amal baik, maka sewaktu ruhnya dicabut, itu tidak terasa sakitnya. Karena kenapa? Karena orang-orang saleh yang akan meninggal ditunjukkan tempatnya, di surga. Bahkan, malaikat-malaikat akan berkata, "jangan sedih, jangan takut. Jangan sedih menyangkut apa yang kamu tinggal, kami yang akan mengurusnya. Jangan takut menyangkut apa yang kamu hadapi."

Jadi, sakaratul itu memang berat, tetapi ada faktor yang meringankan dan menyenangkan. Sementara kalau sakaratul maut yang berat itu karena ada faktor yang memberatkan. Dia melihat sakitnya dicabut, misalnya. Itu sebabnya di al-Qur'an menyatakan "Demi (malaikat) yang mencabut (nyawa orang kafir) dengan keras, demi (malaikat) yang mencabut (nyawa orang mukmin) dengan lemah lembut." (QS. an-Nazi'at ayat 1 dan 2). Ada malaikat-malaikat yang mencabut ruh, tapi ruhnya tidak mau keluar sehingga dicabut dengan keras. Namun, ada juga yang dielus-elus bagaikan tertidur dan nyaman. 

Ketika membicarakan tentang kematian, kita sebenarnya ingin memberikan peringatan yang bijaksana, tetapi terkadang malah menimbulkan ketakutan yang berlebihan. Sebenarnya bagus memberi peringatan, tetapi seimbangkanlah bahwasanya sakaratul maut itu juga bisa terasa nyaman sehingga menjadi nikmat karena itulah satu-satunya jalan untuk meraih surga. Kita tidak bisa sempurna wujud kemanusiaan kita kecuali setelah mati. Ibarat telur, di dalamnya ada benih anak ayam. Anak ayam itu hanya bisa jadi ayam sejati setelah keluar dari telur. Kita ini ibarat tinggal di dalam bumi seperti telur yang bulat. Kita tidak bisa mencapai kesempurnaan kita kecuali kalau kita meninggalkan tempatnya. Jadi kalau mau bahagia, berusahalah di dunia ini. Nanti kalau keluar dari dunia, itu sudah dalam keadaan sempurna. Itulah sebabnya dalam al-Qur'an diajarkan, "Sesungguhnya kita adalah milik Allah dan semuanya akan kembali pada Allah SWT." Kita ini semua adalah milik Allah, dan kita akan kembali kepada-Nya. 

Allah meniupkan ruh kepada kita. Ruh itu suci, ketika dia bercampur dengan badan diharapkan ruh ini mampu mengendalikan badan. Namun, ada orang-orang yang mengabaikan ruhnya sehingga yang mengendalikan adalah badannya sehingga mengotori ruhnya. Kalau kita kembali pada Allah, semestinya kita suci karena Dia Maha Suci. Ada orang-orang dalam kehidupannya membersihkan dirinya sehingga ia kembali dalam keadaan suci. Kesuciannya itu menjadikan dia dekat dengan Tuhan. Tingkat kedekatannya itu tergantung dengan tingkat kesuciannya itu. Lalu ada orang yang kembali dalam keadaan kotor. Ada dua macam kotor di sini. Pertama, ada yang sangat Kotor sehingga tidak bisa dibersihkan. Kedua, ada kotor yang masih bisa dibersihkan. Dua-duanya mesti masuk neraka untuk dibersihkan. Setelah dia bersih, dia boleh masuk. Kalau ada yang sudah sangat kotor, di neraka dia akan disiksa. Ibaratnya kalau kita mau mengetahui kadar emas perlu dipanaskan dulu supaya hilang karatan-karatannya atau kotorannya di situ hilang. Kalau seseorang sudah bersih di dunia ini, boleh jadi Tuhan berkata,"Ah tidak apa-apa ini, kasih saja dia ke surga." Jadi, kematian itu nikmat. Karena kalau tidak ada kematian kita tidak bisa kembali mendekat kepada Tuhan.

Kematian itu dibagi menjadi 3: syahid dunia, syahid akhirat, dan syahid dunia & akhirat. Misalnya ada jenis-jenis kematian yang mengenaskan, ada orang yang mati ketabrak, mati hanyut di sungai, mati melahirkan, maka kita berdoa, "kasihan dia". Doanya itu menjadikan dia dinilai mati syahid, tapi syahid akhirat. Di dunia, dia mati seperti biasa, dimandikan, dan dikafani. Ada lagi yang mati syahid dunia yang artinya dia itu gugur dalam peperangan tetapi niatnya bukan untuk membela kebenaran. Dia diperlakukan sebagai syahid sehingga tidak dimandikan. Namun dia dinilai oleh Tuhan sebagai syahid dunia karena Tuhan tahu niatnya apa, kita tidak tahu apa niatnya. Lalu, ada syahid dunia dan akhirat, yaitu ketika gugur dalam peperangan, membela kebenaran. Tuhan menilainya,"ini orang tulus," sehingga dia syahid dunia dan akhirat.

Kehilangan atau kematian sering dianggap ujian paling berat, terutama untuk orang-orang yang ditinggalkan. Bagaimana seharusnya kita bersikap, meski semuanya nanti pasti akan menemui ajalnya? Dalam al-Qur'an kita diajarkan kalimat yang tidak diajarkan pada masa lalu, hanya di masa Nabi Muhammad saja, yaitu "innalilahi wa innalilahi rojiun," yang artinya harus sadar bahwa apa yang Anda miliki itu milik Tuhan. Kita akan sedih kalau kita katakan begini, "Saya punya harta berupa pulpen indah sekali, tapi rusak." Namun kalau itu milik orang lain, kita tidak terlalu sedih. Nah, jadikan segala sesuatu milik Tuhan supaya tidak terlalu sedih. Harta dan anak itu titipan Tuhan. Kalau Dia mau ambil, ya kembalikan. Kita kembalikan kepada-Nya yang Maha Baik, pasti dia lebih baik di sana dan kita akan bertemu dengan dia. Itu sebabnya "innalilahi wa innalilahi rojiun," semua akan kembali.

Meski demikian, bukan berarti kita dilarang sedih. Nabi pun ketika anaknya meninggal juga menangis. Tangisnya itu berupa rahmat karena kita menerima ketetapan Tuhan walaupun kita bersedih. Bahkan dalam Islam terdapat indikator-indikator ketika seseorang mati dengan keadaan husnul khatimah. Jadi walaupun membayangkan bahwa siapa yang meninggal itu, sebenarnya dia pergi ke suatu tempat yang kita pun cepat atau lambat juga akan ke sana, dan kita sadari bahwa di sana dia bersama Tuhan dan Tuhan itu Maha Baik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun