Mohon tunggu...
Soetiyastoko
Soetiyastoko Mohon Tunggu... ☆ Mantan perancang strategi pemasaran produk farmasi & pengendali tim promosi produk etikal. Sudah tidak bekerja, usia sudah banyak, enerjik. Per 30 April 2023 telah ber-cucu 6 balita. Gemar menulis sejak berangkat remaja - Hingga kini aktif dikepengurusan berbagai organisasi sosial. Alumnnus Jurusan HI Fak.SOSPOL UNPAD, Angkatan 1975

Marketer, motivator yang gemar menulis, menyanyi dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen Soetiyastoko | Seprei yang Mengingat Langit

7 September 2025   09:47 Diperbarui: 7 September 2025   09:47 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ia menulis tentang cinta yang berubah bentuk, dari yang fisik menjadi kenangan. Tentang peran yang bergeser, dari seorang istri menjadi seorang diri yang utuh.
Teman-temannya di media sosial membanjiri kolom komentar dengan ucapan terima kasih dan kekaguman. Tapi bagi Herlin, like dan share hanyalah kunang-kunang di kegelapan; yang ia cari adalah cahaya sendiri untuk dinikmati dalam tulisannya.

Kebutuhan sehari-hari?
Anak-anaknya yang telah berkeluarga dan tinggal berjauhan telah mengatur segalanya dengan sempurna. Seorang asisten rumah tangga datang secara rutin.
Makanan terkirim tepat waktu. Pakaian bersih terlipat rapi di lemari.
Kasih sayang mereka hadir dalam bentuk yang lain: bukan lagi pelukan, tetapi kepastian bahwa ibu mereka tidak kekurangan suatu apa pun.

Hidup Herliany Sintalaya kini berputar pada poros yang baru: menulis, berdoa, membaca, sujud di sajadah Turki dan mengayuh sepeda statis. Katanya, untuk menjaga degup jantungnya  agar tetap ritmis dan stabil.

*Kabar yang Mengguncang Poros*

Suatu sore, saat hujan rintik-rintik membasahi jendela, sebuah pesan singkat masuk dari seorang yang hampir terlupakan: Rina, sahabat semasa SMA-nya. "Lin, kabar dariku mungkin akan mengagetkanmu. Aku dirawat di RS. Kanker stadium akhir. Dan... ada yang ingin kukatakan. Aku menyesal. Selama ini, aku iri padamu."

Pesan itu bagai gempa kecil yang retak di lantai tenang kehidupannya. Herlin terhenyak. Rina, yang selalu terlihat begitu perkasa dan sukses dalam setiap update media sosialnya? Rina, yang iri? Pada dirinya yang menjanda?

Pertemuan mereka di rumah sakit adalah sebuah pelajaran tentang ilusi. Rina, yang kurus kering, menggenggam tangan Herlin erat-erat.
"Aku selalu pikir hidupmu sempurna, Lin. Suami yang mencintaimu, anak-anak yang sukses. Dan kini, tulisan-tulisanmu yang damai. Aku sibuk membangun karier, mengumpulkan harta, tapi merasa hidupku kosong. Aku iri karena kau selalu tahu peranmu di setiap usia. Aku... kebingungan."

Herlin hanya bisa membalas genggaman itu. Air matanya menitik. Ia menyadari, di balik tirai kesuksesan masing-masing orang, ada pertempuran batin yang tak terlihat. Rina ternyata tersesat dalam perannya sendiri. Herlin pulang dengan hati berat. Tulisan-tulisannya selama ini terasa naif. Apakah ia hanya menulis dari menara gadingnya?


*Penerimaan yang Menyejukkan*

Malam itu, Herlin tidak menulis. Ia duduk di tepi tempat tidur, memandang bintang dari jendela. Lalu, matanya tertuju pada seprei yang ia susuri setiap malam. Ia tersadar. Seprei itu tak lagi sesunyi dulu. Jejak kehangatan suaminya mungkin telah pergi, tetapi setiap lipatannya kini menyimpan cerita yang berbeda: cerita tentang anak-anak yang membesarkan, tentang tulisan-tulisannya yang menyentuh orang lain, tentang sahabat yang akhirnya jujur tentang kelemahannya.

Keesokan harinya, ia menulis dengan sudut pandang baru. Ia menulis tentang "Iri yang Indah"---tentang bagaimana rasa iri Rina justru adalah cermin bahwa setiap orang punya perjuangannya sendiri, dan bahwa pergeseran peran dalam hidup adalah sebuah kepastian yang harus disyukuri, bukan disesali. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun