Mohon tunggu...
Suzanna Hadi
Suzanna Hadi Mohon Tunggu... Lainnya - Maarifat

Ibu rumah tangga

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Jalan Panjang Menuju Sekolah Idaman

7 Oktober 2021   06:54 Diperbarui: 7 Oktober 2021   06:57 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam menjalankan test tertulis, Dudin mengaku dapat mengerjakan semua soal dengan baik dan meninggalkan ruang kelas paling dulu dari teman-temannya. 

Dari luar kelas Dudin melihat teman-teman yang baru dikenalnya selama mengikuti test, ternyata mendapat bantuan jawaban dari pengawas ujian.

Selanjutnya panitia mengatakan, tinggal menunggu pengumuman apakah Dudin bisa diterima atau tidak. 

Untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk, Ami meminta bantuan seorang pejabat tinggi di tingkat provinsi, sang pejabat memberi selembar surat rekomendasi kepada Ami untuk diserahkan kepada ketua panitia penerimaan calon mahasiswa.

Namun surat rekomendasi dari sang pejabat tinggi yang nota bene atasan dari sang ketua panitia, tidak memberikan implikasi apa-apa terhadap kelulusan Dudin, Dudin dinyatakan tidak lulus, tentu saja kenyataan ini membuat Ami terpukul dan air matapun mengalir dengan derasnya. 

Ami kemudian berinisitaif untuk menilpon sang ketua panitia, lalu apa yang terjadi? Sang ketua panitia meminta uang seratus lima puluh juta rupiah, tunai! kalau Ami ingin anaknya lulus!!!

Pertanyaannya, dari mana uang sebanyak itu akan didapatkannya? Ami dan suami bukanlah orang kaya, mereka bukan pejabat yang dapat mengumpulkan uang segitu banyak dengan mudah, juga bukan pengusaha yang bisa mencari pinjaman dengan mudah, mereka suami istri hanya pegawai biasa pada sebuah institusi di kotanya.
 
Tidak hilang akal, Ami mendatangi sang pejabat yang telah memberinya surat rekomendasi, sang pejabat tak kalah terkejutnya mendengar berita ketidak lulusan anak Ami, seketika itu juga sang pejabat menilpun sang ketua panitia.
 
Ternyata nasib baik memang sedang berpihak kepada Ami, selang beberapa hari kemudian Dudin dinyatakan lulus dan ketua panitia yang telah mencoba untuk memeras Ami dipindahkan tugasnya ke tempat yang lain.
 
Selesaikah masalah sampai disitu? Ternyata tidak!! Dudin dan teman-temannya dari seluruh Indonesia kemudian harus mengikuti pelatihan terlebih dahulu yang diadakan di Jakarta. 

Semua calon mahasiswa berangkat bersama dengan panitia tingkat daerah. Sampai di tempat tujuan para orang tua yang menyertai keberangkatan anak-anaknya diminta berkumpul disebuah aula. 

Dalam pengarahannya, panitia tingkat pusat meminta "pengertian" para orang tua agar dapat memberikan sedikit "sumbangan" untuk pantia pusat. 

Sumbangan yang diminta bervariasi, dari bisik-bisik yang terdengar orang tua calon mahasiswa dari pulau jawa ada yang diminta sebesar tiga ratus juta rupiah, sedangkan Ami masih harus bersyukur karena "hanya" diminta "menyumbang " sebesar dua puluh lima juta rupiah saja.

Dengan mengumpulkan bantuan dari semua saudara-saudaranya, akhirnya uang yang dua puluh lima juta rupiahpun terkumpul.
 
Akhir September yang lalu, Dudin, sang anak kebanggaan dan harapan orang tua itu, telah dilantik menjadi mahasiswa perguruan tinggi idaman, setelah sebelumnya menjalani semacam pengenalan kampus terlebih dahulu.
 
Sungguh panjang dan "melelahkan" perjuangan orang tua di negeri kita ini untuk mengantarkan buah hatinya memperoleh pendidikan.      

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun