Manusia sebagai makhluk sosial artinya manusia sebagai warga masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat hidup sendiri atau mencukupi kebutuhan sendiri. Meskipun dia mempunyai kedudukan dan kekayaan, dia selalu membutuhkan manusia lain.
Manusia, menurut fitrahnya adalah makhluk beragama (homo religius), yaitu makhluk yang memiliki rasa dan kemampuan untuk memahami serta mengamalkan nilai-nilai agama. Fitrah inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya dan juga yang mengangkat harkat kemuliaan di sisi Tuhan.
Jadi, di saat manusia diberikan kemudahan akibat perbuatan kreatif dan inovatif dari manusia lain, hingga lahir dunia digital. Lahir media online dan medsos yang memudahkan mendapat informasi, berita, pengetahuan, tetapi justru diabaikan dan tidak dimanfaatkan. Maka, yang demikian itu adalah manusia yang merugi.
Bagi orang yang menonaktifkan centang biru wa, bukan hanya menjadi manusia yang merugi, tetapi menjadi manusia yang berbohong kepada orang lain. Dan, berbohong, selain perbuatan tercela, juga perbuatan dosa.Â
Bertentangan dengan rahmat
Ini  bertentangan dengan fase 10 pertama bulan Ramadhan, yaitu rahmat, yaitu belas kasih, kerahiman, karunia (Allah), berkah (Allah). Sebab, orang yang hanya membaca judul informasi/berita, dan menonaktifkan centang biru wa, adalah orang-orang yang belum atau tidak bersyukur atas adanya rahmat Allah, yang datang melalui tangan-tangan manusia lainnya, karena sama-sama sebagai makhluk sosial dan beragama.
Lebih mendalam, sebagai makhluk sosial dan beragama, sudah selayaknya drama-drama kejadian nyata, yang tersaji dan disajikan dalam bentuk informasi/berita "dimakan" (dibaca dan disimak/ditonton), bukan sekadar dibaca judulnya oleh masyarakat, lalu dijadikan pedoman dan pijakan sebagai pengetahuan dan ajaran positif yang berguna bagi orang-orang dan masyarakat untuk kehidupan kini dan yang akan datang.Â
Dijadikan bahan untuk bercermin, instrospeksi, dan merefleksi diri? Hingga ungkapan "hari ini harus lebih baik dari hari kemarin" tidak sekadar slogan dan kata-kata basi.
Pendidikan tercecer
Khusus untuk Indonesia, pendidikan yang terus tercecer, menjadi sebab rendahnya literasi, matematika, dan sains di tingkat anak sekolah, terus tidak dapat diatasi sampai ke jenjang dewasa/orangtua/masyarakat.Â
Sehingga, dalam aktivitas di dunia maya, saat menggunakan medsos, sebagian besar masyarakat Indonesia hanya terbudaya "membaca judul" tidak mau meluangkan waktu hanya beberapa menit, untuk memahami informasi/berita apa yang ada di dalamnya.