Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat pendidikan nasional, sosial, dan pengamat sepak bola nasional. Ini Akun ke-4. Akun ke-1 sudah Penjelajah. Tahun 2019 mendapat 3 Kategori: KOMPASIANER TERPOPULER 2019, ARTIKEL HEADLINE TERPOPULER 2019, dan ARTIKEL TERPOPULER RUBRIK TEKNOLOGI 2019

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

(9) Antara Makhluk Sosial-Beragama, Sekadar Membaca Judul, dan Menonaktifkan Centang Biru WA

31 Maret 2023   16:06 Diperbarui: 31 Maret 2023   17:38 1679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ikustrasi Supartono JW


Menjadi makhluk sosial dan beragama tidak menutup diri, membatasi diri, dari informasi/berita dengan hanya membaca judul. Tidak meninggikan diri dan membohongi orang lain (munafik) dengan menonaktifkan centang biru wa.

(Supartono JW.Ramadhan9.1444H.31032023)

Jelang penutup fase 10 hari pertama ibadah bulan Ramadhan 1444 Hijriah, yaitu di hari ke-9, apa yang telah dilalui oleh masyarakat dunia dan Indonesia selama 8 hari, sudah tersiar dan terbagi ribuan berita dan artikel di media massa dan media sosial (medsos). 

Namun, informasi dan berita nyatanya hanya menjadi produk yang numpang lewat saja bagi sebagian masyarakat di zaman digital ini. Tidak dimanfaatkan. Hanya sekadar dibaca judulnya. Bahkan saat ada orang yang membagikan/meneruskan informasi/berita di medsos, malah diabaikan dan asyik dengan dunianya sendiri. 

Terlebih, pengguna medsos bernama WhatssApp (WA), juga ada yang menonaktifkan centang biru, yang tentunya, pasti ada tujuannya. Apa tujuannya?

Hanya membaca judul dan menonaktifkan centang biru wa, apa melanggar hukum? Jawabnya tentu tidak, itu hak setiap orang dan belum ada UU yang mengatur. Tetapi, terkait makhluk sosial dan beragama, mari kita ulas masalah ini.

Informasi/berita, mahal

Sebelum zaman digital dan hadirnya media online, sebab ingin terus belajar dari kehidupan nyata, ingin tidak tertinggal berita, ingin tahu perkembangan teraktual dunia dan Indonesia, yang ada kaitannya dengan pekerjaan utama atau kegiatan passion, hobi, saya bahkan sampai berlangganan  koran dan majalah sampai beberapa judul, yang tempat saya bekerja, tidak berlangganan koran atau majalah tersebut.

Diakumulasi dalam sebulan, tidak murah untuk membayar biaya berlangganan koran dan majalah dengan beberapa judul itu. Tetapi demi informasi dan berita, terkini, teraktual. Demi pengetahuan dan keilmuan untuk dunia dan akhirat, agar dapat ikut kreatif dan inovatif, untuk diri saya, istri, anak-anak dan juga lingkungan saya yang tidak ikut berlangganan koran dan majalah seperti di rumah saya, langganan koran dan majalah adalah wajib bagi saya.

Saat dunia bergeser menjadi zaman digital, lalu hadir media online dan medsos, mohon maaf, saya pun menjadi orang yang turut andil mematikan dunia media cetak karena setop berlangganan. Sebab, semua informasi, berita, pengetahuan, yang selama ini saya dapatkan dari media cetak, sudah dengan mudah saya dapatkan dari media online dan medsos, pun dengan biaya pulsa (paket data) yang tidak harus mahal. Bisa  isi paket yang harian, mingguan, atau bulanan. 

Pergeseran dari media cetak ke media online dan medsos, tetap tidak mengubah sikap saya, sadar diri tetap sebagai makhluk sosial dan makhluk beragama.

Manusia sebagai makhluk sosial artinya manusia sebagai warga masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat hidup sendiri atau mencukupi kebutuhan sendiri. Meskipun dia mempunyai kedudukan dan kekayaan, dia selalu membutuhkan manusia lain.

Manusia, menurut fitrahnya adalah makhluk beragama (homo religius), yaitu makhluk yang memiliki rasa dan kemampuan untuk memahami serta mengamalkan nilai-nilai agama. Fitrah inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya dan juga yang mengangkat harkat kemuliaan di sisi Tuhan.

Jadi, di saat manusia diberikan kemudahan akibat perbuatan kreatif dan inovatif dari manusia lain, hingga lahir dunia digital. Lahir media online dan medsos yang memudahkan mendapat informasi, berita, pengetahuan, tetapi justru diabaikan dan tidak dimanfaatkan. Maka, yang demikian itu adalah manusia yang merugi.

Bagi orang yang menonaktifkan centang biru wa, bukan hanya menjadi manusia yang merugi, tetapi menjadi manusia yang berbohong kepada orang lain. Dan, berbohong, selain perbuatan tercela, juga perbuatan dosa. 

Bertentangan dengan rahmat

Ini  bertentangan dengan fase 10 pertama bulan Ramadhan, yaitu rahmat, yaitu belas kasih, kerahiman, karunia (Allah), berkah (Allah). Sebab, orang yang hanya membaca judul informasi/berita, dan menonaktifkan centang biru wa, adalah orang-orang yang belum atau tidak bersyukur atas adanya rahmat Allah, yang datang melalui tangan-tangan manusia lainnya, karena sama-sama sebagai makhluk sosial dan beragama.

Lebih mendalam, sebagai makhluk sosial dan beragama, sudah selayaknya drama-drama kejadian nyata, yang tersaji dan disajikan dalam bentuk informasi/berita "dimakan" (dibaca dan disimak/ditonton), bukan sekadar dibaca judulnya oleh masyarakat, lalu dijadikan pedoman dan pijakan sebagai pengetahuan dan ajaran positif yang berguna bagi orang-orang dan masyarakat untuk kehidupan kini dan yang akan datang. 

Dijadikan bahan untuk bercermin, instrospeksi, dan merefleksi diri? Hingga ungkapan "hari ini harus lebih baik dari hari kemarin" tidak sekadar slogan dan kata-kata basi.

Pendidikan tercecer

Khusus untuk Indonesia, pendidikan yang terus tercecer, menjadi sebab rendahnya literasi, matematika, dan sains di tingkat anak sekolah, terus tidak dapat diatasi sampai ke jenjang dewasa/orangtua/masyarakat. 

Sehingga, dalam aktivitas di dunia maya, saat menggunakan medsos, sebagian besar masyarakat Indonesia hanya terbudaya "membaca judul" tidak mau meluangkan waktu hanya beberapa menit, untuk memahami informasi/berita apa yang ada di dalamnya.

Rendahnya literasi, matematika, dan sains, juga berperan membentuk manusia   yang memiliki gaya hidup hedon, seperti bukan makhluk sosial dan beragama. Termasuk bergaya hidup menonaktifkan centang biru dalam fitur aplikasi WhatssApp (wa)-nya. Tujuannya, apa?

Dari deskripsi tersebut, tersirat dan tersurat bahwa masyarakat banyak yang tidak mau belajar, malas membaca, malas menganalisis, malas mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan. Meninggikan diri sendiri, berprivasi, yang semuanya bertolak belakang dengan kodrat sebagai makhluk sosial dan beragama.

Ujungnya, generasi yang lahir adalah generasi copy paste (copas), tiba saat tiba akal, tidak kreatif, tidak inovatif, pemakai produk asing, dan memaksakan bergaya hidup tidak sesuai "kemampuan" (literasi, matematika, sains,    sosial, agama, dll). Sombong, angkuh, meninggikan diri sendiri, mengekslusifkan diri, dan sejenisnya.

Dua persoalan: HANYA MEMBACA JUDUL dan MENONAKTIFKAN CENTANG BIRU, ternyata lebih memprihatinkan. Pasalnya, pelaku yang hanya gemar membaca judul dan menonaktifkan centang biru, dari sebagian grup media sosial yang saya tahu dan ada di dalamnya adalah orang-orang yang berpendidikan tinggi. Bukan masyarakat yang tidak berpendidikan.

Padahal, dari berbagai literasi yang saya baca, masyarakat Indonesia (yang sudah mengenyam pendidikan bangku sekolah/kuliah atau yang belum mengenyam pendidikan) menjadikan medsos sebagai saluran utama memperoleh berita, unggul jauh dari media konvensional. 

Sementara, sebelum medsos lahir dan hadir, masyarakat yang sudah mengenyam pendidikan bangku sekolah/kuliah, juga enggan dan malas membaca informasi/berita dari media konvensional. 

Saya kutip dari tirto.id (14/9/2017),  tujuh tahun yang lalu, Staf Ahli Kementerian Komunikasi dan Informatika Bidang Hukum Henry Subiakto mengatakan bahwa 4 dari 7 orang Indonesia aktif di media sosial. "Hanya 7 menit orang bisa dipisahkan dari HP-nya," ungkap Henry.

Pertanyaannya, setelah 7 tahun, kini di 2023, di Ramadhan 1444 Hijriah, hari ke-9, kira-kira, dari setiap 10 orang, berapa yang aktif di medos dan berapa lama dapat dipisahkan dari HP? Berapa yang hanya membaca judul informasi/berita? Berapa yang menonaktifkan centang biru wa?

Centang biru wa

Di Instansi, Institusi, dan Perusahaan, banyak para pemimpinnya yang sudah mengingatkan agar para bawahannya (karyawannya) tidak menonaktifkan fitur centang biru wa-nya.  Salah satu alasannya, komunikasi cepat di dunia pekerjaan vital. Para pemimpin juga dapat mericek kesiapan dan kesigapan karyawannya dengan centang biru. Tidak ada karyawan yang mengeklusifkan diri, meninggikan privasi, dll yang akan menghambat kinerja dan tercapai serta suksesnya pekerjaan. Artinya ini dari sisi manusia sebagai makhluk sosial.

Dari sisi sebagai makhluk beragama, di tahun 2020, saya sudah mengutip pernyataan KH Abdullah Gymnastiar alias Aa Gym, yang menyebut, mematikan centang biru pada aplikasi berbagi pesan wa, termasuk PERBUATAN TERCELA.

Hal ini disampaikan oleh Aa Gym dalam video yang diunggah ke kanal YouTube tvOne berjudul "Matikan Centang Biru WhatsApp Termasuk Perbuatan Tercela," Senin (15/6/2020).

Kita tahu, centang biru wa adalah tanda pesan yang dikirim telah dibaca. Saat centang biru dimatikan maka pengirim tidak dapat mengetahui pesannya telah dibaca atau belum. Sehingga menimbulkan kesan seolah-olah pesan itu tidak terbaca oleh penerimanya.

Ini berakibat ada pemahaman membohongi pengirim wa. Sudah begitu, pesan pun tidak segera dibalas atau malah tidak membalas, karena pelaku yang menonaktifkan centang biru, terlindungi oleh centang hitam demi dirinya leluasa berbuat dan bersikap kepada pengirim pesan.

Sebaliknya, bila pelaku langsung membalas pesan, meski cetangnya hitam, mengapa tidak memberi kebahagiaan saja kepada pengirim pesan dengan centang biru. 

Artinya, orang yang menonaktifkan centang biru sebenarnya golongan makhluk sosial dan makhluk beragama yang mana?

Menurut Aa Gym, tindakan ini sebagai sebuah kebohongan. Maka, "Matikan Centang Biru WhatsApp Termasuk Perbuatan Tercela," Ujar Aa Gym.

Sementara dari sisi benar-baik dan salah-buruk, karena fitur menonaktifkan centang biru yang memang tersedia dalam aplikasi, maka siapa yang menonaktifkan centang biru, tergolong orang yang berbuat benar dan baik atau orang yang berbuat salah dan buruk?

Pertama, centang biru sesuai aplikasi dan fitur wa dapat dinonaktifkan. Maka, orang yang mengaktifkan atau menonaktifkan centang biru, melakukan perbuatan benar dan baik.

Kedua, sesuai kebutuhan di institusi, instansi, perusahaan, dan sesuai dalam kehidupan masyarakat yang dapat ditafsirkan seseorang berbohong-membohongi, maka menonaktifkan centang biru adalah perbuatan yang salah dan buruk.

Menjadi makhluk sosial dan beragama

Untuk menjadi manusia sesuai mahluk sosial dan beragama, bahkan sudah diajarkan oleh alim-ulama, bahwa menyampaikan sesuatu tidak ada syarat haruslah memiliki ilmu yang banyak terlebih dahulu. Ketika seseorang mengetahui misalnya satu ayat, itu sudah ada kewajiban untuk disampaikan kepada orang lain. Hal ini sebagaimana yang diterangkan dalam hadis Rasulullah SAW dari Abdullah bin Amr RA:
"Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat." (HR. Bukhari).

Jadi, orang-orang yang punya kebiasaan buruk hanya membaca judul informasi/berita yang dibagikan di media sosial. Ini dapat membawa dampak buruk bagi dirinya dan orang lain. Tahu masalah hanya kulitnya, hanya sepotong, lalu membuat opini sendiri, mendebat orang lain tanpa teori dan bukti mumpuni. 

Buntutnya lahir fitnah, berita bohong, hoak. Sudah begitu, malah ada yang langsung sok-sok-an ikut meneruskan informasi/berita tanpa paham isinya, ini bertolak belakang dengan hadis tersebut. Karena, berbagi ilmu adalah wajib, meski hanya satu ayat.  Tetapi dari satu ayat itu, kita paham betul apa tujuan, sasaran, isi, dan manfaatnya.

Sementara orang-orang yang rendah literasi, matematika, sains, dan agama, akan terus kukuh pendirian, menjadi sosok lain yang bukan makhluk sosial dan beragama. Mengabaikan isi dan pemahaman terhadap suatu informasi/berita. 

Orang yang menonaktifkan centang biru wa, alias centang hitam, maka sama dengan melakukan kegiatan berbohong. Padahal, berbohong juga salah satu sifat orang yang munafik. Ada sebuah hadis dosa berbohong yang pernah diriwayatkan HR Abu Dawud, Rasulullah SAW bersabda,
"Jauhilah kebohongan, sebab kebohongan menggiring kepada keburukan, dan keburukan akan menggiring kepada neraka.

Dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berikut ini, Rasulullah menjelaskan tentang nifaq amali dengan sabdanya,
"Tanda orang munafik ada tiga, pertama apabila berbicara berbohong, lalu apabila berjanji mengingkari atau menyelisihi janji, dan apabila diberi amanah berhianat."

Berikutnya, sesuai Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Literasi atau kemelekan adalah istilah umum yang merujuk kepada seperangkat kemampuan dan keterampilan individu dalam membaca, menulis, berbicara, menghitung, dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian tertentu yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.

Matematika adalah ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan.

Sains yaitu pengetahuan sistematis tentang alam dan dunia fisik, termasuk di dalamnya, botani, fisika, kimia, geologi, zoologi, dan sebagainya; ilmu pengetahuan alam.

Menutup artikel ini, dapat dipastikan bahwa siapa pun manusia yang merasa dirinya sebagai makhluk sosial dan  beragama, mau belajar agar tidak bodoh/tidak rendah literasi, matematika, dan sains, serta tidak menjadi manusia yang munafik, maka tidak akan terperosok ke dalam golongan orang-orang yang hanya membaca judul informasi/berita, pun tidak menonaktifkan centang biru wa-nya.

Orang-orang yang demikian, biasanya ramah, hangat, tahu diri, peduli, punya simpati-empati, dan rendah hati (humbel), sebab cerdas intelegensi (otak) dan cerdas personality (kepribadian), serta kreatif, dan inovatif. Kehidupannya diiringi  dan dilimpahi keberkahan dan rahmat dari Allah. Aamiin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun