Setahun kemudian, perlahan segalanya mulai berubah. Pembeli mulai mengenal rasa khas bakpianya yang isinya terasa legit dan kulitnya lembut, tidak keras seperti bakpia pasaran. Nama "Bakpia Bu Sri" mulai dibicarakan dari mulut ke mulut. Ia pun memberanikan diri membuka kios yang buka setiap hari dari jam 8 pagi hingga 20.30 malam.
Kini, ia tak sendiri. Satu karyawan tetap membantunya melayani pembeli dan memproduksi pesanan. Saat musim liburan tiba, permintaan bisa meningkat hingga tiga kali lipat, dan ia harus mencari tambahan tenaga agar semua pesanan bisa terlayani. Meski hanya punya satu kios kecil, semangatnya menyala seperti oven yang tak pernah padam.
Produknya pun tak hanya bakpia basah dan kering. Ia juga membuat yangko dan geplak, dua jajanan tradisional yang makin jarang ditemukan. Semua dibuat tanpa bahan pengawet, dengan rasa yang tetap dijaga, meskipun menghadapi tantangan berat terutama saat musim hujan, ketika bakpia basah lebih mudah menjamur dan harus dijual dalam waktu singkat.
"Kalau hujan terus, harus pintar-pintar atur. Jangan terlalu banyak produksi. Tapi harus tetap jaga rasa," katanya.
Lebih dari Sekadar Usaha
Apa yang dilakukan Bu Sri bukan sekadar bisnis. Ini adalah bentuk nyata keberanian perempuan di usia matang, yang tak lagi takut memulai dari nol. Di saat sebagian orang berpikir sudah terlambat, Bu Sri justru memulai langkahnya. Ia tidak menunggu keadaan sempurna. Ia hanya yakin bahwa pengalaman kerjanya selama ini bisa jadi bekal, bukan beban.
Yang menarik, kini anaknya pun mulai membantu menjalankan usaha ini. Dari rumah yang dulu hanya dapur kecil, sekarang berubah jadi tempat produksi sederhana, tempat harapan diracik setiap pagi. Bukan tidak mungkin, kelak usaha ini diwariskan dan berkembang lebih besar lagi. Dan yang membuatnya semakin membanggakan, semua ini dilakukan dengan modal keyakinan, bukan pinjaman besar.Â
Cita Rasa, Cerita, dan Cermin Ketekunan
Orang yang membeli bakpia Bu Sri mungkin hanya menikmati satu dua potong. Tapi mereka mungkin tak tahu bahwa setiap kulit tipis itu menyimpan cerita. Cerita tentang perempuan yang tak menyerah meski cuaca tak selalu cerah. Tentang ibu yang percaya bahwa keterbatasan bukan alasan untuk berhenti, tapi alasan untuk berjuang.
Mereka juga mungkin tak tahu bahwa usaha kecil seperti ini adalah jantung ekonomi desa, penggerak roda keluarga, dan penjaga warisan kuliner yang nyaris tergilas zaman. Di tengah gempuran bakpia industri dan oleh-oleh massal, bakpia Bu Sri hadir dengan rasa yang jujur dan cerita yang tulus.