Mohon tunggu...
Siti LailatulMaghfiroh
Siti LailatulMaghfiroh Mohon Tunggu... Guru - Early Chilhood Enthusiast

Sedang belajar mencintai menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Waspada, Pedang Tak Kasat Mata!

30 Oktober 2021   18:27 Diperbarui: 30 Oktober 2021   19:11 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Seberapa sering ucapanmu menyakiti hati orang lain?"


Jawabanku sudah jelas,

"Pasti sering tapi lupa"

Lupa kapan saja ucapanku menyakiti hati orang lain. Kalo kamu sendiri? Kenyataannya terkadang tanpa sadar ucapan kita menyakiti hati orang lain, kadang tersadar beberapa saat kemudian bahkan lebih parahnya tak sadar sama sekali ucapan apa yang terlontar dan bisa menyakiti hati orang lain. Jika kamu diminta untuk mengingat ucapan orang lain yang menyakiti hatimu, inget gak?


"La, gimana kamu sekarang? Anakku udah bisa ini itu, kamu bisa apa?" (ngomong di depan umum)


"Lo, kalo ngasih kado anakku jangan yang murah-murah kayak gini, yang mahal gitu lo" (ngomong di depan umum)


"Kalo ngajar di sekolah kota itu gak ada guru yang pulang pagi jam 10 11. Di sekolah kamu gimana? Pasti pulang pagi ya sekolah kampung?"


Ucapan yang teringat dibenakku hanya ini, sebab mayoritas sudah terlupakan. Dari ucapan-ucapan yang aku terima diatas. Bisa jadi orang lain akan beranggapan itu hanya kata-kata biasa, menyalahkan bahwa aku sendiri yang mudah tersinggung dan langsung memasukkan ke hati setiap perkataan orang lain. 

Bener kok anggapan orang lain tentang ini, tapi gak selamanya salah kita juga yang merasa tersakiti dengan ucapan seperti diatas. Seharusnya, jika orang lain beranggapan bahwa kamu kurang baik saat merespon setiap ucapan orang lain, ya seenggaknya orang lain bisa nggak lebih baik dari kamu saat berucap dan tidak sampai menyakiti hati orang lain?


Pernah terpikir, orang yang dengan mudah berkata menyinggung, menyindir, memfitnah pada diri kita, mungkin saja orang tersebut pernah kita lukai tanpa sadar yang pada akhirnya mereka bersikap seperti itu juga pada kita. 

Lah kalo orang baru kenal tapi langsung nyakitin omongannya? Hal itu bisa terjadi karena faktor lingkungan. Prof. Phillip Zimbardo dari Stanford University selaku Keynote Speaker dalam The Asia Pacific Research in Social Science and Humanities (APRiSH) Conference mengungkapkan bahwa 

seorang manusia terdiri dari kumpulan sifat baik dan buruk. Kita adalah makhluk yang bergantung pada situasi. Jika lingkungan di sekeliling kita baik, maka kita cenderung berbuat baik. Demikian pula sebaliknya.


Kita tidak bisa memilih ingin terlahir dari orang tua seperti apa, misal memilih terlahir dari orang tua yang diselimuti dengan lingkungan yang baik, gak bisa. 

Pasti setiap orang memiliki sisi positif negatifnya. Namun, jika terlanjur berada pada lingkungan kurang baik dan perbuatan terus-terusan melukai hati orang lain hingga dewasa, seharusnya diri mulai tersadar dalam setiap berbuat agar tak melulu melukai hati orang lain bukan? 

Lalu bagaimana respon kita yang terus-terusan menghadapi ucapan tak baik? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun