Di sudut malam yang sunyi, Â
Bersama bintang yang enggan bersinar, Â
Aku berdiri di antara batas asa dan rela, Â
Menimbang pilihan antara terserah atau pasrah.
Terserah, katamu, Â
Seperti daun yang gugur mengikuti angin, Â
Melayang tanpa arah, terhempas di mana saja, Â
Namun tetap memeluk harapan di setiap jatuhnya.
Pasrah, desahmu, Â
Bagaikan sungai yang menyerah pada arus, Â
Mengalir tenang menuju lautan luas, Â
Membiarkan takdir membawa tanpa keluh kesah.
Di mana aku berdiri, di antara persimpangan ini, Â
Terserah atau pasrah, dua kata yang berbeda makna, Â
Namun keduanya menawarkan kelegaan, Â
Dari beban yang menumpuk di dada.
Terserah, mungkin aku memilih, Â
Berserah pada nasib namun tak kehilangan mimpi, Â
Masih berharap ada cahaya di ujung malam, Â
Masih percaya ada keajaiban yang menanti.
Pasrah, mungkin aku jalani, Â
Merelakan setiap luka dan kecewa, Â
Menyatu dengan alur takdir tanpa perlawanan, Â
Menerima semua dengan hati yang lapang.
Mungkin bukan terserah atau pasrah yang penting, Â
Namun bagaimana hati ini tetap tabah, Â
Menyulam makna di setiap helaan napas, Â
Menggenggam harapan di setiap langkah yang tertatih.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI