Permanence: Meyakini bahwa penderitaan akibat musibah akan berlangsung selamanya.
Pola pikir ini hanya akan memperburuk keadaan dan menghambat kita untuk bangkit.
Menerima Penderitaan Seperti halnya kematian, penyakit, dan bencana alam, ada banyak hal dalam hidup yang berada di luar kendali kita. Dalam menghadapi musibah, kita perlu belajar menerima kenyataan dengan lapang dada agar bisa melanjutkan hidup dengan lebih tenang.
-
Menang dengan Bertahan Dalam menghadapi kesulitan, terkadang kita tidak perlu "mengalahkan" cobaan tersebut. Bertahan dan tetap teguh saja sudah merupakan kemenangan. Filosof Stoik seperti Seneca dan Marcus Aurelius membandingkan manusia dengan batu karang yang tetap kokoh meskipun dihantam gelombang besar.
Latihan Menderita (Premeditatio Malorum) Untuk menghadapi musibah dengan lebih siap, kita bisa berlatih "menderita" dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya:
Hidup sederhana selama beberapa hari untuk mengurangi ketergantungan pada kenyamanan.
Makan seadanya atau mencoba berhemat agar tidak terbiasa dengan kemewahan yang bisa sewaktu-waktu hilang.
Menghindari ketergantungan emosional pada hal-hal material.
Dengan melakukan latihan ini, kita akan lebih tangguh jika suatu saat benar-benar mengalami kesulitan.
Halangan adalah Jalan Musibah bukanlah akhir dari segalanya, melainkan sebuah jalan baru. Steve Jobs, misalnya, pernah dipecat dari Apple, tetapi justru dari peristiwa itu ia akhirnya membangun Pixar dan kembali ke Apple dengan lebih sukses. Jika kita bisa mengubah cara pandang kita terhadap musibah, kita akan menemukan peluang di dalamnya.
Musibah adalah bagian dari kehidupan yang tak terelakkan, tetapi cara kita menyikapinya menentukan bagaimana kita akan keluar dari kesulitan tersebut. Dengan mengadopsi pola pikir yang lebih positif, melatih diri untuk menghadapi kesulitan, dan melihat musibah sebagai kesempatan untuk bertumbuh, kita bisa melewati masa-masa sulit dengan lebih kuat dan bijaksana. Seperti kata pepatah, "What doesn't kill you makes you stronger."