Mohon tunggu...
SISKA ARTATI
SISKA ARTATI Mohon Tunggu... Guru - Ibu rumah tangga, guru privat, dan penyuka buku

Bergabung sejak Oktober 2020. Antologi tahun 2023: 💗Gerimis Cinta Merdeka 💗Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Versi Buku Cetak 💗 Yang Terpilih Antologi tahun 2022: 💗Kisah Inspiratif Melawan Keterbatasan Tanpa Batas. 💗 Buku Biru 💗Pandemi vs Everybody 💗 Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Ebook Karya Antologi 2020-2021: 💗Kutemukan CintaMU 💗 Aku Akademia, Aku Belajar, Aku Cerita 💗150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi 💗 Ruang Bernama Kenangan 💗 Biduk Asa Kayuh Cita 💗 55 Cerita Islami Terbaik Untuk Anak. 💗Syair Syiar Akademia. Penulis bisa ditemui di akun IG: @siskaartati

Selanjutnya

Tutup

Beauty Pilihan

Pengalaman Mengenakan Baju Seragam, Ini Kisah Seru Saya

5 Februari 2022   15:59 Diperbarui: 5 Februari 2022   17:14 2521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Iluatrasi gambar: https://www.konveksia.com

Meski bekerja di dalam ruangan, bukan berarti saya tidak mengenakan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap seperti kawan-kawan yang bekerja di lapangan. Seragam kerja pun dilengkapi dengan safety helmet, safety shoes dan safety glasses alias kacamata pelindung agar mata tidak terpapar langsung dengan sinar matahari saat berada di luar ruangan.

Kelengkapan ini melekat pada seragam karyawan di manapun berada, agar ketika harus berada di lapangan karena sesuatu dan lain hal, maka atribut tersebut harus digunakan.

Seragam ini secara psikologis membuat kita sebagai karyawan merasa bangga dan dihargai keberadaannya sebagai "warga perusahaan". Sebagai identitas perusahaan ketika membaur di tengah masyarakat. Secara tidak langsung, kami menjadi humasnya perusahaan. 

Mengenakannya juga menambah rasa percaya diri, sebagai manusia aktif yang bekerja secara terorganisir demi perusahaan dan juga nafkah keluarga. Karena dengan mengenakan seragam, orang-orang mengenal kita sebagai seorang yang bekerja dan berkarya.

Untuk saya pribadi sih, sehubungan seragamnya menggunakan lengan panjang, celana panjang, sepatu khusus untuk pertambangan, kesannya jadi 'macho', gitu. Apalagi kan kebanyakan memang karyawan dan pekerja tambang adalah laki-laki.

Lalu, setelah tak lagi bekerja dan tak berseragam, apakah kemudian saya loyo dan tak bersemangat berkarya?

***

Meski sekarang tak lagi menjadi wanita pekerja kantoran, aktivitas saya sebagai guru mengaji yang ikut dalam binaan lembaga Pembinaan, Pengembangan dan Pendidikan Quran, memiliki seragam batik LP3Q dari organisasi lembaga ini.

Dikenakan saat menghadiri pertemuan rutin bulanan, triwulanan maupun tahunan. Seragam ini pun menyematkan identitas kepada kami sebagai bagian dari penggerak pendidikan Alquran bersama dengan komunitas dari lembaga lainnya.

Wah, semangat berkarya dan bekerja tetaplah melekat di pribadi saya yang sebenarnya gak bisa duduk diam saja. Meski sekarang menjadi ibu rumah tangga dan menjadi penulis di Kompasiana, seragam saya justru 'back to nature' alias DASTER! Itu tak lagi seragam kerja tapi 'jubah kebesaran' saya sebagai emak-emak Indonesia!

Setiap aktifitas yang dilakukan di rumah, daster adalah seragam wajib yang saya kenakan. Berbahan longgar dengan berbagai motif, ringan digunakan, praktis dikenakan. Mau ndeprok alias duduk santai di lantai, berdiri, naik sana turun situ, hayok saja berulah di dapur dan ruang-ruang lainnya saat bebersih mengenakan daster.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun