"RANI PUSPITA?"
      "Ya, aku sendiri," ujar Rani sembari menerima paket makanan yang baru dipesannya secara online. Ia ngidam ayam bakar kampung.
      Tiba-tiba Rani merasa dirinya ada yang memperhatikan. Alangkah terkejutnya Rani ketika kebetulan menoleh ke arah kiri. Jantungnya serasa melompat keluar karena ekspresi horor si tetangga. Kebetulan saat itu suasana gelap karena sudah pukul 8 malam. Mimin menempelkan wajahnya di kaca jendela rumahnya. Perempuan setengah baya tersebut menatapnya dengan intens bagaikan macan tutul yang mengintai calon mangsanya. Apakah Mimin menyangka ia kedatangan tamu pria? Dan kejadian itu terulang beberapa kali setiap ia memesan makanan secara online. Ia sungguh merasa tak nyaman, tapi tak bisa berbuat banyak.
      Rani berusaha berpikiran positif. Mungkin pengintaian ini terjadi karena si tetangga kelaparan. Seringkali terdengar tangisan Ika yang menjerit-jerit ingin makan. Ia pun sering membagi makanannya pada tetangganya itu. Misalnya, martabak telur, mie instant, dll. Mimin juga cukup sering membawakannya sayuran segar yang baru dipetik di ladang seperti genjer, kangkung darat, dll.
      "Rani, mau ikut botram, tidak? Asyik sekali makan bersama di saung yang terletak di tengah sawah," ajak Mimin penuh semangat.
      "Maaf, tak bisa. Aku harus mengerjakan hal lain," tolak Rani. Ia harus memenuhi tenggat waktu menulis artikel.
      Mimin mendesah kecewa. "Padahal kau seharusnya ikut bekerja menjadi pemetik tomat. Lumayan upahnya. Lima puluh ribu Rupiah per hari. Nanti kita bisa melakukan botram setiap hari."
      Rani hanya bisa tersenyum. Warga desa ini selalu berusaha mengatur hidupnya. Padahal apa yang terbaik bagi diri Mimin, belum tentu baik bagi orang lain.
      Mimin sering mengajaknya untuk botram bersama petani lainnya. Botram merupakan kearifan lokal di area Jawa Barat. Selembar daun pisang dihamparkan. Kemudian, para petani menuangkan bekal nasi dan lauk pauk yang mereka bawa dari rumah. Biasanya, lauk pauknya berupa ikan asin, tempe, tahu, dll. Dan selanjutnya, mereka akan menyantapnya bersama-sama. Hal tersebut sangat bermanfaat untuk meningkatkan silaturahmi dan rasa persaudaraan antara sesama petani. Kebiasaan tersebut pun akhirnya tak hanya dilakukan oleh petani, tapi juga warga Jawa Barat yang berprofesi lainnya.
      "Suamiku tak sembuh-sembuh penyakit kulitnya. Pasti disantet. Dulu juga aku memiliki warung besar yang sangat laku. Tiba-tiba bangkrut karena uang hasil penjualan harus membayar pinjaman Bank Emok dan biaya berobat suamiku. Warungku dulu pasti kena guna-guna," keluh Mimin.