Seperti mengetahui keresahan hati Rani, Oey Young yang berada dalam dekapannya, menggeliat dan menendang-nendangkan kedua kaki belakangnya. Hidung imut anak kelinci berbulu putih dan cokelat Ovaltine tersebut bergerak-gerak cepat. Rani pun setengah berlari melintasi teras rumah dengan jantung berdetak kencang. Suara ganjil itu masih terdengar sayup-sayup.
"Ma, tadi ada suara mirip suara Mama yang memanggilku," ujar Rani dengan mata membulat. Ia memeluk Bu Caraka yang baru saja pulang kerja. Bu Caraka bekerja sebagai agen properti.
"Jangan pernah kau jawab suara roh halus yang memanggilmu! Nanti kau jatuh sakit." Bu Caraka mengernyit melihat kuku-kuku tangan anak perempuannya yang menghitam penuh tanah.
Rani mengangguk dengan serius. "Tak kujawab. Hantunya bodoh. Mama kan memanggilku dengan nama Ranran, bukan Rani."
***
Keesokan harinya, Rani pun bermain lagi hingga menjelang Magrib. Tapi, yang lucu, suara panggilannya kini berubah. Suaranya persis suara Kak Dimas.
"Ranran...Ranran..."
Rani celingukan, tapi tak ada seorang pun.
Suara panggilan itu pun kembali terdengar. "Ranran...Ranran..."
Mendengar suara seram seperti itu, Rani langsung lari tunggang langgang. Ternyata roh penunggu rumah juga super caper, kepo, dan tukang nguping. Kelakuannya persis Bu Euis, tetangga sebelah yang kemampuannya melebihi intel. Mengapa makhluk mistis itu mengganggu Rani? Apa ia berbuat salah?
***