Mohon tunggu...
sisca wiryawan
sisca wiryawan Mohon Tunggu... Freelancer - A freelancer

just ordinary person

Selanjutnya

Tutup

Horor Artikel Utama

Cinta Si Penyihir Perak

25 November 2023   08:33 Diperbarui: 1 Desember 2023   21:15 1599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Terduduk sendirian. (Sumber gambar: www.pixabay.com)

Dengan kesal Edwin menusuk krim berbentuk beruang yang kekanak-kanakkan itu. Ia puas melihat krim itu tenggelam dalam espresso. Kemudian, ia menyeruput cappuchino tersebut dengan puas. 

Kopinya begitu harum dan pekat. Krimnya juga kental karena terbuat dari susu sapi segar. Tapi, bukan itu yang membuat ia mau duduk bersantai di kedai kopi kecil yang baru buka tersebut. Ia terpesona pada gadis cantik yang bekerja sebagai barista di kedai kopi vintage ini.

Gadis itu bermata besar dengan alis bersayap. Wajahnya yang berbentuk hati begitu ekspresif ketika menghias kopi dengan krim segar. Senyumnya yang ramah membuat jantung Edwin berdebar. 

Padahal Edwin bukan tipe pria yang mudah tersentuh ataupun sentimental. Ia merasakan obsesi yang begitu luar biasa untuk mengurung gadis tersebut di kediamannya dan mempersembahkan segalanya untuk pujaan hatinya tersebut.

"Lana!" Kata seorang pemuda kurus bersweater biru dengan suara lantang.


"Gerald, sudah kubilang jangan datang saat aku sedang bekerja," sahut Lana. Si gadis barista tersebut langsung menghampiri Gerald dengan tergesa-gesa, tanpa mempedulikan tatapan pengunjung kedai kopi yang memperhatikan tingkah laku mereka berdua.

Masa muda masa yang penuh dengan cinta menggebu. Edwin kembali memejamkan mata dan menghirup aroma kopinya. Kemudian, ia memusatkan pikirannya. Waktu seakan berhenti mengalir. 

Udara terasa berat mencengkeram dada Edwin. Selalu seperti itu. Perlahan Edwin membuka matanya. Tampak bayangan-bayangan hitam yang aneh, terbang mengelilingi Lana dan Gerald dengan penuh ancaman. 

Mata mereka merah dengan tangan-tangan kurus berkuku runcing yang menyambar-nyambar. Seolah-olah tahu dirinya sedang diintai, mereka serentak berpaling dan terbang mendekati Edwin. 

Monster-monster yang hanya bermata satu tersebut menyeringai dengan memamerkan gigi taringnya. Merespon hal tersebut, Edwin hanya menjentikkan jarinya. Dalam sekejap mereka menjerit kesakitan dan lenyap menjadi debu perak yang indah.

Edwin kembali menutup matanya. Terdengar suara berdeguk aneh dari kerongkongan Edwin. Ia membuka mulutnya dan mengambil suatu gumpalan kusut. 

Kemudian, ia melicinkan gumpalan tersebut dan berusaha membaca deretan huruf rune kuno yang ditulis dengan acak-acakan.

EDWIN,
BERITA KAU JATUH CINTA PADA ANAK MANUSIA SUDAH TERSEBAR KE TELINGA GURU KITA, SANG PENYIHIR EMPARIUM. CEPAT KEMBALI KE MARKAS. LUPAKAN DIA YANG BERDARAH MERAH. IA SEDANG DIINCAR KEGELAPAN DAN KAU TAK PERLU MENGORBANKAN DIRI.

Saudara sesihirmu,
Myrna, Sang Penyihir Kristal

Edwin menggerutu. Lagi-lagi Myrna mengganggu hubungan cintanya. Tahu apa dia tentang cinta? Edwin sudah menunggu kelahiran Lana selama ratusan tahun. 

Ya, Lana ialah reinkarnasi dari Nadine, tunangan Edwin yang melarikan diri dari dunia penyihir demi menikah dengan seorang anak manusia. 

Edwin yang konservatif tak bisa melupakan cinta lamanya itu. Kasih tak sampai yang tak terlupakan, yang akan Edwin perjuangkan kali ini. Ia tak akan mudah menyerah seperti dulu.

Nadine, Sang Penyihir Emas merupakan jodoh yang sempurna bagi Edwin, Sang Penyihir Perak. Bukan karena nama mereka berdua yang merupakan logam mulia, tapi keselarasan ilmu sihir yang membuat gabungan kekuatan mereka sulit ditandingi. 

Pertunangan mereka disambut gembira oleh Raja Sihir Emerald. Tapi, Nadine jenuh dengan dunia sihir dan ia ingin hidup sebagai manusia biasa. Maka, Edwin yang menjadi korban keegoisan seorang Nadine.

Cinta memang unik. Walaupun Nadine sudah menyakiti hati Edwin, tapi Edwin tak pernah bisa menghentikan cintanya untuk Nadine seperti sekarang ini. 

Tapi, lagi-lagi Edwin harus menelan pil pahit. Dengan tatapan nanar, Edwin memperhatikan Gerald yang berlutut dengan sebelah kakinya dan memasukkan cincin ke jari manis Lana. 

Ia merasakan dejavu ratusan tahun yang lalu. Ia yakin hatinya tak akan bisa merasa sakit lagi setelah peristiwa Nadine yang melarikan diri darinya. Tapi, ternyata ia salah besar. Hanya jiwa Nadine yang bisa memporakporandakan Edwin.

Edwin tak bisa menahan gelombang amarahnya. Apakah ini balasan Lana atas penantiannya selama ratusan tahun? 

Tak pernahkah jiwa Nadine yang berada dalam diri Lana, memikirkan Edwin sedikit pun? Jiwa Nadine sama sekali tak mengenali Edwin. Tapi, Edwin langsung mengenali jiwa Nadine dalam diri Lana.

Sudah berbulan-bulan Edwin menjaga Lana dari serangan monster-monster. Darah Lana yang merupakan reinkarnasi dari penyihir, sangat diinginkan oleh makhluk-makhluk kegelapan untuk menambah kekuatan mistis mereka. 

Tapi, Lana selalu membangun benteng tinggi ketika berhadapan dengan Edwin. Lana ramah, tapi dingin dengan cara tersendiri.

Edwin memutuskan untuk membuang segala harga dirinya. Ia beringsut mendekat pasangan yang sedang dimabuk cinta tersebut. "Lana, jangan nikahi dia. Ia tak akan bisa melindungi dirimu. Aku sangat mencintaimu sejak dulu. Menikahlah denganku."

"Maafkan aku, tapi aku sudah menerima lamarannya. Hanya Gerarld yang kucintai. Lagipula kita tak saling kenal," jawab Lana sedingin es. Ia malah semakin merapat dalam pelukan Gerald.

Edwin menatap Lana dengan penuh perasaan. Cinta bercampur benci. Kemudian, ia merapalkan mantera. Matanya yang berwarna hijau lumut berubah menjadi warna perak. 

Sinarnya begitu terang sehingga membutakan mata. Angin kencang bertiup mengamuk hanya di dalam ruangan kedai kopi kecil tersebut. Pengunjung menjerit-jerit ketakutan seolah tahu dalam hitungan detik bisa saja nyawa mereka melayang.

Ketika Edwin selesai merapalkan mantera, orang-orang terperangah. Belum pernah mereka melihat sosok pemuda yang begitu tampan. Wajahnya putih bercahaya. 

Rambutnya pirang keperak-perakkan. Bahkan, jubahnya pun berwarna perak. Sosok Edwin yang asli begitu menakjubkan dan menghanyutkan. Tapi, mata perak itu begitu dingin dan tak manusiawi. Zat kehidupan seolah akan tertarik dalam pusaran magnet perak.

"Ke mana Lana? Kau apakan dia?" Tanya Gerard dengan histeris. Ia menggenggam onggokan baju Lana. Sedangkan sang pemilik baju tersebut menghilang begitu saja.

Edwin hanya tersenyum puas, membalikkan tubuh, dan menurunkan jubahnya. Gerald menatap dengan ngeri. Orang-orang yang menyaksikan, panik ketakutan. Mereka tak berani bersuara sepatah kata pun.

Tampak kepala Lana melekat di dalam punggung Edwin. Mimik wajah Lana penuh horor ketika ia menyadari apa yang sudah terjadi. Bibirnya menjerit, tapi tak ada suara yang keluar.

Jika aku tak bisa memilikinya, maka kau pun tak akan bisa. Ternyata aku bisa melakukannya tanpa penyesalan. Dengan hati senang, Edwin merapikan jubahnya dan menghilang. Tak ada bukti apa pun dari kejadian yang mengerikan itu selain onggokan baju Lana dan debu-debu perak di tempat berdirinya Edwin.

***

Myrna membaca surat dari Edwin dengan rasa puas. Tulisan rune kuno itu begitu jelas dan rapi, khas tulisan seorang Edwin yang penuh pertimbangan.

AKU SEDANG MENUJU MARKAS. AKU SUDAH MELAMAR LANA, TAPI IA MENOLAKNYA. MAKA, AKU MENJADIKAN LANA SEBAGAI BAGIAN DARI DIRIKU. WALAUPUN KEJAM, TAPI AKU TERPAKSA MELAKUKANNYA DARIPADA KEKUATANNYA DIMANFAATKAN OLEH PIHAK KEGELAPAN. SEHARUSNYA, AKU LANGSUNG MEMBUNUH LANA SESUAI DENGAN YANG DIPERINTAHKAN GURU. TAPI, AKU TAK SANGGUP. KURASA AKU SUDAH MELAKUKAN YANG TERBAIK BAGI KAMI BERDUA. SEKARANG INI LANA MUNGKIN MEMBENCIKU, TAPI CINTAKU CUKUP UNTUK KAMI BERDUA. KAMI AKAN HIDUP BAHAGIA SELAMANYA.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun