Mohon tunggu...
Seno Rocky Pusop
Seno Rocky Pusop Mohon Tunggu... Penulis - @rockyjr.official17

सेनो आर पूसॉप जूनियर

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rasisme Itu Sebuah Pelangi yang Indah

24 Februari 2024   13:27 Diperbarui: 24 Februari 2024   15:27 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai warga dunia yang bermartabat, setiap orang pasti akan menolak aksi rasialis dan mengutuknya. Hanya orang-orang picik dan tidak memiliki harga dirilah yang akan membenarkan tindakan rasialis itu dengan berbagai jargon. 

Pernyataan rasisnya merupakan bagian dari sejarah panjang stigmatisasi orang Papua sebagai pemalas, pemabuk, bodoh atau kotor. Merendahkan kemampuan orang Papua dengan klaim yang mengarah pada gagasan rasisme teknokratis.

Kapanpun dan apapun yang tejadi, tentu saja gelap dan terang tidak akan bisa bersatu, perbedaan warna kulit mencipatakan ketidakharmonisan. Banyaknya warna pelangi yang terbentuk di cakrawala, menunjukkan ribuan wajah rasisme masih mengitari muka bumi, bukan sekedar tindakan diskriminasi yang masif. Dalam berbagai bentuknya, rasisme merupakan keyakinan struktural dan sistemik yang menganggap bahwa orang Papua lebih rendah derajatnya.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menolak tindakan rasialis sebagai bentuk komitmennya terhadap kesetaraan martabat manusia, melalui konvensi internasional tentang "Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial" pada tanggal 4 Januari 1969.

Bahwa setiap manusia memiliki martabat dan nilai yang setara. Hak untuk hidup sebagai manusia tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun. Namun sangat kontras bila martabat manusia disamakan dengan binatang.

Tentu saja pelangi akan menjadi penegasan terhadap rasisme yang selalu dipertahankan. Rasisme adalah pelangi yang tampil dalam banyak wajah. Rasisme muncul karena masyarakat Indonesia menelan narasi besar yang mereka ciptakan sendiri dan menutup telinga terhadap suara orang Papua serta menyebut kisah orang Papua sebagai agitasi. Rasisme hadir dalam sikap masyarkat Indonesia terhadap orang Papua yang seringkali dilandasi oleh belas kasihan ketimbang solidaritas.

Sosiolog Inggris Gail Lewis mengatakan bahwa rasialisasi mengacu pada gagasan lama tentang ras sebagai karakteristik biologis dan gagasan baru tentang budaya sebagai penanda perbedaan. Bukan fakta biologis bahwa semua ras manusia berhubungan secara genetik, tetapi gagasan tentang ras bertahan dalam imajinasi sosial. Selama orang meyakini bahwa budaya, etnis atau warna kulit menentukan kemampuan, perilaku, motivasi, cara berfikir atau gaya hidup, maka rasisme akan terus ada.

Oleh karena itu, ketika orang Papua dihujat dengan ujaran rasis, mungkin itulah momen paling kelam dalam sejarah kehidupan orang Papua. Pelangi tentu saja menjadi patron untuk mengenang masa-masa kelam yang penuh stigma dan diskriminasi. Binatang mungkin adalah sahabat terbaik yang tidak bisa jauh dari mereka. Kisah ini begitu membekas di benak dan sanubari.

Penilaian yang keliru berdampak pada proses subordinasi, stereotip, dominasi dan marginalisasi, akibat memiliki perilaku atau kebiasaan yang dinilai menyimpang. Ironisme dan rasisme yang tumbuh subur akibat prasangka negatif cenderung menjadi hal yang diyakini secara mutlak tanpa pembuktian.

Saat kita menjelajahi kontemplasi ini lebih dalam, kita harus menyadari betapa pentingnya kesempurnaan dan penerimaan sepenuh hati dalam hubungan kita dengan orang lain. Bagaikan mentari yang menyinari tanpa diskriminasi, kita dipanggil untuk menerima dan mencintai tanpa syarat.

Pada akhirnya kita semua adalah pelangi di cakrawala, perpaduan warna dari perbedaan yang terbentuk. Setiap perbedaan merupakan sebuah bab dan kisah hidup yang menambah kedalaman dan kompleksitas narasi kehidupan kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun