Mohon tunggu...
SILMIANA NISA FADILA
SILMIANA NISA FADILA Mohon Tunggu... Mahasiswa S2 Akuntansi Universitas Mercubuana

NIM 55524110007 - Magister Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Manajemen Pajak - Dosen Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kuis 11_Menakar Keadilan, Menjaga Negeri

12 Juni 2025   22:59 Diperbarui: 12 Juni 2025   22:59 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Siapa kira kami tak menyimpan empati?
Kami menelusuri data yang kering dan sunyi,
menimbang kebijakan yang kadang berjarak dengan realita,
mencari titik temu
antara logika sistem dan denyut manusia.
Kami berusaha memahami,
meski tak selalu dimengerti.
Dan pada akhirnya,
yang diminta tetaplah... kebijaksanaan.


Kami berada di antara harapan dan aturan,
didorong memberi ruang,
namun dituntut menjaga batas.
Seperti kata pepatah:
"Ambil telurnya saja, jangan ambil ayamnya."
Kami menjadi jembatan,
asal jangan dijadikan tumbal saat gelombang datang silih berganti.


Pernahkah kalian bertanya,
siapa yang menyokong jalan yang kalian lintasi tiap hari?
Siapa yang menggaji guru, perawat, dan penyuluh yang bertugas di pelosok?
Siapa yang memastikan lampu-lampu kota tetap menyala saat malam tiba?
Itu bukan dari udara,
bukan pula dari janji-janji kosong.
Itu dari pajak, yang kami kumpulkan setahap demi setahap,
kami jaga dengan saksama,
demi keberlangsungan negeri.


Kami mengantar setoran untuk negara dengan penuh harap,
agar sampai pada tangan yang jujur,
tidak tersesat di antara berkas dan birokrasi
yang kadang lupa makna amanah.


Andai yang di hulu bersih,
yang di hilir pun tak perlu menunduk malu.
Andai masyarakat memahami
bahwa pajak bukan sekadar beban,
tetapi bentuk kasih nyata kepada tanah airnya.


Andai pajak dikenalkan sejak dini di bangku sekolah
bukan sebagai momok, tetapi sebagai bentuk kontribusi warga.
Andai yang diajarkan adalah perannya dalam membangun bangsa,
bukan sekadar stigma yang diwariskan tanpa tanya.


Kami sadar,
kami bukan pahlawan dalam buku pelajaran,
tak disambut bunga atau tepuk tangan.
Kami hanya pengabdi,
yang terus bekerja dalam diam,
menghitung rupiah dan prasangka,
menakar logika dan rasa,
demi negeri.
menakar keadilan, menjaga negeri,
agar keadilan bisa dirasakan
oleh semua, bukan hanya mereka yang bersuara.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun