Jadi "Bapak Infrastruktur" ataukah jadi "Bapak Kesehatan Indonesia"? Ya, begitulah kira-kira yang penulis ungkapkan terkait legacy Jokowi.
Seperti diketahui Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) telah mencanangkan visi dan misinya, agar Indonesia menjadi negara maju sebelum 2045 dan salah satu dari lima ekonomi terbesar di dunia.
Sehingga untuk mewujudkan visi dan misinya tersebut, Jokowi membangun berbagai proyek infrastruktur maupun proyek konstruksi.
Berbagai proyek infrastrukturpun dibangun, seperti, jalan Tol di berbagai wilayah, Kereta Moda Raya Terpadu (MRT), pembangunan bandara, pelabuhan, proyek ibukota baru dan proyek Infrastruktur lainnya.
Sehingga Jokowi membuka seluas-luasnya keterlibatan para investor asing, sebagai alat yang berguna untuk mempercepat rencana membangun infrastruktur dan mendorong pertumbuhan ekonomi tanpa memengaruhi anggaran nasional.
Bahkan, Jokowi juga berhasil mendorong nasionalisasi proyek-proyek penting yang dikembangkan oleh luar negeri, mulai dari tambang emas dan tembaga Grasberg besar di Papua, yang sebelumnya dikendalikan oleh grup Amerika Serikat Freeport-McMoran, hingga blok gas Mahakam, yang sebelumnya dimiliki oleh Total Prancis.
Di sinilah kiranya Jokowi sebenarnya bisa dikategorikan sebagai pemimpin yang taktis dan strategis, berjuang untuk memastikan masa depan yang layak bagi rakyat.
Namun, ada yang patut disayangkan, kebijakan yang tidak konsisten masih menjadi sedikit kelemahan Jokowi, masih cenderung lompat dari satu masalah ke masalah lain.
Akan tetapi, bisa jadi itu bukan tanpa sebab, bisa dimungkinkan ada keterlibatan peran dari para pembisiknya, termasuk para pejabat yang ada di sekitarannya.
Sehingga terkadang publik jadi memberi penilaian minor, bahwa Jokowi itu keras kepala, kalau sudah memutuskan sesuatu, sangat sulit untuk mengubah pikirannya.
Lalu seiring waktu, tetiba pandemi COVID-19 datang melanda Indonesia, dan berpotensi menyulitkan pencapaian visi dan misi Jokowi, termasuk berpotensi menghambat mimpi Jokowi dalam rangka membangun "Jokowipolis"Â alias ibukota baru.
Terkait pandemi COVID-19 ini, masih terekam dalam ingatan publik, pada awal pandemi COVID-19, Jokowi begitu meremehkan ancaman wabah virus ini di Indonesia, dan menolak untuk mengungkapkan informasi terkait penyebaran penyakit, karena alasan tidak ingin menimbulkan kepanikan.
Jokowi justru mengesampingkan para ahli epidemiologi, dan pakar kesehatan, karena lebih menempatkan para pembisiknya dan pejabat dilingkarannya terkait pandangan tentang pandemi COVID-19 tersebut.
Alhasil, pandemi COVID-19 di Indonesia jadi terlambat diurus, terlanjur salah urus, bahkan pada perkembangan selanjutnya pandemi COVID-19 telah mengancam keberlangsungan hidup bangsa dan negara.
Di sinilah sejatinya Jokowi seharusnya memanfaatkan momen pandemi COVID-19 ini, untuk memikirkan kembali kebijakan ekonominya, untuk bisa lebih menerima nasihat para ahli yang berkaitan dengan kebijakan kesehatan dengan lebih serius terkait mengatasi pandemi COVID-19, dan diharapkan mampu menemukan jalan tengah antara ekonomi dan kesehatan.
Karena bukan tidak mungkin kedepannya, rekam jejak sejarah, terkait pengabaian kesehatan publik di tengah pandemi ini, dapat menjadi noda hitam bagi legacy Jokowi.
Oleh karenanya, disharmoni antar lembaga pemerintah karena berbagai kebijakan blunder yang kontra produktif harus dihilangkan, dan selalu memberi ruang terbuka bagi berbagai masukan dan kritik publik.
Makin mengganasnya pandemi COVID-19 seharusnya menjadi momentum yang tepat bagi masa depan legacy Jokowi.
Jika Jokowi ingin happy ending di periode akhir kepemimpinannya, maka pandemi COVID-19 ini seharusnya menjadi momentum yang tepat bagi Jokowi untuk membangun legacy kemanusiaan yang bisa dikenang oleh bangsa dan negara.
Bahwa di bawah kepemimpinannya pandemi COVID-19 berhasil diatasi dengan menomorsatukan kesehatan dan selalu dikenang dalam catatan sejarah sebagai presiden yang bukan saja berhasil mengatasi ganasnya pandemi COVID-19, tapi juga dicatat sebagai pemimpin yang setia dan konsisten merawat demokrasi, dan berhasil membangun ekonomi bangsa dan negara.
Ya, tinggal bagaimana saja kedepannya tentang legacy Jokowi ini, lebih memilih jadi "Bapak Infrastruktur" tapi ternodai karena tak manusiawi terkait pandemi COVID-19, atau jadi "Bapak Kesehatan Indonesia".
Semoga Bermanfaat.
Sigit Eka Pribadi