Dalam lingkup dunia kerja tentunya setiap orang karyawan akan memiliki posisi dan jabatannya sesuai job desk masing-masing di kantor.
Pastinya disetiap kantor akan berlaku sistem organisasi dan manajemen, sehingga dalam hal ini maka akan ada karyawan yang berposisi sebagai atasan dan ada karyawan yang berposisi sebagai bawahan.
Level posisi atasan dan bawahan diantara karyawan ini sangat dipengaruhi seberapa baik perolehan nilai, kualitas, prestasi dan kinerja karyawan dalam pekerjaannya sesuai job desk.
Sehingga suatu hal yang wajar bila setiap karyawan mesti harus bersaing sangat keras untuk menduduki level posisi terbaiknya yaitu sebagai atasan.
Jadi tentunya, seorang karyawan yang telah menduduki posisi atasan, semestinya adalah personal karyawan yang memang benar-benar sudah kompeten dan memenuhi syarat sebagai atasan.
Namun ternyata tidak juga sepenuhnya berlaku seperti itu, karena pada realitanya ada saja terjadi, bahwa seorang atasan ternyata tidak kompeten, bahkan seorang atasan justru kalah kompeten dengan bawahannya.
Mengapa ini bisa terjadi?
Ya, bisa dimungkinkan raihan posisi atasan tersebut diperoleh oleh karyawan dengan cara yang tidak fair seperti dengan cara main belakang, kolusi, nepotisme dan cara-cara yang tidak fair lainnya.
Atau dapat juga disebabkan karena memang belum bisa beradaptasi pada posisinya sebagai atasan, alhasil karena belum bisa menyesuaikan diri ini, maka yang terjadi justru seorang karyawan yang sudah meraih posisi sebagai atasan tersebut malah jadi tidak kompeten.
Bahkan nilai dan kualitas yang seharusnya semakin membaik karena sudah berada pada posisi sebagai atasan, disebabkan karena belum bisa melewati proses beradaptasi tersebut, ternyata nilai dan kualitas sebagai atasan justru semakin menurun drastis.
Beberapa hal inilah kiranya yang bisa dimungkinkan jadi penyebabnya, tentang kenapa seorang atasan itu ada yang tidak kompeten.
Lalu, bagaimana kiranya bila ternyata di kantor, ada atasan yang tidak kompeten ini, bagaimana para karyawan yang berposisi sebagai bawahan harus menyikapinya?
Secara umumnya yang berlaku hanya ada dua pilihan keputusan saja untuk menyikapinya, yaitu tetap menerima atasan tersebut dengan maklum dan tetap melakukan yang terbaik atau meninggalkan atasan tersebut dengan cara resign dari kantor untuk mencari kesempatan kerja di tempat lainnya yang lebih baik.
Kenapa hanya ada dua pilihan keputusan saja, karena yang jelas untuk mengubah atau mengarahkan atasan agar jadi lebih baik dan kompeten itu sangatlah sulit, meski ada kemungkinan bisa berhasil tapi kemungkinan bisa berhasilnya itu sangat kecil.
Jadi begini, di sini yang dimaksudkan oleh penulis adalah kalau ada karyawan bawahan yang mungkin ingin mengambil keputusan meninggalkan atasan tersebut dengan cara resign dari kantor, maka keputusan tersebut perlu dipertimbangkan lagi secara matang.
Bila kiranya kantor masih menawarkan masa depan yang cerah, atau ke depannya masih menjanjikan bagi karyawan bawahan untuk berkarir kenapa harus mengambil keputusan untuk resign dari kantor?
Memang benar, bila secara  idealnya yang berlaku dikantor itu, bahwa  a good boss itu adalah lebih penting daripada a good company.
Tapi yang perlu perlu jadi catatan adalah meninggalkan good opportunity karena sebab a bad boss itu bukanlah merupakan hal yang merugikan seorang atasan, namun justru dapat merugikan karyawan bawahan sendiri.
Sebab apa, karena memang tidak ada dampak dan pengaruhnya pada atasan bila karyawan bawahan mengambil keputusan untuk resign dari kantor, atasan akan tetap enjoy saja, bahkan atasan bisa cari karyawan lagi.
Yang menjadi kerugianya adalah ketika karyawan yang resign dari kantor karena alasan atasan tidak kompeten, maka karyawan harus mengulang lagi karirnya dari nol untuk mencari tempat baru yang cocok, belum lagi harus beradaptasi di lingkungan kerja yang baru tersebut.
Nah, inilah kiranya yang bisa jadi pertimbangan matang tersebut, jadi kalau karyawan bawahan memiliki atasan yang tidak kompeten jangan langsung resign dari kantor, tapi perlu dilihat dulu, apa plus dan minusnya.
Tentunya dalam hal ini juga, bukan berarti tidak ada cara untuk mencari solusi bila ada atasan yang tidak kompeten tersebut, meskipun sangat sulit tetapi tidak ada salahnya untuk berupaya.
Lalu bagaimanakah cara dan solusinya?
Ya, tidak ada salahnya sebagai karyawan bawahan agar atasannya jadi lebih kompeten, maka karyawan bawahan dapat membantunya dengan memberi saran dan masukan, yang jelas dalam hal saran dan masukan ini, jangan sampai atasan justru terkesan diajari.
Walau memang idealnya perlu dibantu dengan cara diajari agar dapat memahami bagaimana bertindak sesuai posisinya sebagai atasan, tapi perlu mencari sela dan momen yang tepat agar atasan dapat menerimanya dengan bijak dan senang hati.
Nah, jika karyawan bawahan sudah berusaha secara optimal dan maksimal untuk membantu agar kompetensi atasan bisa membaik tapi tidak ada perubahan berarti pada atasan.
Atau bila memang karir karyawan bawahan kedepannya sangat kecil peluangnya untuk dapat berkembang dan stuck karena atasan yang tidak kompeten.
Maka barulah bisa pilihan untuk mengambil keputusan resign dari kantor itu di eksekusi, karena dari pada punya atasan yang begitu-begitu saja, tidak kompeten dan masa depan karir juga sudah tidak lagi menjanjikan lebih baik resign saja dari kantor dan cari tempat lain yang mungkin bisa lebih menjanjikan bagi karir.
Inilah kiranya sedikit tulisan yang bisa penulis bagikan, semoga bisa bermanfaat, dan sekiranya masih banyak kekurangannya dan terkesan mengajari, mohon kiranya agar dapat dimaklumi dan dimaafkan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI