Author: Muhammad Sidiq Nursabil; M.Minan Chusni, M.Pd.Si
Indonesia terus bergerak menuju masa depan energi yang lebih bersih dan berkelanjutan. Salah satu lompatan terbesarnya hadir di Waduk Cirata, Jawa Barat di mana ribuan panel surya mengapung rapi di atas permukaan air, menciptakan pemandangan yang futuristik sekaligus penuh makna. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Cirata kini disebut-sebut sebagai yang terbesar di Asia Tenggara. Ia tak sekadar struktur, tetapi menjadi simbol keseriusan Indonesia dalam mempercepat transisi energi nasional.
Catatan: Artikel ini mengandung narasi observasional dan testimoni tidak langsung yang merepresentasikan sudut pandang masyarakat sekitar.
Sebagai negara tropis yang nyaris tak pernah kehabisan cahaya matahari, Indonesia memiliki potensi luar biasa untuk memanfaatkan energi surya. Tapi di tengah keterbatasan lahan, pilihan inovatif pun muncul: membangun panel-panel surya bukan di daratan, tapi di atas air. Teknologi PLTS terapung ini tak hanya menghemat ruang, tapi juga menjaga suhu air tetap stabil dan mengurangi penguapan. Menariknya, desainnya pun mempertimbangkan agar tidak menutupi seluruh permukaan air, demi menjaga ekosistem tetap sehat dan seimbang.
Data dari Kementerian ESDM menyebutkan bahwa kapasitas PLTS Cirata mencapai 145 MWac dengan luasan area sekitar 200 hektare, dikerjakan melalui kolaborasi PT PLN dengan perusahaan energi baru terbarukan Masdar asal Uni Emirat Arab. Proyek ini langsung terhubung ke sistem kelistrikan Jawa-Bali, menambah suplai bersih ke sistem energi nasional.
Dalam peta jalan energi Indonesia, keberadaan PLTS Cirata adalah bagian dari target ambisius mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060, dan peningkatan bauran energi terbarukan menjadi 23% pada tahun 2025. Target yang tidak kecil, namun sangat mungkin dicapai jika inovasi seperti ini terus dikembangkan. Menurut laporan IEA (2023), Indonesia menjadi salah satu negara berkembang dengan potensi pertumbuhan tercepat dalam instalasi energi surya, terutama jika diintegrasikan dengan solusi berbasis komunitas seperti PLTS terapung.
Sementara itu, IRENA (2022) mencatat bahwa kapasitas PLTS terapung global bisa mencapai lebih dari 4,6 TW jika seluruh waduk buatan dimanfaatkan secara optimal dan Indonesia, dengan ratusan waduk besar dan kecil, menyimpan potensi besar di sektor ini.
Namun, seperti halnya semua teknologi baru, PLTS terapung pun membawa tantangannya sendiri. Dari persoalan teknis seperti pengelolaan kabel dan daya tahan terhadap kelembapan ekstrem, hingga tantangan ekologis seperti perubahan sirkulasi oksigen dan dampaknya terhadap kehidupan ikan. Maka, pengembangan seperti di Cirata harus berjalan seiring dengan studi lingkungan yang serius, bukan sekadar memburu target energi.