"Apakah Ibu ingin Ayah benar-benar pergi?"
"Tidak, Nak. Bagaimanapun, Ibu mengkhawatirkan Ayahmu."
"Tapi lihat, Ibu tersiksa."
"Ayahmu jauh lebih tersiksa lagi."
Ibu mempertahankan keadaan buruk ini dari rumah kami, seolah-olah yakin pada sesuatu, tetapi sepertinya itu tidak membuat keadaan menjadi lebih baik. Ketika aku diizinkan keluar malam dan bergaul dengan anak-anak lain yang juga diizinkan keluar, aku mulai melihat apa yang Ayah lihat pada orang lain. Penyakit atau kesedihan yang aneh ini ada di dalam diri setiap orang. Anak-anak ini mengatakan bahwa Ayah orang yang tidak waras dan aku juga akan menjadi salah satunya.
Aku lantas berpikir apakah yang anak-anak lain katakan itu benar? Apakah aku akan menjadi orang yang tidak waras juga? Aku anak laki-laki lima belas tahun dan mulai melihat perubahan ini. Di sekolah, aku menulis hal-hal favoritku untuk melihat apakah aku berbeda, tetapi aku mencoba memastikan bahwa aku masih seperti teman-temanku yang normal.
Suatu hari di kelas, saat pelajaran ilmu hayat, aku belajar tentang bagaimana makhluk hidup bisa tinggal di dalam tubuh manusia. Mereka terdiri dari sel-sel kecil berupa mikroba, bakteri, dan virus, menggeliat-geliat di dalam tubuh dan menjadikan tubuh layaknya ekosistem yang berjalan. Aku memejamkan mata dan berupaya mendengarkan makhluk-makhluk ini seolah-olah mereka mencoba memberitahukanku banyak hal. Aku juga bertanya-tanya apakah mereka juga berbicara dengan Ayah? Rasanya ingin sekali aku menanyakan hal itu kepada Ayah secara langsung.
Keinginanku tersebut dihentikan oleh suara bel tanda waktu belajar berakhir. Ketika pulang sekolah, sesuatu membuat aku tertegun. Seseorang berdiri di samping mobil untuk menjemputku pulang.
"Ayah?"
Ayah mengangguk dan tersenyum kepadaku. "Hari ini kau tidak usah menunggu bus jemputan, Nak."
Ayah membukakan pintu mobil dan menyuruhku masuk. Aku duduk persis di sisi kirinya.