Mohon tunggu...
Sholehanailah Anindya
Sholehanailah Anindya Mohon Tunggu... Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat di Univeritas Airlangga

halo, semuanya

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Kesehatan Masyarakat dan Kontroversi Program KB di Indonesia

15 September 2025   19:50 Diperbarui: 15 September 2025   19:50 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Program Keluarga Berencana (KB) merupakan kebijakan jangka panjang  yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia untuk mengendalikan jumlah penduduk  dan membentuk keluarga sejahtera. Tujuan utamanya adalah meningkatkan kualitas  hidup ibu dan anak melalui kontrol kelahiran, perencanaan jarak kelahiran, serta  akses alat kontrasepsi seperti pil, kondom, dan IUD. Namun demikian, walaupun  manfaatnya diakui luas, program KB tetap menimbulkan perdebatan tertulis  berdasarkan dimensi kesehatan, sosial, hingga agama. Esai ini mengeksplorasi  kedua sisi dari argumen tersebut. 

Pertama, penurunan angka kematian ibu dan bayi merupakan dampak  signifikan dari KB. Dengan adanya pengaturan jarak kehamilan, tubuh ibu memiliki  waktu pemulihan yang cukup antara satu kehamilan dengan selanjutnya sehingga  risiko komplikasi dan kematian menurun. Penelitian menunjukkan bahwa  intervensi KB mampu mencegah sekitar 28--30% kematian ibu akibat kehamilan  berisiko, termasuk yang terjadi pada usia muda. 

Kedua, perbaikan kualitas asuhan anak juga menjadi manfaat penting.  Keluarga yang mengikuti KB cenderung lebih mampu memfokuskan sumber daya  (termasuk gizi, pendidikan, dan perhatian) pada anak sehingga kesehatan dan  perkembangan mereka lebih terjamin. 

Ketiga, pemberdayaan perempuan menjadi indikator sosial ekonomi. Akses  terhadap alat kontrasepsi memberi kontrol lebih atas tubuh dan reproduksi mereka  sehingga perempuan dapat merencanakan kehamilan selaras dengan pendidikan  atau karier mereka, berimbas positif pula pada pembangunan sumber daya manusia.

Namun, efek samping medis seperti perubahan hormon, mual, pusing,  fluktuasi berat badan, dan menstruasi tidak teratur sering dicatat oleh pengguna  kontrasepsi hormonal. Walau bersifat sementara, efek ini cukup untuk  menimbulkan kecemasan dan keraguan terhadap penggunaan KB. 

Selanjutnya, dari aspek demografi dan budaya, skeptisisme muncul terkait  risiko penurunan angka kelahiran yang drastis yang bisa memicu fenomena penuaan  populasi (aging population) jika tidak disikapi secara holistik. Hal ini mengingat  pengalaman di negara maju yang menghadapi tantangan demografi serupa akibat  kebijakan KB yang terlalu digalakkan. 

Tidak hanya itu, dari perspektif etika dan agama, program ini tidak selalu  diterima secara universal. Dalam pandangan sebagian masyarakat muslim, anak  dianggap sebagai rezeki ilahi; pengaturan kelahiran melalui KB dipandang seolah  menolak anugerah tersebut. Ada pula anggapan bahwa program ini bertentangan  dengan nilai-nilai keluarga atau budaya tradisional yang menganjurkan "banyak anak banyak rezeki". 

Terakhir, mengenai artikel kontroversial tentang penyediaan KB untuk  remaja: meskipun Permenkes dan PP No. 28 Tahun 2024 menyebutkan layanan  kontrasepsi sebagai bagian dari pelayanan reproduksi bagi remaja, ketentuan  tersebut tegas menyasar remaja yang sudah menikah saja (bukan semua remaja  secara umum) untuk menunda kehamilan pada usia yang belum ideal. Kritik muncul  karena masyarakat merasa kebijakan ini dapat disalahpahami sebagai izin terhadap  perilaku seksual di luar nikah; tetapi klarifikasi dari Kemenkes menekankan bahwa  tujuan utamanya adalah aspek kesehatan reproduksi dalam konteks pernikahan dini. 

Secara keseluruhan, program KB memiliki manfaat yang nyata dalam  menurunkan kematian ibu dan bayi, meningkatkan kualitas asuhan anak, serta  memberdayakan perempuan untuk berpartisipasi lebih luas dalam pendidikan dan  pekerjaan. Namun, penerapannya harus diiringi dengan perhatian terhadap efek  samping medis, keseimbangan demografi jangka panjang, serta sensitivitas sosial dan budaya termasuk dalam konteks agama. Kebijakan, terutama yang terkait  dengan kelompok rentan seperti remaja, harus dikomunikasikan dengan jelas dan  diberikan dalam kerangka hukum serta pendidikan yang tepat. Dengan demikian,  KB tetap relevan sebagai upaya kesehatan publik jika dilaksanakan secara inklusif,  adil, dan berbasis edukasi komprehensif. 

KATA KUNCI: Anak, Ibu, KB

DAFTAR PUSTAKA 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun