Pendidikan karakter telah selesai dijalani oleh 273 siswa dari berbagai daerah di Provinsi Jawa Barat (Jabar). Angkatan pertama yang mengikuti pendidikan karakter panca waluya atau yang selama ini dikenal dengan pendidikan di barak militer adalah siswa-siswi yang dianggap sulit ditangani secara kedisiplinan oleh orang tua maupun pihak sekolahnya. Â Mereka dipilih dari berbagai sekolah dengan indikasi prioritas terlibat dalam pergaulan bebas dan berbagai tindakan kriminal.Â
Kebijakan ini adalah langkah alternatif yang diputuskan oleh Gubernur Jabar Dedi Mulyadi setelah pihak orang tua dan pihak sekolah menyatakan tidak mampu menangani perilaku siswa-siswi tersebut. Dedi menegaskan pendekatan yang diambilnya ini bertujuan untuk membentuk ulang karakter sehingga mereka siap kembali ke sekolah dan masyarakat secara sehat dan bertanggung jawab.Â
Program yang bekerja sama dengan TNI AD ini mulai dilaksanakan sejak 2 Mei 2025, bertepatan dengan hari Pendidikan Nasional, di dua tempat yaitu Dodik Bela Negara Rindam III/Siliwangi di Bandung dan di Markas Resimen Artileri Medan (Menarmed) 1 Kostrad di Purwakarta. Program pembinaan ini bernama Pendidikan Karakter, Disiplin, dan Bela Negara Kekhususan.Â
"Jadi bukanlah pendidikan militer atau pendidikan ala militer," jelas Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigjen Wahyu Yudhayana, 2 Mei 2025, dikutip dari media Antara. Â Tenaga pendidik program ini berasal dari unsur TNI AD, Polri, dinas pendidikan, dinas kesehatan, Lembaga Perlindungan Anak (LPA), dan tenaga pendidik di berbagai bidang masing-masing.Â
Mengenali akar masalah anak
Selain pendidikan formal, fasilitas di barak juga menyediakan pendampingan mental dan spiritual. Disediakan guru bimbingan untuk konseling dan juga psikolog. Siswa-siswi diminta untuk menulis perasaan, menjawab kuesioner, hingga tes psikologi seperti menggambar. Selain itu, khusus untuk siswa beragama Islam, seorang ustaz rutin dihadirkan untuk memberikan ceramah dan kajian keagamaan untuk menanamkan nilai moral dan etika.Â
Ternyata selama di barak militer, seorang grafolog dilibatkan dalam upaya untuk membentuk ulang karakter dari siswa-siswi bermasalah ini. Beliau adalah Gusti Aju Dewi. Gusti Aju adalah grafolog bersertifikasi global yang pernah menjadi salah satu pembicara internasional pada Konferensi Forensik & Grafologi di La Universidad Interamericana para ed Desarrollo, Meksiko, September 2024 silam.Â
Dewi telah lulus uji sertifikasi kompetensi grafologi yang telah dilegalisasi melalui Apostille Konvensi Den Haag 1961 yang sah secara hukum di 92 negara. Legalitas kompetensi ini tidak bisa dikeluarkan oleh lembaga pelatihan biasa, tetapi harus melalui mekanisme resmi negara dan sesuai regulasi hukum internasional.Â
Gusti Dewi Aju adalah lulusan S1 jurusan Hubungan Internasional (HI), Universitas Parahyangan, Bandung dan sedang dalam program Magister Informatika di School of Computer Science Universitas Nusa Putra.Â
Pendiri institusi ISOG (Indonesian School of Graphologist) ini menjadi sorotan usai menyampaikan paparan analisisnya kepada Dedi Mulyadi mengenai anak-anak yang telah menyelesaikan Program Pendidikan Kebangsaan (PKK) di barak militer selama 18 hari.Â
Tahun 2013, Gusti Aju Dewi mendirikan PT KTP (Karakter Transformasi Pertiwi). Melalui nama perusahaan yang disingkat KTP seperti kartu identitas penduduk ini, Dewi ingin agar manusia secara individu mampu mengenali identitas dirinya yang sebenarnya, bukan berdasarkan kata orang.Â