Akuntansi adalah sesuatu yang berfungsi sebagai ekspresi makna manusia, ini bukan sesuatu yang tunduk pada sebab-akibat. Akuntansi adalah proses menulis kehidupan manusia dengan simbol ekonomi dan moral. Jadi, ketika kita membaca laporan keuangan, kita sedang membaca sebuh buku yang sangat penting, yang mengungkapkan sejarah perushaan, prinsip budaya, dan keinginan manusia untuk menemukan keseimbangan dalam hidup.
Wilhelm Dilthey berpendapat bahwa memahami manusia adalah perjalanan moral dan eksistesial selain masalah intelektual. Wilhelm Dilthey melihat hermeneutika sebagai cara untuk menghidupkan kembali nilai-nilai kehidupan dalam ilmu untuk mencegah pengetahuan menjadi stagnan dan terpisah. Pandangan ini menjadi kritik yang tajam dalam akuntansi terhadap pendekatan positivistik yang menganggap laporan keuangan hanya sebagai data numerik. Wilhelm Dilthey mengingatkan bahwa angka-angka tersebut menunjukkan nilai kehidupan, empati, dan kewajiban moral. Oleh karena itu, aksiologi hermeneutic akuntansi terdiri dari tiga pilar utama, yaitu; nilai hidup, empati, dan angka dan makna moralnya. Terdapat hubungan erat diantara tiga dimensi ini yang membuat akuntansi menjadi praktik moral yang lebih dari sekadar sistem pengukuran.
Wilhelm Dilthey menentang gagasan bahwa nilai berasal dari luar ilmu, sebaliknya Wilhelm Dilthey percaya bahwa nilai adalah aspek dalam kehidupan, bagian dari cara manusia memahami dunia dan memengaruhi tindakannya. Semua pengetahuan yangÂ
mengabaikan nilai akan kehilangan jiwanya. Nilai ada di balik setiap angka dalam akuntansi. Laporan keuangan bukan sekadar hitung-hitungan, melainkan menunjukkan nilai sosial dan moral masyarakat yang membuatnya, sebagai contoh:
- Akuntansi korporasi kapitalistik mengutamakan efisiensi, keuntungan, dan pertumbuhan, dengan fokus pada kinerja ekonomi dan penguasaan pasar.
- Tanggung jawab, keberlanjutan, dan keadilan distributive adalah prinsip yang ditemukan dalam akuntan sosial.
- Akuntansi religious atau spiritual menunjukkan prinsip kesyukuran, keseimbangan, dan keberkahan etika.
Dengan kata lain, angka selalu dipengaruhi oleh nilai-nilai manusia yang menulisnya.
Pemahaman yang dihasilkan dari penelitian hermeneutik selalu bergerak di sekitar horizon nilai. Peneliti akuntansi kini bertayna "berapa besar laba?" daripada "apa arti laba bagi komunitas ini?" contohnya adalah, dalam penelitian akuntansi yang didasarkan pada budaya Jawa, "laba" dianggap sebagai keseimbangan antara usaha lahir dan doa batun, bukan sekadar surplus ekonomi. Di sini, angka laba berfungsi sebagai simbol harmoni, bukan sekadar hasil kalkulasi. Oleh karena itu, nilai berfungsi sebagai kompas pemahaman, karena ia menunjukkan jalan hidup yang ingin dimengerti menusia melalui aktivitas ekonominya.
Menurut Wilhelm Dilthey, pemahaman yang benar tidak dapat diperoleh dari jarak jauh. Menghidupkan kembali pengalaman batin orang lain adalah kunci untuk memahami manusia. Proses ini dikenal sebagai Einfhlung atau empati yang menghasilkan pemahaman. Empati mengubah cara anda melihat angka dalam akuntansi. Peneliti, auditor, dan akuntan sekarang lebih dari sekadar pengamat, yang menjadi penafsir yang terlibat dalam kehidupan ekonomi orang lain.
a. Empati dalam Praktik Akuntansi, empati menjadi landasan moral bagi setiap proses pencatatan dan pelaporan
- Seorang akuntan yang berempati memahami bahwa nasib pekerja, pengorbanan waktu, dan tanggung jawab keluarga berada di balik angka "biaya."
- Seorang auditor yang berempati tidak hanya memeriksa kepatuhan formal, tetapi juga memahami tekanan moral dan psikologis yang terlibat dalam keputusan manajer.
Dengan demikian, empati menjadi penghubung antara ilmu dan kemanusiaan.
b. Empati sebagai Prinsip Aksiologis Hermeneutik, terdapat dua fungsi utama empati, yaitu:
- Sebagai metode pemahaman, untuk menghidupkan kembali secara mendalam pengalaman batin orang lain.
- Sebagai etika penelitian, menghormati autonomi subjek dan pengalaman mereka.
Dengan empati, hermeneutika akuntansi menghasilkan pendekatan yang manusiawi, sehingga pengetahuan tidak hanya logis, tetapi juga baik secara moral.