Wilhelm Dilthey menolak gagasan bahwa realitas sosial, termasuk akuntansi berdiri di luar manusia. Wilhelm Dilthey percaya bahwa realitas sebenarnya adalah kehidupan itu sendiri (das Leben). Dunia hidup yang dihayati, atau Lebenswelt, adalah tempat di mana manusia hidup, bukan dunia yang netral dan objektif. Akuntan tidak hanya mencatat angka atau melaporkan transaksi di dunia nyata, melainkan melakukan tindakan sosial dan simbol ekonomi untuk mengungkapkan kehidupannya. Menurut Wilhelm Dilthey, ontology hermeneutik berbeda dengan ontologi benda atau hukum kausal. Oleh karena itu, angka, bahasa, laporan, dan simbol-simbol administratif menunjukkan akuntansi sebagai bagian dari kehidupan. Angka selalu memiliki makna dalam kehidupan manusia, angka menunjukkan pengalaman dan nilai hidup masyarakat tempat mereka dibesarkan. Akibatnya, makna akuntansi dapat berbeda di dalam setiap masyarakat sosial. Laba adalah sarana rezeki dan keberkahan dalam pandangan pedagang tradisional, bukan hanya ukuran keuntungan, rasa terima kasih, doa, dan kepercayaan menyertai setiap transaksi. Di dalam dunia korporasi modern, laba adalah simbol performa dan letimigasi publik yang menjadi ukuran prestasi dan kepercayaan investor. Di dalam dunia spiritual, seperti pesantren atau bisnis yang berbasis nilai keagamanaan, keuntungan dilihat sebagai keseimbangan moral antara usaha dan doa, dan antara tanggung jawab duniawi dan spriritual. Fakta akuntansi selalu bersifat intersubjektif dan bersifat historis, artinyaÂ
adalah maknanya dibentuk oleh sejarah kebudayaan dan perjanjian sosial yang dibuat oleh orang-orang. Akuntansi koperasi desa di Indonesia yang didasarkan pada nilai gotong royong pasti berbeda dengan praktik akuntansi kapitalisme Eropa abad ke-19. Seperti neraca, utang, dan modal. Simbol-simbol ini memiliki makna sosial yang berbeda di setiap zaman dan budayanya. Contohnya, yaitu:
- Akuntansi yang dibuat oleh pemerintah kolonial Belanda menunjukkan alasan untuk kontrol dan dominasi.
- Akuntansi koperasi desa menunjukkan prinsip solidaritas dan kepercayaan satu sama lainnya,
- Menurut akuntansi spiritual Jawa, keseimbangan antara dunia fisik dan spiritual adalah penting,
Akibatnya, akuntansi adalah hasil dari percakapan lama antara manusia dan kehidupan mereka dan tidak dapat dilepaskan dari sejarah dan budayanya.
Wilhelm Dilthey mengatakan bahwa menusia selalu mengekspresikan kehidupan batinnya melalui Ausdruck (ekspreksi). Jalan kehidupan untuk menampakkan dirinya dalam dunia empiris adalah melalui ekspresi ini. Angka, laporan tahunan, dan administratif lainnya adalah cara simbol ekonomi dalam akuntansi menggambarkan kehidupan.
a) Simbol sebagai Tanda Makna (Spuren des Lebens), misalnya simbol akuntansi merupakan tanda kehidupan nyata lebih darai sekadar alat komunikasi teknis:
- Rasa aman dan kontrol organisasi ditunjukkan oleh saldo kas mereka,
- Laporan tahunan adalah upaya untuk mendapatkan perhatian dan diingat,
- Dalam lembaga sosial, neraca moral berfungsi sebagai representasi nilai spiritual dan komitmen moral
b) Bahasa Akuntansi sebagai Bahasa Simbolik Kehidupan, bahasa akuntansi adalah bahasa simbolik, berbicara tentang orang melalui angka. Laporan keuangan, seperti karya sastra, mengandung cerita tentang harapan, tugas, dan perjuangan organisasi. Manusia menulis "otobiografi ekonominya" melalui laporan keuangan. Misalnya, jika sebuah perusahaan menulis dalam laporan tahunannya bahwa "kinerja tahun ini menurun karena kondisi global" itu sebenarnya menunjukkan kekhawatiran, kemandirian, dan keyakinan yang mendasari keputusan yang dibuat oleh perusahaan.
Ekspresi (Ausdruck): Manifestasi Ontologis dari Jiwa Sosial
Ausdruck didefinisikan sebagai jembatan antara pengalaman batin (Erlebnis) dan pemahaman (Verstehen) dalam kerangka Wilhelm Dilthey. Kehidupan batin dapat dikomunikasikan memalui ekspresi, sehingga orang lain dapat memahaminya. Di dalam akuntansi, Ausdruck hadir melalui pencatatan keuangan, laporan tahunan, dan simbol angka. Setiap pencatatan menunjukkan pilihan moral, tanggung jawab sosial, atau kesadaran religius. Contohnya adalah:
- Keputusan yang dibuat oleh manajemen untuk mengungkapkan kerugian secara terbuka merupakan tindakan moral lebih dari hanya keputusan teknis.
- Jika sebuah lembaga sosial mencatat donasi masyarakat dalam laporan keuangannya, itu merupakan bukti rasa terima kasih dan tanggung jawab moral.
Menurut perspektif ini, akuntansi adalah representasi jiwa sosial, karena ia menunjukkan struktur internal masyarakat, nilai kerja, dan iman yang menghidupinya.
Wilhelm Dilthey menentang pandangan dualism yang membedakan manusia dari dunia. Menurutnya, pengalama hidup menyatukan manusia dan dunia, demikian pula dalam akuntansi hermeneutik, akuntansi adalah bagian dari manusia. Angka-angka ada karena manusia memberi mereka makna. Akibatnya, akuntansi berfungsi untuk menciptakan realitas sosial baru, bukan hanya untuk mencatat fakta ekonomi. Perusahaan menulis laporan untuk mengubah persepsi, harapan, dan kepercayaan, contohnya: laporan tahunan perusahaan merupakan panggung narasi dan dokumen formal bagi regulator. Bahasa yang digunakan, cara menjelaskan pencapaian, dan bahkan pemilihan gambar dan angka semuanya mencerminkan nilai dan identitas organisasi. Semua sistem akuntansi menunjukkan karakter sejarah masyarakatnya. Akuntansi, mulai dari akuntansi kolonial yang kaku dan rasional hingga akuntansi koperasi desa yang percaya, berbicara tentang kisah batin manusia yang berbeda. Terdapat tiga aspek ontologis utama akuntansi hermeneutic Wilhelm Dilthey, yaitu:
- Aspek Dunia Hidup (Lebenswelt), akuntansi selalu berakar pada pengaaman historis dan intersubjektif masyarakat, dan merupakan bagian dari dunia sosial yang hidup.
- Aspek Simbol (Symbol), praktik akuntansi adalah representasi dari kehidupan yang menunjukkan nilai, rasa, dan makna manusia terhadap tanggung jawab ekonominya.
- Aspek Ekspresi (Ausdruck), akuntansi merupakan ekspresi jiwa sosial dan spiritual manusia yang menampakkan diri melalui angka, teks, dan administrasi.