Mohon tunggu...
Shinta Tiara Kartika
Shinta Tiara Kartika Mohon Tunggu... Universitas Mercu Buana

Shinta Tiara Kartika | NIM 43223010131 | Mahasiswa | S1 Akuntansi | Fakultas Ekonomi dan Bisnis | Universitas Mercu Buana | Dosen Pengampu: Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Teori Akuntansi Pendekatan Hermeneutik Wilhelm Dilthey

15 Oktober 2025   06:23 Diperbarui: 15 Oktober 2025   06:30 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kuis, Modul Kuliah Prof Apollo, FEB UMB 2025

Pendahuluan:
Pandangan positivistik yang menekankan pada angka, pengukuran, dan kejujuran merupakan pendekatan yang paling umum digunakan dalam perkembangan ilmu akuntansi modern. Seringkali, akuntansi hanya dianggap sebagai alat untuk mencatat dan menampilkan informasi keuangan perusahaan dengan benar. Pandangan ini berpendapat bahwa angka-angka dalam laporan keuangan dapat secara objektif dan tanpa pengaruh nilai menunjukkan keadaan sebenarnya suatu perusahaan. faktanya, akuntansi bukanlah sekadar angka, tetapi tentang manusia, nilai, dan lingkungan sosial. Setiap keputusan yang dibuat untuk membuat laporan keuangan memiliki arti dan interpretasi yang berbeda, tergantung dengan yang dipikirkan dan dialami oleh pelaku. Artinya akuntansi tidak sepenuhnya objektif, karena terdapat pertimbangan sosial dan budaya yang memengaruhinya. Oleh karena itu, terdapat pandangan baru yang mencoba untuk memahami akuntansi secara lebih mendalam. Salah satu pendekatan ini adalah pendekatan hermeneutik. Hermeneutik merupakan cabang filsafat yang menafsirkan dan memahami teks atau peristiwa sosial. Wilhelm Dilthey (1833-1911) merupakan tokoh penting dalam perkembangan hermeneutik. Wilhelm Dilthey berpendapat bahwa ilmu alam tidak dapat disamakan dengan ilmu sosial, karena ilmu alam berusaha untuk menjelaskan (erklren), yaitu fenomena melalui sebab dan akibat, sedangkan ilmu sosial berusaha memahami (verstehen), makna yang ada di balik tindakan manusia. Menurut Wilhelm Dilthey, manusia adalah makhluk yang memiliki pengalaman dan makna hidup yang harus dipahami melalui pemahaman konteks dan sejarah mereka. Dalam cabang akuntansi, pandangan Wilhelm Dilthey menjelaskan bahwa laporan keuangan adalah hasil dari interpretasi manusia terhadap realitas ekonomi, dan bukan hanya proses teknis. Oleh karena itu, pendekatan hermeneutik dapat membantu dalam memahami akuntansi sebagai kegiatan sosial yang penuh dengan makna dan nilai, daripada hanya sistem pencatatan. Wilhelm Dilthey menentang perspektif positivistik yang berpendapat bahwa ilmu alam dapat dipelajari dengan cara yang sama dengan ilmu sosial. Wilhelm Dilthey menekankan bahwa memahami manusia memerlukan pemahaman sejarah dan makna tindakan mereka. Menurut Wilhelm Dilthey, manusia memahami dunia melalui pengalaman hidup (Erlebnis), dan pemahaman pengalaman tersebut adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan pengetahuan tentang manusia. Oleh karena itu, hermeneutik bagi Wilhelm Dilthey bukan hanya menafsirkan teks, tetapi juga cara untuk memahami makna tindakan manusia. Dalam hermeneutik, pemahaman tidak hanya sekadar mencari informasi, tetapi juga mencari makna yang lebih dalam dari peristiwa. Wilhelm Dilthey berpendapat bahwa penelitian sosial harus berkonsentrasi pada pemahaman makna hidup manusia, daripada hanya mengumpulkan data. Wilhelm Dilthey juga berpendapat bahwa tujuan ilmu sosial adalah untuk memahami (verstehen), bukan hanya sekadar menjelaskan (erklren), setiap tindakan manusia memiliki makna khusus yang dapat dipahami hanya dengan memahami konteks sosial, budaya, dan sejarah di mana tindakan tersebut terjadi. Dengan kata lain, ilmu sosial selalu bergantung pada interpretasi. Latar belakang nilai, dan pengalaman pribadi seseorang memengaruhi pemahaman tentang suatu peristiwa, karena dapat membawa perspektif dan pemahamannya sendiri dalam proses ini, dan tidak dapat benar-benar netral. Oleh karena itu, Wilhelm Dilthey, melihat bahwa manusia bukan hanya pengamat pasif, tetapi juga manusia membuat makna. Manusia secara aktif mempelajari dunia sosialnya melalui proses pemahaman. Pendekatan hermeneutik dapat membantu dalam memahami akuntansi yang mencangkup makna dan interpretasi selain pencatatan angka. Misalnya, laporan keuangan yang menunjukkan perspektif, nilai, dan motivasi para penyusunnya lebih dari sekadar kumpulan data kuantitatif. Seorang akuntan tidak hanya mencatat data ekonomi, tetapi juga menafsirkannya berdasarkan apa yang mereka ketahui dan alami. Oleh karena itu, akuntansi adalah proses interpretasi yang dipengaruhi oleh sosial dan budaya organisasi, serta aturan yang berlaku. Wilhelm Dilthey juga menekankan betapa pentingnya memahami fenomena sosial melalui sejarah. Hal ini berkaitan dengan akuntansi, karena pengembangan sistem dan standar akuntansi modern dipengaruhi oleh perubahan sosial, ekonomi, dan politik. Jadi, memahami akuntansi secara hermeneutik berarti memahami bagaimana dan mengapa sistem terbentuk, serta nilai-nilainya. Teori hermeneutic Wilhelm Dilthey merevolusi pandangan terhadap akuntansi yang mengajak untuk melihat akuntansi sebagai hal yang lebih dari sekadar alat untuk mencatat transaksi ekonomi, tetapi juga sebagai kegiatan manusia yang penting. Pendekatan hermeneutik menekankan pentingnya konteks, makna, dan pengalaman dalam sejarah yang memungkinkan pemahaman akuntansi secara lebih manusiawi dan mandalam. Akuntansi tidak hanya sekadar kumpulan angka, tetapi juga mewakili budaya, nilai, dan pemahaman manusia tentang kehidupan ekonomi.

Epistemologi Hermeneutik:

Naturwissenschaften dan Geisteswissenschaften

Wilhelm Dilthey menyatakan bahwa terdapat dua cara untuk memahami dunia, yaitu ilmu roh atau humaniora yang berfokus padakehidupan batin, makna, dan ekspresi spiritual menusia yang hanya dapat dipahami, bukan sepenuhnya dijelaskan melalui metode ilmiah kuantitatif. Sementara ilmu alam berfokus pada fenomena luar yang dapat diamati dan dijelaskan secara kausal. Perbedaan ini sangat penting dalam akuntansi. Akuntansi sekarang sering dianggap sebagai ilmu alam sosial yang mengikuti metode kuantitatif dan empiris yang objektif. Kerangka berpikir tersebut mengandalkan pengukuran, generalisasi, dan penelitian statistik. Hermeneutik Wilhelm Dilthey mengingatkan bahwa akuntansi adalah ilmu manusia, karena mencangkup makna, nilai, dan kehidupan sehari-hari para pelaku ekonomi.

Metafora Fisiologi dan Psikologi

Wilhelm Dilthey menggunakan dua metafora, yaitu fisiologi dan psikologi sebagai cara epistemologis:

  • Fisiologi, untuk mempelajari dunia luar. Ini adalah kerangka berpikir positivistik dalam akuntansi yang melihat perusahaan dan laporan keuangan sebagai entitas eksternal yang dapat diukur. Salah satu contohnya adalah penelitian tentang hubungan antara leverage dan profatibilitas atau tentang bagaimana nilai pasar dipengaruhi oleh tanggungjawab sosial perusahaan (CSR). Semua fenomena direduksi menjadi angka, dan peneliti memposisikan dirinya seperti dokter yang melihat pasien dari luar.
  • Psikologi: yaitu mempelajari inti manusia. Tidak hanya melihat dari gejala, tetapi juga merasakan dan menghidupkan kembali pengalaman dalam subjek (nacherleben). Menafsirkan bagaimana pelaku ekonomi melihat angka, laba, utang, atau tanggung jawab dalam akuntansi hermeneutik. Contoh penerapannya adalah ketika akuntan percaya bahwa pengakuan beban akan merusak kepercayaan stakeholder atau ketika manajemen merasa bersalah karena mengurangi manfaat karyawan, meskipun harus mempertahankan bisnis

Epistemologi Ganda dalam Teori Akuntansi

Wilhelm Dilthey menunjukkan bahwa meskipun terdapat perbedaan dalam pendekatan dan rasionalitas, pengetahuan tentang manusia tetap rasional. Wilhelm Dilthey menentang teori positivistik bahwa hanya analisis eksakta yang benar. Ini berarti mengakui dia epistemologi dalam akuntansi, yaitu:

  • Epistemologi luar (fisiologis), yaitu akuntansi sebagai sistem pengukuran kontrol, menggunakan metrik, data empiris, dan analisis statistik.
  • Epistemologi (psikologi hermeneutik), yaitu akuntansi sebagai sistem komunikasi simbolik, dimana angka merupakan bagian dari cerita hidup pelaku ekonomi

Kedua epistemologi tersebut saling melengkapi, bukan sebagai lawan. Jika dikombinasikan dengan pemahaman yang lebih baik tentang makna dan tekanan yang menyertai angka, pengukuran eksternal akan menjadi signifikan.

Dalam konsep hermeneutik Wilhelm Dilthey menggambarkan peneliti akuntansi sebagai penafsir makna dan tidak hanya sebagai pengamat. Sebaliknya, mereka terlibat secara langsung dalam proses memahami fenomena ekonomi. Peneliti hermeneutic mencoba mengungkap makna sosial, moral, dan spiritual yang tersembunyi dalam laporan keuangan, tidak hanya secara teknis. Wilhelm Dilthey membawa kembali akuntansi ke akar kemanusiaan melalui epistemologi hermeneutik. Wilhelm Dilthey menolak gagasan bahwa angka hanyalah representasi kehidupan yang perlu dipahami, bukan realitas. Dengan memahaminya, peneliti akuntansi diajak untuk memahami dunia ekonomi sebagai kehidupan yang perlu dipahami, bukan sebagai objek yang perlu dijelaskan. Dunia ini berbicara melalui angka, laporan, dan keputusan moral manusia.

Ontologi Hermeneutik: Ketika Kehidupan Menjadi Realitas

Wilhelm Dilthey menolak gagasan bahwa realitas sosial, termasuk akuntansi berdiri di luar manusia. Wilhelm Dilthey percaya bahwa realitas sebenarnya adalah kehidupan itu sendiri (das Leben). Dunia hidup yang dihayati, atau Lebenswelt, adalah tempat di mana manusia hidup, bukan dunia yang netral dan objektif. Akuntan tidak hanya mencatat angka atau melaporkan transaksi di dunia nyata, melainkan melakukan tindakan sosial dan simbol ekonomi untuk mengungkapkan kehidupannya. Menurut Wilhelm Dilthey, ontology hermeneutik berbeda dengan ontologi benda atau hukum kausal. Oleh karena itu, angka, bahasa, laporan, dan simbol-simbol administratif menunjukkan akuntansi sebagai bagian dari kehidupan. Angka selalu memiliki makna dalam kehidupan manusia, angka menunjukkan pengalaman dan nilai hidup masyarakat tempat mereka dibesarkan. Akibatnya, makna akuntansi dapat berbeda di dalam setiap masyarakat sosial. Laba adalah sarana rezeki dan keberkahan dalam pandangan pedagang tradisional, bukan hanya ukuran keuntungan, rasa terima kasih, doa, dan kepercayaan menyertai setiap transaksi. Di dalam dunia korporasi modern, laba adalah simbol performa dan letimigasi publik yang menjadi ukuran prestasi dan kepercayaan investor. Di dalam dunia spiritual, seperti pesantren atau bisnis yang berbasis nilai keagamanaan, keuntungan dilihat sebagai keseimbangan moral antara usaha dan doa, dan antara tanggung jawab duniawi dan spriritual. Fakta akuntansi selalu bersifat intersubjektif dan bersifat historis, artinya 

adalah maknanya dibentuk oleh sejarah kebudayaan dan perjanjian sosial yang dibuat oleh orang-orang. Akuntansi koperasi desa di Indonesia yang didasarkan pada nilai gotong royong pasti berbeda dengan praktik akuntansi kapitalisme Eropa abad ke-19. Seperti neraca, utang, dan modal. Simbol-simbol ini memiliki makna sosial yang berbeda di setiap zaman dan budayanya. Contohnya, yaitu:

  • Akuntansi yang dibuat oleh pemerintah kolonial Belanda menunjukkan alasan untuk kontrol dan dominasi.
  • Akuntansi koperasi desa menunjukkan prinsip solidaritas dan kepercayaan satu sama lainnya,
  • Menurut akuntansi spiritual Jawa, keseimbangan antara dunia fisik dan spiritual adalah penting,

Akibatnya, akuntansi adalah hasil dari percakapan lama antara manusia dan kehidupan mereka dan tidak dapat dilepaskan dari sejarah dan budayanya.

Wilhelm Dilthey mengatakan bahwa menusia selalu mengekspresikan kehidupan batinnya melalui Ausdruck (ekspreksi). Jalan kehidupan untuk menampakkan dirinya dalam dunia empiris adalah melalui ekspresi ini. Angka, laporan tahunan, dan administratif lainnya adalah cara simbol ekonomi dalam akuntansi menggambarkan kehidupan.

a) Simbol sebagai Tanda Makna (Spuren des Lebens), misalnya simbol akuntansi merupakan tanda kehidupan nyata lebih darai sekadar alat komunikasi teknis:

  • Rasa aman dan kontrol organisasi ditunjukkan oleh saldo kas mereka,
  • Laporan tahunan adalah upaya untuk mendapatkan perhatian dan diingat,
  • Dalam lembaga sosial, neraca moral berfungsi sebagai representasi nilai spiritual dan komitmen moral

b) Bahasa Akuntansi sebagai Bahasa Simbolik Kehidupan, bahasa akuntansi adalah bahasa simbolik, berbicara tentang orang melalui angka. Laporan keuangan, seperti karya sastra, mengandung cerita tentang harapan, tugas, dan perjuangan organisasi. Manusia menulis "otobiografi ekonominya" melalui laporan keuangan. Misalnya, jika sebuah perusahaan menulis dalam laporan tahunannya bahwa "kinerja tahun ini menurun karena kondisi global" itu sebenarnya menunjukkan kekhawatiran, kemandirian, dan keyakinan yang mendasari keputusan yang dibuat oleh perusahaan.

Ekspresi (Ausdruck): Manifestasi Ontologis dari Jiwa Sosial

Ausdruck didefinisikan sebagai jembatan antara pengalaman batin (Erlebnis) dan pemahaman (Verstehen) dalam kerangka Wilhelm Dilthey. Kehidupan batin dapat dikomunikasikan memalui ekspresi, sehingga orang lain dapat memahaminya. Di dalam akuntansi, Ausdruck hadir melalui pencatatan keuangan, laporan tahunan, dan simbol angka. Setiap pencatatan menunjukkan pilihan moral, tanggung jawab sosial, atau kesadaran religius. Contohnya adalah:

  • Keputusan yang dibuat oleh manajemen untuk mengungkapkan kerugian secara terbuka merupakan tindakan moral lebih dari hanya keputusan teknis.
  • Jika sebuah lembaga sosial mencatat donasi masyarakat dalam laporan keuangannya, itu merupakan bukti rasa terima kasih dan tanggung jawab moral.

Menurut perspektif ini, akuntansi adalah representasi jiwa sosial, karena ia menunjukkan struktur internal masyarakat, nilai kerja, dan iman yang menghidupinya.

Wilhelm Dilthey menentang pandangan dualism yang membedakan manusia dari dunia. Menurutnya, pengalama hidup menyatukan manusia dan dunia, demikian pula dalam akuntansi hermeneutik, akuntansi adalah bagian dari manusia. Angka-angka ada karena manusia memberi mereka makna. Akibatnya, akuntansi berfungsi untuk menciptakan realitas sosial baru, bukan hanya untuk mencatat fakta ekonomi. Perusahaan menulis laporan untuk mengubah persepsi, harapan, dan kepercayaan, contohnya: laporan tahunan perusahaan merupakan panggung narasi dan dokumen formal bagi regulator. Bahasa yang digunakan, cara menjelaskan pencapaian, dan bahkan pemilihan gambar dan angka semuanya mencerminkan nilai dan identitas organisasi. Semua sistem akuntansi menunjukkan karakter sejarah masyarakatnya. Akuntansi, mulai dari akuntansi kolonial yang kaku dan rasional hingga akuntansi koperasi desa yang percaya, berbicara tentang kisah batin manusia yang berbeda. Terdapat tiga aspek ontologis utama akuntansi hermeneutic Wilhelm Dilthey, yaitu:

  • Aspek Dunia Hidup (Lebenswelt), akuntansi selalu berakar pada pengaaman historis dan intersubjektif masyarakat, dan merupakan bagian dari dunia sosial yang hidup.
  • Aspek Simbol (Symbol), praktik akuntansi adalah representasi dari kehidupan yang menunjukkan nilai, rasa, dan makna manusia terhadap tanggung jawab ekonominya.
  • Aspek Ekspresi (Ausdruck), akuntansi merupakan ekspresi jiwa sosial dan spiritual manusia yang menampakkan diri melalui angka, teks, dan administrasi.

Akuntansi adalah sesuatu yang berfungsi sebagai ekspresi makna manusia, ini bukan sesuatu yang tunduk pada sebab-akibat. Akuntansi adalah proses menulis kehidupan manusia dengan simbol ekonomi dan moral. Jadi, ketika kita membaca laporan keuangan, kita sedang membaca sebuh buku yang sangat penting, yang mengungkapkan sejarah perushaan, prinsip budaya, dan keinginan manusia untuk menemukan keseimbangan dalam hidup.

Wilhelm Dilthey berpendapat bahwa memahami manusia adalah perjalanan moral dan eksistesial selain masalah intelektual. Wilhelm Dilthey melihat hermeneutika sebagai cara untuk menghidupkan kembali nilai-nilai kehidupan dalam ilmu untuk mencegah pengetahuan menjadi stagnan dan terpisah. Pandangan ini menjadi kritik yang tajam dalam akuntansi terhadap pendekatan positivistik yang menganggap laporan keuangan hanya sebagai data numerik. Wilhelm Dilthey mengingatkan bahwa angka-angka tersebut menunjukkan nilai kehidupan, empati, dan kewajiban moral. Oleh karena itu, aksiologi hermeneutic akuntansi terdiri dari tiga pilar utama, yaitu; nilai hidup, empati, dan angka dan makna moralnya. Terdapat hubungan erat diantara tiga dimensi ini yang membuat akuntansi menjadi praktik moral yang lebih dari sekadar sistem pengukuran.

Wilhelm Dilthey menentang gagasan bahwa nilai berasal dari luar ilmu, sebaliknya Wilhelm Dilthey percaya bahwa nilai adalah aspek dalam kehidupan, bagian dari cara manusia memahami dunia dan memengaruhi tindakannya. Semua pengetahuan yang 

mengabaikan nilai akan kehilangan jiwanya. Nilai ada di balik setiap angka dalam akuntansi. Laporan keuangan bukan sekadar hitung-hitungan, melainkan menunjukkan nilai sosial dan moral masyarakat yang membuatnya, sebagai contoh:

  • Akuntansi korporasi kapitalistik mengutamakan efisiensi, keuntungan, dan pertumbuhan, dengan fokus pada kinerja ekonomi dan penguasaan pasar.
  • Tanggung jawab, keberlanjutan, dan keadilan distributive adalah prinsip yang ditemukan dalam akuntan sosial.
  • Akuntansi religious atau spiritual menunjukkan prinsip kesyukuran, keseimbangan, dan keberkahan etika.

Dengan kata lain, angka selalu dipengaruhi oleh nilai-nilai manusia yang menulisnya.

Pemahaman yang dihasilkan dari penelitian hermeneutik selalu bergerak di sekitar horizon nilai. Peneliti akuntansi kini bertayna "berapa besar laba?" daripada "apa arti laba bagi komunitas ini?" contohnya adalah, dalam penelitian akuntansi yang didasarkan pada budaya Jawa, "laba" dianggap sebagai keseimbangan antara usaha lahir dan doa batun, bukan sekadar surplus ekonomi. Di sini, angka laba berfungsi sebagai simbol harmoni, bukan sekadar hasil kalkulasi. Oleh karena itu, nilai berfungsi sebagai kompas pemahaman, karena ia menunjukkan jalan hidup yang ingin dimengerti menusia melalui aktivitas ekonominya.

Menurut Wilhelm Dilthey, pemahaman yang benar tidak dapat diperoleh dari jarak jauh. Menghidupkan kembali pengalaman batin orang lain adalah kunci untuk memahami manusia. Proses ini dikenal sebagai Einfhlung atau empati yang menghasilkan pemahaman. Empati mengubah cara anda melihat angka dalam akuntansi. Peneliti, auditor, dan akuntan sekarang lebih dari sekadar pengamat, yang menjadi penafsir yang terlibat dalam kehidupan ekonomi orang lain.

a. Empati dalam Praktik Akuntansi, empati menjadi landasan moral bagi setiap proses pencatatan dan pelaporan

  • Seorang akuntan yang berempati memahami bahwa nasib pekerja, pengorbanan waktu, dan tanggung jawab keluarga berada di balik angka "biaya."
  • Seorang auditor yang berempati tidak hanya memeriksa kepatuhan formal, tetapi juga memahami tekanan moral dan psikologis yang terlibat dalam keputusan manajer.

Dengan demikian, empati menjadi penghubung antara ilmu dan kemanusiaan.

b. Empati sebagai Prinsip Aksiologis Hermeneutik, terdapat dua fungsi utama empati, yaitu:

  • Sebagai metode pemahaman, untuk menghidupkan kembali secara mendalam pengalaman batin orang lain.
  • Sebagai etika penelitian, menghormati autonomi subjek dan pengalaman mereka.

Dengan empati, hermeneutika akuntansi menghasilkan pendekatan yang manusiawi, sehingga pengetahuan tidak hanya logis, tetapi juga baik secara moral.

Makna Moral pada Angka Akuntansi

Dalam perspektif hermeneutik, angka adalah representasi moral yang hidup, bukan realitas yang sudah mati. Setiap angka berasal dari pilihan etis, seperti kejujuran, tanggung jawab, dan niat baik (guter Wille).

a. Angka sebagai Teks Moral

Angka adalah teks yang menceritakan kisah moral manusia. Ia memiliki banyak makna dan dapat dibaca seperti karya sastra, sebagai contoh:

  • Neraca menunjukkan keseimbangan moral antara hak dan kewajiban seseorang.
  • Laba menjelaskan bagaimana keadilan distributif antara modal, tenaga kerja, dan masyarakat terjadi.
  • Pajak adalah cara untuk menunjukkan solidaritas sosial dan tanggung jawab bersama atas kehidupan masyarakat.

Contoh penggunaannya:

Ketika sebuah perusahaan secara jujur mengungkapkan tanggung jawab pajaknya, itu merupakan transparansi moral yang menunjukkan nilai keadilan dan tanggung jawab sosial. Akibatnya, angka akuntansi merupakan bahasa etis, bukan hanya representasi matematis.

b. Transparansi dan Tanggung Jawab sebagai Nilai Aksiologis

Tingkat tertinggi dari pemahaman moral, menurut hermeneutika Wilhelm Dilthey adalah tanggung jawab (Verantwortung). Laporan keuangan yang jujur adalah cara organisasi berbicara kepada masyarakat tentang identitas dan keyakinannya. Dalam perspektif ini, transparansi bukan hanya sekadar tuntutan hukum, melainkan adalah bentuk spiritualitas kebenaran yang membiarkan makna hidup terlihat.

Kuis, Modul Kuliah Prof Apollo, FEB UMB 2025
Kuis, Modul Kuliah Prof Apollo, FEB UMB 2025

Ketiga dimensi aksiologis tersebut menjadi satu kesatuan, yaitu:

  • Dimensi Nilai (Lebenswert), ini menunjukkan bidang makna yang membantu kita memahami angka dan bertindak sesuai dengan ekonomi. Tujuan etisnya adalah: untuk menggunakan akuntansi dalam menentukan jalan menuju kehidupan yang lebih bernilai.
  • Dimensi Empati (Einfhlung), ini menunjukkan bahwa peneliti merasa terlibat secara pribadi dalam pengalaman orang lain. Tujuan etisnya adalah: untuk mencegah dehumanisasi dan mempertahankan kemanuasiaan dalam praktik ekonomi
  • Makna Moral (Sittlicher Sinn), mengakui bahwa angka dapat membawa tanggung jawab moral dan spiritual. Tujuan etisnya adalah: untuk menjaga keadilan keseimbangan, dan kesadaran sosial.

Aksiologi sebagai Jiwa Hermeneutika Akuntansi

Pengetahuan yang jauh dari kehidupan dianggap sebagai ilmu tanpa nilai, ini menurut perspektif Wilhelm Dilthey. Akibatnya, akuntansi kehilangan nilai kemanusiaannya jika hanya berfokus pada produktivitas tanpa mempertimbangkan rasa empati. Fokus utama aksiologi hermeneutika adalah:

  • Laporan keuangan adalah teks penting yang tidak hanya bersifat administratif.
  • Angka adalah bahasa moral yang mengandung tanggung jawab, bukan hanya sekadar bukti transaksi.
  • Audit adalah pertemuan etis antara individu dan nilai hidupnya, bukan sebagai kontrol.

Akibatnya, akuntansi berubah menjadi bahasa kehidupan, tempat nilai, empati, dan moralitas bertemu untuk memahami kehidupan, bukan untuk menguasainya.

Sintesis Filosofis: Angka sebagai Teks Kemanusiaan

Wilhelm Dilthey menciptakan hubungan antara ilmu dan kehidupan. Wilhelm Dilthey menentang perspektif yang membedakan pengetahuan dari pengalaman, rasionalitas dari nilai, dan angka dari makna. Menurut Wilhelm Dilthey, ilmu yang sejati adalah ilmu yang hidup, ilmu yang memahami manusia sebagaimana manusia memahami dirinya sendiri. Hermeneutika Wilhelm Dilthey membawa perspektif baru dalam akuntansi, mengubah akuntansi menjadi sistem makna yang membantu ekonomi manusia. Terdapat tiga pilar utama yang berpadu dalam satu kesatuan, diantaranya:

Kuis, Modul Kuliah Prof Apollo, FEB UMB 2025
Kuis, Modul Kuliah Prof Apollo, FEB UMB 2025
  • Epistemologi Hermeneutik, yaitu pemahaman tentang pengalaman ekonomi manusia adalah kunci untuk memahami akuntansi. Tidak hanya mengamati angka, tetapi jug amemahami dan menghidupkan kembali maknanya.
  • Ontologi Kehidupan, yaitu realitas akuntansi adalah kehidupan, bukan benda. Angka, laporan, dan simbol akuntansi menunjukkans sifat sosial, dan sejarah kebudayaan manusia.
  • Aksiologi Moral, merupakan nilai, empati, dan tanggung jawab dalam menentukan pengetahuan akuntansi yang baik. Setiap angka mengandung keputusan moral, seperti antara kejujuran, dan kepentingan, atau antara keadilan, dan kekuasaan.

Karena tiga dimensi tersebut, akuntansi hermeneutic menjadi lebih dari sekadar sistem pencatatan,melainkan menjadi bahasa kemanusiaan.

Setiap laporan keuangan, menurut Wilhelm Dilthey, memiliki makna hidup. Di dalamnya terdapat ekspresi harapan, ketakutan, kesedihan, kebanggaan, dan tanggung jawab moral organisasi. Laporan tahunan telah berkembang menjadi lebih dari sekadar dokumen teknis, melainkan tentang menghadapi perjuangan krisis yang membuat keputusan moral di tengah tekanan ekonomi, dan menemukan makna dalam keuntungan dan ketugian. Contohnya dapat ditemukan dalam fenomena modern, dimana perusahaan sosial mengeluarkan laporan keberlanjutan, sebenarnya sedang berbicara dengan moral public. Angka-angka mengenai kontribusi sosial, emisi, dan gaji kini merupakan cerita moral tentang bagaimana orang hidup 

bersaa dalam ekonomi yang kompleks. Oleh karena itu, hermeneutika akuntansi mengarahkan kita untuk membaca ulang angka sebagai bahasa yang berbicara tentang kehidupan, bukam hanya sekadar barang mati. Pelajaran paling penting dari Wilhelm Dilthey adalah bahwa pengetahuan selalu berakar pada pengalaman manusia, tidak ada pengetahuan yang sepenuhnya objektif, karena manusia selalu hadir sebagai subjek yang memberikan makna, yang berarti dalam akuntansi:

  • Laporan keuangan tidak dapat dibuat tanpa mempertimbangkan lingkungan sosial, budaya, dan spiritual tempat mereka dibuat.
  • Karena pengukuran ekonomi selalu dipengaruhi oleh nilai dan tujuan hidup pencatatnya, tidak mungkim netral.
  • Sejauh mana manusia memahami angka, itulah yang penting.

Akibatnya, akuntansi hermeneutic mengembalikan manusia ke pusat ilmu. Meskipun bukan sistem, bukan pasar, nukan keuntungan, tetapi manusia dalam keseluruhan kompleksitas moral, sejarah, dan keyakinan mereka.

Menurut Wilhelm Dilthey, memahami pemahaman adalah inti dari ilmu kemanusiaan, bukan hanya sekadaar mengerti secara logus, tetapi mengidupkan kembali pengalaman batin manusia dalam konteksnya. Di dalam teori akuntansi, memahami berarti menafsirkan laporan keuangan dengan cara yang sama seperti menafsirkan karya sastra, yaitu dengan membaca angka bukan untuk menghitung, tetapi untuk memahami cerita yang tersembunyi di baliknya. Dalam perspektif ini, akuntansi adalah tempat dimana nilai-nilai manusia berbicara satu sama lain, yang dapat memberi tahu bahwa pemahaman yang benar tidak datang dari jarak, kita harus merasakan kehidupan orang lain melalui simbol ekonomi yang mereka buat.

Sintesis Final: Angka sebagai Cermin Jiwa Historis

Berikut merupakan beberapa garis besar yang dapat ditarik dari pemilikiran Wilhelm Dilthey:

Kuis, Modul Kuliah Prof Apollo, FEB UMB 2025
Kuis, Modul Kuliah Prof Apollo, FEB UMB 2025

Sistesis tersebu menunjukkan bahwa akuntansi hermeneutic berusaha menjadi manusiawi daripada eksakta. Tidak dapat menghilangkan rasionalitas, tetapi dapat memberi makna dan nilai. Pada akhirnya, teori hermeneutic Wilhelm Dilthey menyatakan bahwa simbol selalu digunakan dalam kehidupan manusia. Akuntansi, dalam bentuknya yang paling umum adalah salah satu simbol paling kuat yang pernah dibuat manusia. Setiap angka, laporan, dan catatan menulis, bagaimana mereka bekerja, bertanggungjawab, gagal, bangkit, dan mencoba memahami diri mereka di dunia ekonomi yang selalu berubah. Ketika akuntansi hanya berfokus kepada akurasi yang tidak memiliki makna, maknanya akan hilang. Namun, ketika akuntansi dianggap sebagai bahasa kehidupan, dapat berfungsi sebaai penghubung antara pengetahuan dan kebijaksanaan, antara ekonomi dan moralitas, dan antara manusia dan artinya sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Dwi Murdiati & Mukalam. Wilhelm Dilthey's Hermeneutics and its relevance to Islamic studies. Humanika, 2022.

https://doi.org/10.21831/hum.v23i1.59743

Research and Development in Accounting Science with a Qualitative Approach Methodology. (2022). International Journal of Sustainable Social Culture, Science Technology, Management, and Law Humanities.

https://doi.org/10.71131/2544t390

Umaruddin Nasution. Wilhelm Dilthey's Hermeneutical Methodology in Understanding Text. KIJMS, 2022.

https://doi.org/10.30984/kijms.v3i1.59

Fendy Financy & Fitzerald Kennedy Sitorus. Wilhelm Dilthey's Thoughts on Understanding, Hermeneutics and Communication. AJPR, 2024.

https://doi.org/10.55927/ajpr.v3i1.9360

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun