Mohon tunggu...
Shinta Harini
Shinta Harini Mohon Tunggu... Penulis - From outside looking in

Pengajar dan penulis materi pengajaran Bahasa Inggris di LIA. A published author under a pseudonym.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cerber: Anugerah, Bukan Kutukan - Part 5

12 September 2021   00:35 Diperbarui: 12 September 2021   01:15 486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anugerah, Bukan Kutukan (Sumber: Pixabay)

Putri dapat merasakan wajahnya memerah. "Aku tidak suka apa yang terjadi di antara kita. Dan kalau kau tidak ingat apa yang benar-benar terjadi, biar aku ingatkan sekali lagi. Aku tidak suka dan tidak menginginkanmu."

Masih hangat telapak tangannya bekas menampar Rizal. Masih sakit tubuhnya gara-gara si laki-laki tak setia brengsek itu. Rizal anak tertua Ibu Regina, sudah menikah dan mempunyai dua anak tapi matanya masih senang belanja. Incarannya sering kali para sekretaris di kantor ayah atau ibunya atau kantornya sendiri. Dan akhir-akhir ini ia rajin mendatangi Putri baik di kantor mau pun di acara-acara social yang mereka berdua hadiri atau acara kantor Bank Nusantara di mana Putri menjadi salah satu panitia. Walau pun Rizal tidak termasuk undangan, ia akan tetap datang ke acara itu.

Putri bukannya tidak tahu bahwa istri Rizal sudah tahu kebiasaan suaminya itu. Dan ia dengan senang hati mengatakan pada wanita itu bahwa ia akan memberi pelajaran pada Rizal. Yang Putri tidak mengerti adalah mengapa istri Rizal tidak pernah memberi ultimatum pada suaminya. Kedua orang itu mungkin satu pasangan yang sakit. Ketika Putri mengatakan pada Rizal bahwa istrinya sudah mengetahui tentang segala tingkah lakunya, Rizal hanya tertawa dan semakin mempepet Putri ke tembok dan menempelkan kedua dahi mereka.

"Apa katamu?" tanyanya dengan suara rendah.

"Aku bilang, istrimu sudah tahu segalanya. Aku yang memberitahunya."

Rizal mengusapkan hidungnya ke hidung Putri, membuatnya merinding karena jijik. "Terus apa kata dia?"

Putri terdiam dan ia memejamkan matanya. Apa yang dikatakan istri Rizal? Sama sekali tidak ada. Orang-orang ini mungkin sudah gila. Apakah uang sudah membutakan mereka? Dengan kesal Putri mendorong Rizal di dadanya dengan kedua tangannya kuat-kuat.

"Pergi kau jauh-jauh. Aku tidak tertarik padamu, kau dengar? Aku tidak ingin uang atau perhiasan atau apa pun darimu."

Malam itu akhirnya Putri berhasil melepaskan diri dari cengkeraman si ular tapi tidak sebelum Rizal menyakitinya yang membuatnya harus pergi dengan deraian air mata.

Putri memandangi pesawat telepon yang berkicau sendiri di tangannya. Ia sudah berhenti mendengarkan sejak setengah jam yang lalu walau ia juga memutuskan untuk tidak menutup saja telepon itu. Membuat Rizal merasa seolah-olah Putri masih  mendengarkan membuatnya merasa jauh lebih baik. Mempermainkan Rizal sekarang adalah tujuan Putri setelah cara yang pertama gagal. Ia tahu Rizal ingin ia pergi ke acara keluarganya malam ini walau sudah jelas istrinya akan berada di sana juga. Putri sadar itu adalah acara pribadi dan tidak seorang pegawai Ibu Regina yang diundang. Namun kalau ia ingin gangguan Rizal berhenti total, mungkin ia harus datang. Ia punya rencana dan acara makan malam nanti akan sangat sempurna untuk melaksanakan.

Pelan-pelan Putri menempelkan pesawat telepon ke telinganya dan mendapati suara berdengung tanda Rizal sudah memutuskan hubungan. Putri tersenyum kecil. Rizal tetap tidak tahu apakah ia jadi akan datang atau tidak. Ia tidak akan menerka apa yang akan terjadi nanti.


~ ~ ~

Bersambung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun