Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

"Commuter Electronic Ticket" (Commet), Sebuah Inovasi atau Inefisiensi?

7 Desember 2017   04:01 Diperbarui: 7 Desember 2017   04:16 2446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perbandingan KRL dulu dan sekarang (Sumber : Tri Haryanto, 2009)

Warta Kota/Angga Bhagya Nugraha
Warta Kota/Angga Bhagya Nugraha
Pengguna KRL dapat memperoleh tiket tanpa harus mengantri di loket. Keberadaan vending machinediharapkan dapat lebih mempercepat proses pembelian tiket elektronik sehingga antrian panjang calon penumpang KRL dapat dihindari. Calon penumpang KRL hanya tinggal memilih jenis perjalanan yang ingin diperoleh (single trip atau multitrip), stasiun tujuan, jumlah tiket, melalui layar sentuh pada mesin dan membayar dengan cara memasukan sejumlah uang yang dibutuhkan pada mesin tersebut. 

Karena ukuran satu vending machine yang tentu lebih ramping dibandingkan dengan kebutuhan ruang untuk satu loket, maka harapannya jumlah vending machinedi satu stasiun dapat lebih banyak dari jumlah loket yang biasanya hanya tersedia satu sampe dua loket disetiap stasiun, sehingga pembelian tiket bisa sangat menghemat waktu. Dengan begitu, lengkaplah kehebatan Commetsebagai pendukung wajah baru KRL Jabodetabek yang lebih modern. Commetmenjadi kebanggan PT. KRL Commuter Line.

 Pergeseran karcis kertas menjadi Commet yang komprehensif tidak dapat dikatakan sebagai perubahan yang terjadi dalam sekejap. Terdapat masa peralihan dimana masyarakat perlu beradaptasi dengan modernnya teknologi pada sistem transportasi. Namun, selayaknya proses dalam perubahan tentu membutuhkan progress agar tujuan dari perubahan tersebut dapat tercapai. Modernisasi pada pelayanan publik yang ditawarkan pemerintah adalah sarana bagi masyarakat untuk mengejar ketertinggalan dengan negara yang melek teknologi. Faktanya, selalu terdapat gap antara ekspektasi dan realita.

Dari total produksi kartu elektronik single trip yang disediakan pemerintah, sebagian besarnya tidak kembali kepihak PT. KRL Commuter Line. Tiket-tiket tersebut masih berada ditangan penumpang KRL dengan berbagai macam alasan, mulai dari lupa mengembalikan, hilang, ingin disimpan sebagai buah tangan, atau bahkan koleksi untuk kepuasan pribadi. 

Perilaku boros pun terpaksa dilakukan saat pemerintah harus memproduksi kembali e-ticket yang hilang untuk memenuhi kebutuhan pengguna KRL. Tidak hanya itu, antrian yang selama ini menjadi kendala yang ingin diatasi dengan modernisasi justru menjadi hal yang tetap berkelanjutan. E-gate di sebagain besar stasiun yang ada seringkali tidak berfungsi dengan baik, seperti tingkat respon yang lambat saat kartu di tapke e-gate, antrian pun tak dapat dihindari. Ditambah lagi, jumlah e-gate terpasang yang tak sebanding dengan jumlah masyarakat pengguna KRL, terlebih di stasiun-stasiun dengan area yang tidak terlalu luas, dimana biasanya hanya tersedia dua sampai tiga e-gate di setiap stasiunnya.

Sekarang kita beralih ke vending machine. Masa peralihan memang membutuhkan waktu sehingga mesin-mesin didistribusikan secara berangsur. Satu persatu mesin diaktifkan dengan beberapa petugas sebagai pendamping untuk mengoperasikannya. Awalnya, antusiasme masyarakat masih tinggi untuk mencoba teknologi baru. Walaupun demikian, waktu mengantri yang cukup lama untuk dapat memahami cara kerja dan memperoleh kartu membuat orang-orang akhirnya kembali membeli tiket di loket yang masih tersedia, bahkan tak jarang ditemukan performa vending machine yang tidak terlalu prima karena layar sentuh dengan tingkat sensitifitas yang belum cukup memuaskan. 

Ditambah lagi uang yang dimasukan ke mesin harus dalam keadaan yang mulus tanpa lekukan sedikit pun, di saat orang-orang Indonesia sering sekali menyimpan uang di saku baju atau celananya dengan keadaan terlipat. Seringkali waktu terulur hanya karena uang yang dimasukkan "dimuntahkan" kembali oleh mesin. Oleh karena itu, loket di awal masa transisi masih jadi pilihan utama masyarakat yang ingin membeli tiket. Sampai pada akhirnya PT. KCI memutuskan untuk memberlakukan vending machines ebagai alat utama pembelian e-ticket di seluruh stasiun Jabodetabek. 

Hal ini menjadi semakin buruk saat lonjakan calon penumpang di jam-jam sibuk. Seperti yang pernah penulis saksikan sendiri yaitu adanya antrian panjang untuk membeli dan mengembalikan tiket di stasiun Universitas Indonesia. Kebanggaan PT. KCI masih belum memuaskan konsumnnya.

Sejatinya, semua perubahan diharapkan menuju ke arah yang lebih baik. Bagaimanapun juga, rencana kontingensi harus selalu ada untuk dijadikan antisipasi. Setiap negara punya cara sendiri dalam mewujudkan modernisasi. Modernisasi dengan upaya inovasi mengharapkan manusianya yang mengedepankan efisiensi. Jadi, dengan segala kondisi yang tergambarkan dari fakta di lapangan, commet merupakan sebuah inovasi atau inefisiensi?

Sumber:

Detikfinance. 2013. Ini Cara Menggunakan Tiket Elektronik KRL Jabodetabek https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-2215407/ini-cara-menggunakan-tiket-elektronik-krl-jabodetabek/1 diakses pada 5 desember 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun