Mohon tunggu...
S. Hariyadin
S. Hariyadin Mohon Tunggu... Auditor - Pengamat

Buruh yang hobi jalan-jalan sekaligus belajar moto dan menikmati diskusi apa saja yang mencerahkan pikiran dan hati.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kontradiksi Dugaan Korupsi Johnny G. Plate

25 Mei 2023   08:17 Diperbarui: 25 Mei 2023   22:45 627
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Foto Tempo yang dimodifikasi

Oleh karena itu, apakah mungkin seorang PA dapat me-mark up harga sendirian dalam proyek BTS ini, tanpa peran serta PPK, Sekjen, dan pejabat terkait lainnya? Bagaimana peran DPR (komisi terkait dan Badan Anggaran) dan Dirjen Anggaran Kemenkeu yang juga terlibat dalam penyusunan anggaran pengadaan proyek BTS ini?

Sebaliknya, apakah tidak mungkin seorang PA melakukan pemufakatan jahat untuk mark up harga? Jawabannya, sangat mungkin dan bahkan sering terjadi. Masalahnya adalah pembuktian. Keahlian penyidik dan jaksa penuntut umum diperlukan di sini. Semoga Jaksa Penuntut Umum dapat mengungkap keterlibatan pihak terkait lainnya dalam pemufakatan jahat untuk mark up harga sehingga merugikan keuangan negara.

Kontradiksi Ketiga. JP diduga memanipulasi pertanggungjawaban kemajuan atau progress pekerjaan sehingga seolah-olah pencairan 100% dapat dilaksanakan terlebih dahulu. PA tidak akan dapat mengetahui adanya penyimpangan proyek jika tidak mendapat informasi/laporan dari PPK . Apalagi jika kewenangannya sudah dilimpahkan ke KPA.

Untuk memperjelas kontradiksi ini, marilah kita lihat proses pemeriksaan pekerjaan sampai persetujuan pencairan anggaran berikut ini.dan/ atau Panitia Pemeriksa hasil Pekerjaan (PPHP).

PPHP memeriksa apakah pekerjaan sudah sesuai dengan yang diperjanjikan, menerima hasil pekerjaan, dan menandatangani Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan. Selanjutnya PPHP melapor ke PPK sebagai pengendali kontrak. Setelah dilakukan review/verifikasi, PPK melaporkan ke PA/KPA untuk memperoleh persetujuan pencairan anggaran belanja, dan seterusnya. 

Kualitas informasi/laporan dari PPHP dan PPK serta respon PA (jika tidak ada pelimpahan wewenang ke KPA) sangat menentukan keterlibatan/penyalahgunaan wewenang JP dalam proyek BTS ini. Biasanya anak buah tidak berani membuat laporan apa adanya. Jargon ABS alias Asal Bapak Senang, masih mendominasi sikap bawahan ke atasan.

Untuk seorang pengusaha besar dan politisi sekaliber JP, kecil kemungkinan yang bersangkutan memberikan persetujuan anggaran jika laporan anak buahnya dibuat asal-asalan.

Jika demikian faktanya, mengapa peran dan status PPK dan PPHP dalam proyek BTS ini tidak jelas? Jika anak buah memang berani melaporkan progress pekerjaan apa adanya dan JP berani untuk memberikan persetujuan pencairan anggaran, maka ketidakbiasaan seperti itu kemungkinan karena ada faktor X di balik peristiwa itu.  

Selain kontradiksi tersebut, terdapat polemik tentang apakah dana dilarang dicairkan 100% ketika progress pekerjaan belum selesai 100%? Mahfud MD, Tim BPK, dan Tim BPKP menyatakan hal tersebut melanggar hukum. Di sisi lain, terdapat dasar hukum atau pertimbangan berikut ini yang mungkin dijadikan dasar Kominfo untuk mencairkan anggaran 100%, meskipun progress proyeknya belum 100%.

1. Peraturan Direktur BAKTI Nomor 7 Tahun 2020 memungkinkan pembayaran dilakukan apabila barang atau perangkat telah berada di lokasi pekerjaan;

2. Peraturan LKPP No. 9 tahun 2018 pada angka romawi VII tentang pelaksanaan kontrak memungkinkan pembayaran dapat dilakukan sebelum prestasi pekerjaan diterima/terpasang jika ada jaminan minimal sebesar dana yang dicairkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun