Sejak lama, Campalagian dikenal sebagai pusat pembelajaran agama, khususnya pendalaman kitab-kitab klasik. Banyak pemuda dari berbagai penjuru wilayah, termasuk dari luar Sulawesi Barat, seperti Sulawesi Selatan, datang ke tempat ini untuk menuntut ilmu agama. Tradisi ini semakin berkembang pesat sejak kehadiran KH. Muhammad Arsyad Maddapungeng (1886–1954), seorang ulama besar Mandar yang menjadi pilar utama dalam memperkokoh keistimewaan Campalagian sebagai pusat keilmuan Islam.Â
Baca juga:Â Menelusur Jejak dan Genealogi Annangguru di Mandar (2)
KH. Muhammad Arsyad Maddapungeng, yang dikenal dengan gelar Annangguru Maddapungeng atau Puang Panrita, merupakan tokoh sentral dalam perkembangan pendidikan Islam di Campalagian. Setelah menimba ilmu di Makkah dan berguru kepada ulama besar seperti Syaikh Sa’id al-Yamani, ia kembali ke Mandar sekitar tahun 1913 dan melanjutkan dakwahnya di Masjid Raya Campalagian.
Baca juga:Â Eksistensi Tarekat di Kassi: Warisan Spritual yang terjaga di Maros
Beliau berperan penting dalam melestarikan metode pembelajaran kitab kuning dengan sistem menghadap langsung antara guru dan murid, murid membaca teks dari kitab dan guru yang menjelaskan, model pembeljyang dalam bahasa Mandar disebut manggaji kitta. Campalagian di bawah kepemimpinannya berkembang menjadi pusat keilmuan Islam di Mandar serta menjadi basis pertumbuhan Nahdlatul Ulama (NU) di wilayah tersebut. Selain itu, KH. Maddapungeng juga memiliki jaringan luas dengan ulama Nusantara, termasuk KH. Hasyim Asy’ari, yang menjadikan Campalagian sebagai bagian dari arus besar intelektual Islam di Indonesia.
Bahkan, ketika terjadi krisis di Hijaz (1925), rumahnya pernah menjadi tempat persinggahan bagi para ulama keluar dari Makkah menyelamatkan diri, seperti keluarga Syaikh Sa’id al-Yamani a dalam rihlahnya ke Nusantara. Keberadaan KH. Maddapungeng semakin memperkuat Campalagian sebagai kawasan strategis dalam jaringan keilmuan Islam.
Baca juga:Â Kampung Kassi, Labuang dan Pacelle. Sumber Identitas dan Harmoni Sosial
Ketika bulan Ramadhan tiba, Campalagian semakin bersinar sebagai pusat pendidikan Islam. Tradisi ana' pangngaji, yaitu pemuda yang berbondong-bondong menuju rumah-rumah pengajian setelah sholat, menjadi pemandangan khas di tempat ini. Kantong-kantong pengajian tersebar di berbagai daerah, seperti di Parappe salah satunya oleh Nangguru Daming, serta di Bonde, di mana guru-guru muda turut aktif mengajar kitab kuning.
Baca Juga: Refleksi Ramadhan di tanah Mandar. Merayakan Keberagaman, Menguatkan Laku Spritual
Aktivitas keagamaan semakin meningkat dengan kajian kitab kuning, tadarus Al-Qur'an, dan ceramah keislaman yang dihadiri oleh masyarakat dari berbagai kalangan. Tradisi berbuka puasa bersama di masjid dan rumah-rumah warga juga semakin mempererat ukhuwah Islamiyah dan memperkuat kepedulian sosial di kalangan santri dan masyarakat.Â
Selain itu, Campalagian tetap menjadi destinasi utama bagi santri dan mahasiswa dari berbagai daerah yang ingin memperdalam ilmu agama. Berbagai kitab klasik seperti Ilmu Sharaf, Nahwu, Ta’lim Muta’allim, Aqidatul Awam,, Irsyadul Ibad, dan banyak lagi kitab klasik terus diajarkan secara intensif.Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!