Mohon tunggu...
Arum Sato
Arum Sato Mohon Tunggu... content writer -

pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Menikmati Secangkir Kopi dalam Kenangan

10 Mei 2015   23:22 Diperbarui: 4 April 2017   18:18 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_365310" align="alignnone" width="640" caption="Kopi Manado, kopi Wamena, kopi Solong dari Aceh. Sahabat yang baik, saat berkeliling Nusantara meski sedang mengemban tugas, tak lupa selalu ringan tangan membawa oleh-oleh kopi khas daerah. Lewat tangan seorang sahabat, saya bisa merasakan keragaman kopi Indonesia. Terima kasih tak terhingga, sahabat. Foto: koleksi pribadi."][/caption]

Kopi Manado, Kopi Wamena, Kopi Solong dari Aceh. Sahabat yang baik, saat berkeliling Nusantara meski sedang mengemban tugas, tak lupa selalu ringan tangan membawa oleh-oleh kopi khas daerah. Lewat tangan seorang sahabat, saya bisa merasakan keragaman kopi Indonesia. Terima kasih tak terhingga, sahabat. Foto: koleksi pribadi.

Oleh: Setyaningrum

Manakala hawa sejuk, dengan semilir angin melenakan, itulah saat yang pas untuk menikmati secangkir kopi. Kopi hitam maupun berwarna, sesuai selera peminumnya. Di kala hujan, ditemani pisang rebus ataupun kacang rebus sembari bercengkrama, tentulah menambah suasana menjadi hangat, sehangat seruputan di secangkir kopi. Atau sekedar menemani mentari beranjak tinggi dengan membaca berita koran pagi.

Saya menyukai kopi, itulah mengapa untuk bisa menikmati secangkir kopi yang enak, saya perlu memastikan bahwa saya mendapatkan bubuk kopi dari biji kopi asli, buka kopi-kopian. Dulu, sebelum mengenal dan mengetahui tempat penggilingan kopi, saya mendapat kenikmatan minum kopi dari Nescafe. Di mall, minimarket, di pasar, di toko kelontong, dengan mudahnya Nescafe didapat. Saat itu, itulah rasa kopi yang paling enak, menurut saya.

Beberapa tahun ini, saya jatuh hati pada kopi giling, di mana saya bisa memilih sendiri biji kopinya, dan si penjual akan menggiling kopi secara kasar atau halus, sesuai pesanan. Saya biasa mendapatkan biji kopi siap giling di pasar dekat rumah, di dalam area Pasar Minggu. Di dalam pasar tersebut, ada dua kios berhadapan yang sama-sama menjual biji kopi dan sekaligus menggiling kopi. Ada beberapa jenis kopi yang dijual disana, ada Arabika, kopi Sidikalang, Robusta Lampung, Robusta Toraja, dengan berbagai variasi harga.

Beberapa kali saya melakukan uji rasa terhadap kopi-kopi tersebut dengan membeli bergantian. Misalkan minggu kemarin saya membeli kopi jenis Arabika, giliran minggu ini saya membeli Robusta Lampung, minggu depan membeli jenis Robusta Toraja. Dari sekian kali merasakan jenis-jenis kopi tersebut, akhirnya saya menjatuhkan pilihan kepada kopi Robusta Lampung. Kenapa? Menurut saya, wangi dan rasa kopi Robusta Lampung lebih kuat. Sedangkan kopi Arabika meninggalkan rasa agak asam di lidah begitu selesai mengecapnya. Penjualnya pun mengamini pilihan saya. Secara warna setelah diseduh memang lebih pekat dibanding biji kopi Arabika maupun Robusta Toraja, dan bau kopi memang lebih sedap, meski belum digiling. Dengan harga yang tidak terlalu mahal, saya bisa mendapatkan kopi berkualitas baik di sana.

Kalau sedang di pusat kota, saya biasa membeli bubuk kopi di Gondangdia. Persis di samping Stasiun Gondangdia, sela beberapa kios dari Pasar Jaya Gondangdia. Sama halnya dengan kios di Pasar Minggu, di sini juga menyediakan berbagai pilihan biji kopi dengan harga yang bervariasi.

Sampai di rumah, bubuk kopi pun berpindah ke dalam toples beling, menunggu saatnya tiba untuk diseduh. Untuk menikmati kopi, biasanya saya memilih waktu yang agak longgar. Bisa siang menjelang sore selepas makan siang, atau malam hari selepas makan malam. Dengan jeda waktu yang lama saya bisa menikmati tiap tegukan kopi hingga seruputan terakhir dengan santai.

Kopi Sesuai Selera

Saya menyukai kopi. Bukan sekedar menyukai, tapi saya minum kopi, rutin sehari secangkir, minimal. Bukan kopi hitam tanpa gula, saya lebih menyukai kopi dengan susu segar dingin ditambah gula sedikit. Kalaupun tidak ada susu segar dingin, saya memilih menggunakan susu kental manis tanpa tambahan gula. Sebulan, saya bisa menghabiskan hampir satu setengah kilogram bubuk kopi.

Untuk menikmati secangkir kopi sesuai selera memang gampang-gampang susah. Di rumah, kita bisa meracik sendiri kopi sebagaimana pengecap kita inginkan.

Susahnya bila pas kita sedang bepergian. Kita akan kesusahan mencari kedai yang bisa menyediakan secangkir kopi dengan rasa seperti kalau kita membuat sendiri di rumah. Terpaksalah kopi “seadanya”, yang penting bisa ngopi.

[caption id="attachment_365311" align="alignnone" width="580" caption="Abang penjual kopi keliling, tak peduli perkembangan zaman, tak hirau oleh kafe-kafe di Mall, mereka tetap berjualan, karena mereka yakin punya market sendiri. Kehadiran penjual kopi keliling ini sangat dinantikan oleh para tukang bangunan dan satpam karena rata-rata pelanggan tetap penjual kopi keliling ialah mereka. Foto: kompas.com"]

14312743031999459242
14312743031999459242
[/caption] Di pinggiran jalan ada abang-abang penjaja kopi instant, kopi yang dikemas dalam bentuk sachet, bisa dengan mudah ditemui. Tinggal seduh bisa langsung diseruput. Kalau pingin mendapatkan yang agak ngopi sedikit, bisa datang ke restoran siap saji, kafe, atau di convenience store. Namun rasa tentulah berbeda denga kopi racikan sendiri.

Penyeduhan Menentukan Kualitas Rasa

Banyak orang dengan beragam opini berdebat tentang bagaimana cara menyeduh kopi yang benar, untuk mendapatkan rasa kopi yang nikmat. Beda orang tentu beda testimoninya. Karena selera dan pengecap masing-masing orang tentulah berbeda pula.

Di Indonesia, sebagian dari kita menyeduh kopi sebatas bubuk kopi dituangi air mendidih, air panas dari dispenser pun jadilah. Kalau di kampung ada istilah kopi tubruk, kopi yang digiling atau ditumbuk kasar, yang kalau di seduh dengah air panas, ia akan mengapung di permukaan cangkir. Dan ketika diseruput biasanya si hitam ini nyangkut di sela-sela gigi. Tapi disitulah kekhasan kopi tubruk.

[caption id="attachment_365312" align="aligncenter" width="261" caption="Kopi Tubruk, kopi Indonesia dengan ciri khasnya, berbubuk kasar. Foto: shirleytheresia.blogspot.com"]

14312743571941486811
14312743571941486811
[/caption] Dulu, saya juga seperti itu, menyeduh kopi seperti orang kebanyakan, cukup dengan air mendidih. Itu dulu, sebelum saya mengetahui cara menyeduh kopi ala Turki. Sekarang saya selalu merebus dulu kopi dalam teko kecil sebelum menuangkannya ke dalam cangkir. Dan setelahnya bisa ditebak, aroma kopi yang kuat dan mantab memanjakan saya dalam kehangatan secangkir kopi.

Tidak seperti di Indonesia pada umumnya, ritual minum kopi jarang dilakukan oleh orang Turki. Sudah menjadi kebiasaan di sana, sesudah makan, baik itu sarapan, makan siang maupun makan malam, mereka lebih menikmati waktu dengan minum teh. Bila waktu memungkinkan, baru mereka akan lanjut ke sesi minum Turk Kahvesi.

Kopi Turki atau disebutnya Turk Kahvesi, yang terkenal dengan buih diatasnya, harus direbus dulu dengan menggunakan Cezve atau Ibrik, teko kecil menyerupai gayung. Penggunaan Cezve atau Ibrik berbahan tembaga akan lebih bagus karena akan menghasilkan rasa kopi yang lebih baik.

[caption id="attachment_365313" align="alignnone" width="654" caption="Cezve atau Ibrik, alat penyeduh kopi di Turki. Foto: food-hacks.wonderhowto.com"]

1431274421926603085
1431274421926603085
[/caption] Dari pengalaman saya selama tinggal di Turki, untuk menghasilkan secangkir Turk Kahvesi sedang dibutuhkan: satu cangkir air dingin, satu sendok tek bubuk kopi, setengah sendok teh gula pasir, dicampur dan diaduk di dalam teko. Setelah menyatu, baru nyalakan kompor dengan api terkecil.

[caption id="attachment_365314" align="alignnone" width="673" caption="Kurukahveci Mehmet Effendi adalah jenis kopi Turki yang digemari masyarakat Turki pada umumnya. Para perantau pun membawa kopi ini bila kembali ke negara tujuan. Foto: farksepeti.com"]

14312744751563618515
14312744751563618515
[/caption] Untuk mendapatkan buih yang mengkilat dan banyak, selama proses memasak kopi jangan diaduk. Bila kopi mendekati mendidih, akan tampak buih kopi mulai mengumpul di tengah cezve. Selanjutnya angkat cezve dan ambil buih dengan sendok lalu tuang ke dalam cangkir. Ulangi untuk 1-2 kali lagi. Setelah mendidih sempurna barulah keseluruhan kopi di tuang ke dalam cangkir. Kopi siap disajikan dengan segelas air dingin sebagai pendamping. Juga biasanya disandingkan dengan coklat, baklava atau umumnya dengan lokum (Turkish delight). Umumnya, cangkir yang mereka gunakan adalah cangkir mini bermotif berbahan keramik.

[caption id="attachment_365315" align="alignnone" width="614" caption="Buih kopi diatas cangkir, air putih dan Lokum menjadi ciri khas dari Turk Kahvesi. Dengan disajikan dalam set cangkir dan cawan keramik mini nan apik. Foto: herseyogren.com"]

1431274514158410728
1431274514158410728
[/caption]

[caption id="attachment_365316" align="alignnone" width="600" caption="Turk Kahvesi dengan sandingan Lokum dan Baklava. Foto: missbuttercup.com"]

14312745802019060156
14312745802019060156
[/caption]

Nah, kebiasaan unik di sana adalah, setelah kopi dalam cangkir habis, mereka tidak lantas menaruhnya di tempat cucian piring lalu mencucinya. Biasanya mereka membalikkan cangkir di atas cawan, posisi cangkir tengkurap di atas cawan, selama kurang lebih 20-30 menit. Itu digunakan untuk membaca nasib si peminum kopi. Dari guratan-guratan bekas kopi di cangkir dan cawan itu, mereka bisa menebak kejadian yang telah berlalu ataupun yang akan datang. Tidak semuanya benar sih, karena hanya sebatas meramal, fortune reading.

Dan itu hampir sebagian warga Turki, umumnya ibu-ibu, yang mempunyai kebisaan membaca nasib seseorang lewat cangkir dan cawan bekas yang diminum seseorang. Kebisaan yang dilakukan oleh kerabat dekat, atau tuan rumah kepada tamunya yang sudah akrab. Kalau di tempat umum, saya belum pernah menjumpai tentang keunikan ini, membaca nasib.

[caption id="attachment_365319" align="aligncenter" width="412" caption="Fortune Reading, salah satu keunikan masyarakat Turki berkaitan dengan Turk Kahvesi, membaca nasib seseorang melalui guratan kopi yang tertinggal di cangkir kopi. Foto: gumtree.com.au"]

1431274683668692405
1431274683668692405
[/caption] Jakarta, 10 Mei 2015

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun