Di jalan raya, kita sering dipaksa minggir gara-gara suara sirene melengking atau lampu strobo biru–merah yang menyala-nyala. Masalahnya, tidak selalu jelas siapa yang lewat: apakah ambulans yang membawa pasien darurat, atau justru rombongan mobil sipil yang sekadar ingin melaju bebas hambatan?
Fenomena ini bukan sekadar soal lalu lintas, tapi sudah menjelma jadi masalah sosial. Banyak orang menyebutnya sebagai bentuk “keirian sosial di jalan.”
Plat Khusus: Dari RF ke ZZ, tapi Masalah Tetap Sama
Kita semua tahu, dulu ada kode plat RF yang kerap dipakai pejabat negara, termasuk anggota DPR, bahkan kalangan sipil tertentu. Sekarang, sesuai aturan baru, plat itu berganti menjadi ZZ. Tapi apa bedanya kalau praktiknya tetap jadi “tiket bebas hambatan”?
Warga biasa yang taat aturan merasa tidak adil. Jalan raya adalah milik publik, bukan kelas-kelas tertentu.
Sirene dan Strobo yang Disalahgunakan
Menurut UU No. 22 Tahun 2009, hanya kendaraan tertentu yang berhak pakai sirene dan strobo, seperti ambulans, pemadam kebakaran, mobil polisi dalam tugas, dan pengawalan pejabat negara tertentu.
Tapi kenyataannya, sirene dan strobo muncul di mana-mana:
- Mobil sipil,
- Konvoi motor gede (moge),
- Bahkan rombongan pengantin.
Akhirnya, masyarakat makin bingung dan kesal.
Pengawalan: Dari Moge Sampai Mobil Pengantin
Satu lagi kebiasaan yang bikin geleng kepala: pengawalan polisi untuk konvoi sipil. Kita sering lihat iring-iringan moge atau mobil pengantin yang dijaga polisi, seolah-olah lebih penting dari ambulans yang menunggu jalan.