Pagi itu seperti biasa Rikat selalu ada di balik jendela rumahnya. Tiap mentari pagi menyapanya ia selalu membuka jendela. Usai itu ia mengambil remah-remah makanan untuk Burung Bul-bul yang selalu menghampirinya untuk memberi kabar untuknya.
Burung Bul-bul adalah sahabat Rikat sejak kecil. Ia tahu makanan kesukaan burung itu dan apa tugasnya setiap pagi. Maka itu jika pagi tiba Rikat sudah ada di balik jendela.
 "Selamat pagi, Rikat?" sapa Burung Bul-bul.
"Pagi juga, Burung Bul-bul," jawab Rikat. Â "Apakah ada kabar untukku pagi ini,"
"Sepertinya tidak ada!"
"Kamu yakin?!"
"Iya, benar! Lagi pula buat apa aku berbohong. Bagaimana kalau kamu saja sendiri mencari rakyat Negeri Anatolia yang sakit ," lanjut Burung Bul-bul memberikan usulan.
Rikat yang mendengar ucapan kembali dari Burung Bul-bul tiba-tiba matanya berkaca-kaca. Ia langsung melihat keadaan dirinya yang tidak sempurna.
Ya, Rikat adalah seorang seorang Tabib Muda. Ia menjadi tabib karena banyak belajar tentang obat-obatan dari Ayahnya yang juga seorang tabib Kerajaan Negeri Anatolia. Walau kedua tangannya tidak ada sejak kecil. Tapi itu tidak menjadi halangan baginya untuk berbuat kebaikan. Ia masih memiliki mulut dan kedua kaki untuk digunakan menumbuk berbagai rempah-rempah, dedaunan, akar-akaran serta alang-alang hingga menjadi obat.
Namun sayang Ayahnya difitnah telah memberikan racun di dalam obat Pangeran Krem, anak Paduka Raja Marun yang sedang sakit. Akhirnya ayahnya pun dihukum mati.
Rikat yang masih mengingat kejadian itu ia berjanji akan terus melanjuti perjuangan Ayahnya menjadi seorang tabib.