Mohon tunggu...
Sumadi
Sumadi Mohon Tunggu... Lainnya - Sumadi,

Hobi menulis dan membaca. Mau tau tentang saya ?Jangan lupa follow instagram saya @sumaku_26

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Babad Alas Wonosadi Gunung Gambar Lan Gunung Tutup Gunungkidul

6 Agustus 2020   06:45 Diperbarui: 6 Agustus 2020   06:50 2843
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Babad alas wonosadi gunung gambar lan gunung tutup

Gunungkidul.

               Dalam riwayat di kenal dengan istilah "bubaran majapahit" atau "sirna ilang kertaning bumi" pada tahun 1400 saka, Raja terakhir Majapahit Prabu Brawijaya memerintahkan kepada para pengikutnya agar membentuk kelompok-kelompok untuk menyelamatkan diri dari prahara di istana Trowulan dan mencari tempat yang cocok untuk bermukim.

               Sebagian dari rombongan tersebut bergerak ke arah barat daerah Gunung Lawu kemudian ke arah Pantai Selatan dan menyebar ke barat di sekitar Pegunungan Sewu. Disebutlah serombongan "pelarian Majapahit" yang dipimpin oleh seorang wanita bernama Rororesmi dengan dua orang anaknya bernama Onggoloco dan Gadingmas.

               Rororesmi adalah salah satu isteri selir dari Prabu Brawijaya dan kedua putranya tersebut merupakan senopati perang Majapahit yang dikenal tangguh. Kelompok tersebut terpisah dengan kelompok lainnya, berbulan-bulan mereka menuju kearah barat sesuia petunjuk gaib yang diterimnya.

               Sampailah mereka pada suatu kawasan hutan yang luas dan lebat dan dikenal sebagai hutan yang angker dihuni banyak mahluk halus. Hutan tersebut membentang pada lereng perbukitan yang miring ke selatan yang di kenal dengan nama hutan Wonosandi yang artinya hutan yang penuh rahasia. Lama kelamaan nama tersebut berubah menjadi Wonosadi sampai dengan sekarang.

               Di dalam hutan keramat ini bersemayamlah seorang Raja Jin yang bernama Gadung Melati yang berwujud se-ekor macan putih yang ganas. Mengetahui ada jin menghalangi niatnya, Pangeran Onggoloco dan Gadingmas bertarung melawan Gadung Melati. Tetapi kesaktian keduanya tidak bisa ditandingi oleh Jin Gadung Melati beserta seluruh anak buahnya, sampai akhirnya Jin Gadung Melati mengaku kalah dan mempersilahkan kedua Pangeran Majapahit tersebut menempati kawasan di sekitar hutan wonosadi.

               Sebagai gantinya Jin Gadung Melati memohon kepada Pangeran Onggoloco agar ia tidak di usir, namun diperkenankan bersemayam di dalam sebyah sumber mata air di hutan alas Wonosadi. Karena di anggap tidak menjadi persoalan, maka Jin Gadung Melati di perkenankan menetap di dalam sumber mata air. Permintaan tersebut dikabulkan dengan imbalan balik bahwa Gadung Melati dengan seluruh anak buahnya tidak boleh menggangu kehidupan masyarakat sekitar hutan dan diharuskan ikut melestarikan hutan tersebut. Itulah sebabnya hutan tersebut menjadi angker sampai sekarang dan oleh penduduk dianggap hutan keramat.

               Tak satupun warga hingga kini berani menggambil kayu dan merusak aneka tumbuhan di hutan Wonosadi. Pohon-pohon yang mati tersambar petir tidak akan ditebang dan dibiarkan dengan begitu saja dibiarkan menjadi humus. Warga Wonosadi percaya bahwa hutan itu merupakan warisan sekaligus titipan nenek moyang.

               Setalh tidak ada gangguan, maka pembukaan hutan berjalan dengan lancar dan terbentuklah permukiman baru yang sekarang bernama Dusun Duren Beji Ngawen. Untuk menandakan terbentuknya permukiman baru, maka dibuatlah prasasti dengan menanam pohon mangga yang kala itu sudah langka. Pohon mangga tersebut ditanam di tempat pembabatan hutan pertama kali yang diberi nama kaliendek.

               Tak selang lama, banyak pendatang baru dan mendiami tempat ini,sehingga dalam kurun waktu kira-kira 10 tahun terbentuklah dusun-dusun baru Dusun Tungkluk,Duren,Beji,Sawit,Ngelo,Sidorejo,Suru dan Dusun induk yaitu Dusun Ngawen. Sawah-swah mulai menghijau membentang di selatan hutan Wonosadi, dari arah barat ke timur. Kehidupan masyrakat serba kecukupan aman tentram sangat jarang terjadi gangguan.

               Sejalan dengan perjalanan sejarah Kerajaan di Jawa, dengan berakhirnya Kerajaan Demak yang kemudian pemerintah bergeser ke Kerajaan Pajang dengan bergelar Sultan Hadiwijaya (Joko Tingkir). Pada masa yang sama pula di hutan Wonosadi terbentuk kawasan baru sebuah kademagan baru yang berpusat di Dusun Ngawen sehingga kademagan tersebut bernama Kademagan Ngawen yang di pimpin oleh Ki Kertiboyo. 

Ki Onggoloco berserta murid dan para kerabatnya sangat mendukung berdirinya kademagan baru ini yang dipimpin oleh Ki Kertiboyo seorang punggawa Majapahit yang mengawal ibundanya Rororesmi sampai ke Wonosadi.

               Untuk memperkuat kademagan baru maka Ki onggoloco dan Gadingmas membuka perguruan olah kanuragan yang berpusat di dataran yang cukup rata cukup luas di tengah hutan Wonosadi yang bernama "Lembah Ngenuman". Di situlah Ki Onggoloco dan Gadingmas mendirikan padepokan untuk mendidik para pemuda di bidang olah kanuragan dan kebatinan. Padepokan ini mempunyai banyak murid atas bantuan Ki Demang Kertiboyo, banyak pemuda yang berguru kepada Ki Onggoloco dan Gadingmas yang akhirnya menjadi bebahu( pejabar) di Kademagan, banyak juga yang menjadi perajurit di Kerajaan Pajang. Perguruan ini tetap berlanjut hinggan Ki Onggoloco dan Gadingmas berusia lanjut.

               Begitu banyak murid Ki Onggoloco dan Gadingmas yang sudah sukses maka kedua tokoh tersebut mengadakan pertemuan akbar setahun sekali untuk mengumpulkan seluruh murid-muridnya, anak cucu beserta masyarakat sekitar berkumpul di Lemabah Ngenuman.pada pertrmusn akbar ini banyak kegiatan yang dilakukan contohnya, wejang-wejangan serta pendadaran murid-murid dan mantan murid juga pentas seni Rinding Gumbeng yang diakhiri dengan kembul bujono (Makan Bersama). Peristiwa ini berjalan setiap tahun sekali dengan ketentuan dilaksanakan sehabis panen sawah dan pada hari Seni Legi atau Kamis Legi sampai sekarang masih dilestariakan warga sekitar dengan banyak orang menyebutnya Nyadran alas Wonosadi.

               Seni musik yang populer kala itu adalah Rinding Gumbeng dimana alat-alat semua terbuat dari bambu, mudah dibuat oleh siapa saja dan mudah dimainkan dengan cara ditiup ataupun dipukul. Hinggan kini musik Rinding Gumbeng tersebut masih dilestarikan oleh masyrakat terutama penduduk Dusun Duren Desa Beji Ngawen.

               Ketika usia Ki Onggoloco dan Gadingmas sudah benar-benar tua, sudah waktunya untuk "membersihkan diri" guna mencapai tataran hidup yang sempurna untuk menjemput ajal yang akan datang. Diputuskan oleh kedua tokoh untuk berpisah guna melakukan "tapa brata" untuk mensucikan diri lahir dan batin. Ki Onggoloco memilih tetap tinggal di Lembah Ngenuman dan Ki Gadingmas memutuskan bertapa di puncak Gunung Gambar. Terkait dengan Gunung Gamvar yang dituturkan oleh juru kunci Gunung Gambar Mbah Supodo, dulunya kawasan ini bernama Alas Gempol yang di jadikan lokasi pelarian sekaligus pertapaan dan pamoksan Ki Ageng Gading Mas.

                Kala itu Ki Ageng Gading Mas meminta kepada pengikutnya untuk mengirimnya makanan tiap 3 hari sekali, kemudian berubah menjadi 7 hari sekali, 40 hari sekali, dan yang terakhir setauh sekali. Berabad-abad kemudian, tradisi mengirimkan persembahan suci (srada) setahun sekali kepada Ki Ageng Gading Ma yang moksa di Gunung Gambar tetap hidup lestari dan di kenal dengan istilag Sadranan.

               Perubahan alas dari Gempol menjadi Gunung Gambar terjadi pada masa hidup Raden Mas Said sekitar abad ke-17. Pangeran Samber Nyawa hendak meneruskan perjuangan melawan penjajah. Pergilah ia ke Gunung Gambar dirinya hendak meminta bantuan Ki Demang Singodikoro. Kedatangan Pangeran Samber Nyawa ke tempat yang dahulu bernama Gempol ini bermula atas perasaan sakit hatunya kepada penjajah Belanda. Belanda menculik dan mengasingkan Pangeran Arya Mangkunegaran hinggan wafat. 

Setelah sampai di Ngawen di tempat Ki Demang Singodikoro, Pangeran Samber Nyawa diminta untuk bertapa disebuah gua kecil di bukit yang dahulu merupakan padepokan dan pamoksan Ki Gading Mas/ Ki Ageng Panutan. Untuk selanjutnya Pangeran Sambernyawa bersedia mengikuti petunjuk dari Ki Demang Singodikoro, untuk bertapa di goa yang terletak di bukit pada gunung tersebut.

               Konon pada suatu malam, di puncak Gunung batu tersebut sang Pangeran mendapatkan wahyu berupa gambaran strategis yang sebaiknya beliau gunakan saat berperang. Hingga saat ini puncak Gunung Gambar batu Kong yang konon menjadi tempat duduk Pangeran Sambernyawa, di batu ini juga terdapat jejak tangan dan kaki Pangeran Samber Nyawa.

Setelah mendapat wahyu kemudian Pangeran Samber Nyawa menggambar calon daerah "Mangkunegaran" yang akan dipakai pusat kerajaan dan rute perang untuk mengusir penjajah kompeni Belanda dari pulau Jawa. Untuk mengenang temapt tersebut kemudian oleh Pangeran Samber Nyawa diberi nama Gunung Gambar.

               Pangeran Sambe Nyawa bernama asli Raden Mas Said, kemudian bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Arya Mangkunegaran 1 (7 april 1725-28 desember 1795). Beliau di lahirkan di Keraton Kartosuro pada hari minggu legi tanggal 4 ruwah tahun jumakir 1650 AJ, windu Adi wuku Ari Agung arau 7 april 1725. Ayahnya bernama Kanjeng Pangeran Arya Mangkunegaran yang dibuang oleh Belanda ke Srilangka (ceylon). Ibunya bernama R.A. Wulan, puteri Pangeran Blitar. P

embuangan Kanjeng Mangkunegara disebabkan oleh fitnah yang dikarang oelh kanjeng Ratu dan Patih Dnurejo, dua orang wali Raja Pakubuwono 2 karena Raja masih berumur 16 tahun. Dalam fitnah ini ia dikatakan telah berzina dengan seorang selir PB 2 yakni Mas Ayu Larasati. Pada mulanya ia dijatuhkan hukuman mati kemudian di ubah menjadi hukuman buangan, R.M Said masih berumur 2 tahun.

                Menjelang umur 14 tahun, Raden Mas Said diangkat menjadi Mantri Gndek Keraton Kartosuro atas kehendak PB 2 dengan nama R.M.Ng.Suryo Kusumo. Untuk jabatan ini ia memperoleh tanah lungguh sebsar 50 jung. Adik-adiknya , Raden Rambia bergelar R.M.Ng.Martokusumo dan R.M.Sabar bergelar R.M.Ng, Wirokusumo  mereka mendapatkan tanah lungguh masing-masing 25 jung. Raden Mas Sabar saudara Pangeran Samber Nyawa yang bergelar Mangku Kusuma/ Wirokusumo/Narakusoro yang merasa tidak betah menetap di Surakarta dan berpandang sama dengan kakaknya menggembara di Ponjong dan menjadi penguasa di Pati, Genjahan sebelum Pontjodirdjo.

                Makam Eyang Wira Kusuma/ Mangku Kusuma ada di atas Gunung tutup, padukuhan Gedaren Desa Sumbergiri Ponjong. Di atas bukit ini, beliau menutup diri dari kejaran pasukan Hindia Belanda kala itu supaya tidak ada orang yang tahu bahwa beliau bersembunyi di bukit tersebut sehingga di sebut Gunung Tutup. Sementara itu Pangeran Samber Nyawa untuk menghadapi tentara Hindia Belanda membentuk pasukan Bregodho Kawandoso joyo yang terdiri dari 40 orang perajurit di Gunung Gambar.

Semua perajurit berkuda dan diberi nama depan "Djojo" misalnya ; Djojo Kusumo, Djojo Nagoro, Djojo Sudirgo dll, yang dipimpin oleh Manggala Yudha Raden Ngabehi Djoyo Wikromo. Beliau merupakan saudara muda dari Demang Jiwo Yudho Demang Gempol/Demang Ngawen. Mereka berdua adalah putra dari Wongso Sapto Yudho atau Eyang Carik yaitu seorang penasihat kerajaan dari Demak yang pertama kali datang membawa ajaran islam ke kademagan Ngawen dan memperistri Putri Ki Keriboyo.

               Mereka berdua mendapat amanah dari Eyang Carik untuk menjadi pengasuh serta pengajar R.M.Said yang pada saat itu disembunyikan di wilayah Gunungkidul. Awalnya R.M.Said di Gunung Payung perbukitan sebelah selatan di daerah Wedi, kemudian karena masih dirasa kurang aman bergeser ke daerah sebelah timur. Tepatnya adalah Dusun Gempol sebuah Dusun di selatan Gunung Gambar. Pada waktu itu yang  menjadi Demang kamitua Demang Jiwo Yudho. 

Disebut Kademagan Gempol karena disitu kebanyakan penduduk memelihara kuda ( Gempol artinya kotoran kuda) sehingga di setiap dusun sepanjang jalan berbau kotoran juda. R.M.Said yang kala itu masih anak-anak mulailah diasuh dengan Ki Demang Jiwo Yudho, dalam masa itulah diajar berbagai ilmu, baik ilmu lahir dan batin terutama ilmu keprajuritan karena Demang Jiwo Yudho adalah keturunan Prajurit berkuda dari Majapahit.

 Setelah sampai remaja kira-kira 15 tahun pengemblengan ilmu keprajuritan dilanjutkan oleh adik Demang Jiwo Yudho yang bernama Jiwo Wikromo sehingga kelak akan menjelma menjadi pasukan Bregodo Kawan Ndoso Joyo yang tersohor sebagai pasukan yang berkuda Pangeran Samber Nyawa yang selalu di takuti oleh pihak lawan khususnya tentara VOC Belanda.

               Ki Jiwo Wikromo/ Ki Djoyo Wikromo Saudara muda dari Demang Jiwo Yudho Demang Gempol/ Demang Ngawen itulah kemudian diangkat menjadi senopati perang pasukan berkuda Pangeran Samber Nyawa yang terkenal dengan semboyan "Tiji Tibeh" Mukti siji Mukti kabeh Mati siji Mati kabeh. Diantara punggawa pasukan Bregodo Kawan Ndoso Joyo yang tersohor adalah

1. Mas Ngabei Djoyo Wikromo Gunung Wijil, Kampung Ngawen, Gunungkidul, Yogyakarta menggantikan sang kakak Mas Ngabei Jiwo Yudo.

2. Kyai Wirodiwongso / Kyai Tumenggung Kudonowarso di Mantenan, Nglaroh, Selogiri, Wonogiri

3. Raden Sutowijoyo / Kyai Ngabei Ronggo Panambang di Randhusongo, Tasikmadu, Karanganyar

4. Kyai Ngabei Joyosantiko Cabean, Kaling, Tasikmadu, Karanganyar

5. Kyai Ngabei Joyorencono Karang, Kaling, Tasikmadu, Karanganyar

6. Kyai Ngabei Joyopuspito Ngendon Kerten, Wetan Bangak, Banyudono, Boyolali

7. Kyai Ngabei Joyohutomo Ngendon Kerten, Wetan Bangak, Banyudono, Bayolali

8. Raden Ngabei Joyosentono Mungup, Sawit, Boyolali

9. Raden Ngabei Joyomursito Krisikan, Simo, Boyolali

10. Kyai Ngabei Joyowidento Troketon, Karangasem, Solo

11. Kyai Ngabei Joyosuwahyo Potromulyo, Wetan Kaliwungu, Kendal, Waleri, Semarang

12. Kyai Ngabei Joyoprabowo Gunung Wijil, Prambanan, Klaten

13. Kyai Ngabei Joyoyudo Gombong, Kadipiro, Solo

14. Kyai Ngabei Joyotilarso Krisikan, Simo, Boyolali

15. Kyai Ngabei Joyoleyangan Sentonogede, Matesih, Karanganyar

16. Kyai Ngabei Joyosemito Ngendo Kerten, Wetan Bangak, Banyudono, Boyolali

17. Kyai Ngabei Joyodipuro Tunggul, Manyaran, Wuryantoro, Wonogiri

18. Kyai Ngabei Joyosumarto Sukomerto, Kepatihan, Nglaroh, Selogiri, Wonogiri

19. Kyai Somarasemita / Joyosudarso Sidowayah, Polanharjo, Klaten

20. Kyai Surengpati Sepuh / Joyopanamur Sentono Gede, Matesih, Karanganyar

21. Kyai Surojoyo / Joyopamenang Kedungdowo, Matesih, Karanganyar

22. Kyai Surowongso / Joyopanantang Punthuk Engkuk, Kalibanteng, Sendang Griyo, Selogiri, Wonogiri

23. Kyai Condro Tanoyo / Joyopawiro Katah, Singodutan, Selogiri, Wonogiri

24. Kyai Surengpati Enem / Joyopawiro Geger, Manyaran, Wonogiri

25. Kyai Citrodiwongso / Joyopangrawit Girimaloyo, Wuryantoro, Wonogiri

26. Kyai Surogerjito / Joyohulatan Kedungdowo, Plosorejo, Matesih, Karanganyar

27. Mas Demang Poncowigeno / Joyo Alap --alap Brengosan, Purwosari, Solo

Yang menyusul kemudian :

1. Kyai Kartomanggolo, Bulusari, Slogohimo

2. Kyai Taliwangsul, Tromo, Jamuran, Girimarto, Wonogiri

3. Kyai Gunowijoyo, Ganoman, Gunung Malang, Matesih, Karanganyar

4. Kyai Singodiwongso, Randusongo, Tasikmadu, Karanganyar

5. Kyai Kartolesono, Bendungan, Nglaroh, Selogiri, Wonogiri

6. Kyai Setroketu, Hastana Bibis Luhur, Solo

7. Kyai Jemparing, Mayang, Kidul Tilas Kraton, Kartasura

8. Kyai Gagakeri, Ngrusah, Manyaran

9. Kyai Gagakpranowo, Kadipiro, Sendangtirto, Brebah, Sleman

10. Kyai Gagakrejo, Sendhang Lanang, Wonogiri

11. Kyai Gonobahu, Jetak, Bendungan, Nglaroh, Wonogiri

12. Raden Mangunrejo

13. Raden Hendropanitis

Kelompok Khusus :

1. Raden Ayu Kusumonarso, Garwo Sn. Amangkurat IV, Nenek Pangeran Sambernyawa, Makam di Kebloan

2. Raden Ayu Kusumo Matah Ali, Garwo Sepuh Pangeran Sambernyawa, Putri Kyai Kasan Nuriman, Makam di Gunung Wijil Selogiri Wonogiri

3. Kyai Kasan Nuriman, Guru dan Mertua Pangeran Sambernyawa, Makam di Karang Tengah Selogiri

4. Nyai Emban, Emban Pangeran Sambernyawa, Makam di Desa Tumanggul Jatipuro Karanganyar

5. Gamel (Pemelihara Kuda) Pangeran Sambernyawa, Makam di Desa Gempolan Jatiyoso Karanganyar.

Kisah Pangeran Sambernyawa di medan perang tak kurang dari 16 tahun. Dari tahun 1741 hingga 1757 setidaknya ada 250 kali pertempuran yang dijalaninya. Baik melawan Belanda maupun pasukan gabungan. Dari kemampuannya inilah, RM Said mendapat julukan Pangeran Samber Nyawa dari Gubernur VOC Nicolass Hartingh. Julukan itu diberikan setelah dia berhasil mengalahkan pasukan VOC yang dipimpin oleh Kapten Van Der Poll, dan bahkan memenggal kepala sang kapten.

Diantara 250 pertempuran, setidaknya ada tiga pertempuran besar yang dilakoni Pangeran Samber Nyawa dan pasukannya dalam periode itu.

Pertama, di Desa Kasatriyan dekat Ponorogo pada 1752 menghadapi pasukan gabungan VOC, Kasunanan Surakarta, dan Kesultanan Yogyakarta. Dalam Babad Lelampahan, seperti dikutip dari Sambernyawa Menggugat Indonesia (2011) yang disusun Soerjo Soedibjo Mangkoehadiningrat, menyebut, dari pihak Said hanya kehilangan nyawa 3 orang, sedangkan 29 orang lainnya luka-luka. Dari kubu musuh, sebanyak 600 orang tewas (hlm. 12).

Kedua, pasukan Pangeran Samber Nyawa berhasil mengalahkan tentara VOC pimpinan Kapten van der Pol di hutan Sitakepyak, selatan Rembang, pada 1756. Ribuan prajurit bantuan yang dikirimkan HB I dari Yogyakarta juga dapat dipukul mundur. Kapten Pol bahkan tewas, kepalanya ditebas oleh Pangeran Samber Nyawa.

Puncak perjuangan Pangeran Samber Nyawa terjadi saat dia menyerang Yogyakarta, dan mengacak-acak benteng VOC serta keraton. Kemampuan berperangnya yang luar biasa, membuat dia dan pasukannya bisa dengan mudah masuk me dalam keraton. Dan hal ini tentu saja membuat Sultan Hamengku Buwono murka.

Sultan lantas membuat sayembara dengan hadiah uang sebesar 500 real dan jabatan bupati kepada siapa saja yang berhasil menangkap Said. VOC bahkan siap memberikan uang sebesar 1.000 bagi siapa saja yang mampu menangkap Pangwran Samber Nyawa.

Lantaran tidak ada seorang pun yang mampu menunaikan sayembara tersebut, VOC mendesak kepada PB III dan HB I untuk membujuk Said melakukan perundingan. Pangeran Samber Nyawa ternyata bersedia. Maka digelarlah Perjanjian Salatiga pada 17 Maret 1757 (Denys Lombard, Nusa Jawa: Warisan Kerajaan-kerajaan Konsentris, 1996: 46).

Kasultanan Yogyakarta PB III memperlakukan Samber Nyawa dengan sangat baik dalam pertemuan itu, begitu pula utusan HB I maupun VOC. Hasil Perjanjian Salatiga tanggal 17 Maret 1757 inilah yang mengakhiri pertikaian antar trah Mataram di tanah Jawa. Samber Nyawa mendapatkan konsesi berupa wilayah khusus yang akan dipimpinnya.

Sejak saat itulah muncul kerajaan ke-3, yakni Kadipaten Mangkunegaran, yang hidup berdampingan dengan Kasunanan Surakarta serta Kesultanan Yogyakarta. Pergerakan Raden Mas Said alias Pangeran Sambernyawa, yang menggelari dirinya dengan Mangkunegara I, akhirnya bisa ditenangkan.

               Setelah masa RM Said menjadi adipati Mangkunegaran, maka R.Ng Djoyo Wikromo pensiun sebgai senopati prajurit Bregodo Patang Ndoso Joyo. Beliau tidak mau tinggal di kalangan istana kerajaan Mangkunegaran dan memilih untuk pulang ke daerah asalnya yaitu ke Gunungkidul, hisup sebagai rakyat biasa di menjelang hari tuanya. Ng. Djojo Wikromo di beri daerah kekuasaan Kademagan Gempol wilayah Gunungkidul senagai tanah lungguh, yang saat itu wilayah tersebut sudah menjadi Kademagan Ngawen. 

Beliau membuat rumah di sekitar mata air alam (sumur alam) yang tidak pernah kering airnya walaupun kemarau panjang. Yang kelak Dusun tersebut bernama dusun Gudang Kampung Ngawen. Setelah meninggal dunia R.Ng.Djojo Wikromo di semayamkan di Gunung wijil pemakaman sebelah barat Dusun Gudang. Bukit kecil berupa gunudakan tanah seluah 1 hektar di sebelah barat mata air yang berbatu hitam, diantara bukit-bukit kapur sebagai ciri khas bukit di daerah Ngawen.

               Adapun makan Pangeran Smaber Nyawa berada di Astana Mangadeg yang berada di salah satu bukit tertinggi di lereng gunung lawu matesih Karanganyar Jawa Tengah.

                             

                              Sumber: dialmbil dari sejarah lokal dusun di kecamatan Ngawen, Ponjong Dll.

Sumadi Dhiak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun