Mohon tunggu...
Sumadi
Sumadi Mohon Tunggu... Lainnya - Sumadi,

Hobi menulis dan membaca. Mau tau tentang saya ?Jangan lupa follow instagram saya @sumaku_26

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Babad Alas Wonosadi Gunung Gambar Lan Gunung Tutup Gunungkidul

6 Agustus 2020   06:45 Diperbarui: 6 Agustus 2020   06:50 2843
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

               Sejalan dengan perjalanan sejarah Kerajaan di Jawa, dengan berakhirnya Kerajaan Demak yang kemudian pemerintah bergeser ke Kerajaan Pajang dengan bergelar Sultan Hadiwijaya (Joko Tingkir). Pada masa yang sama pula di hutan Wonosadi terbentuk kawasan baru sebuah kademagan baru yang berpusat di Dusun Ngawen sehingga kademagan tersebut bernama Kademagan Ngawen yang di pimpin oleh Ki Kertiboyo. 

Ki Onggoloco berserta murid dan para kerabatnya sangat mendukung berdirinya kademagan baru ini yang dipimpin oleh Ki Kertiboyo seorang punggawa Majapahit yang mengawal ibundanya Rororesmi sampai ke Wonosadi.

               Untuk memperkuat kademagan baru maka Ki onggoloco dan Gadingmas membuka perguruan olah kanuragan yang berpusat di dataran yang cukup rata cukup luas di tengah hutan Wonosadi yang bernama "Lembah Ngenuman". Di situlah Ki Onggoloco dan Gadingmas mendirikan padepokan untuk mendidik para pemuda di bidang olah kanuragan dan kebatinan. Padepokan ini mempunyai banyak murid atas bantuan Ki Demang Kertiboyo, banyak pemuda yang berguru kepada Ki Onggoloco dan Gadingmas yang akhirnya menjadi bebahu( pejabar) di Kademagan, banyak juga yang menjadi perajurit di Kerajaan Pajang. Perguruan ini tetap berlanjut hinggan Ki Onggoloco dan Gadingmas berusia lanjut.

               Begitu banyak murid Ki Onggoloco dan Gadingmas yang sudah sukses maka kedua tokoh tersebut mengadakan pertemuan akbar setahun sekali untuk mengumpulkan seluruh murid-muridnya, anak cucu beserta masyarakat sekitar berkumpul di Lemabah Ngenuman.pada pertrmusn akbar ini banyak kegiatan yang dilakukan contohnya, wejang-wejangan serta pendadaran murid-murid dan mantan murid juga pentas seni Rinding Gumbeng yang diakhiri dengan kembul bujono (Makan Bersama). Peristiwa ini berjalan setiap tahun sekali dengan ketentuan dilaksanakan sehabis panen sawah dan pada hari Seni Legi atau Kamis Legi sampai sekarang masih dilestariakan warga sekitar dengan banyak orang menyebutnya Nyadran alas Wonosadi.

               Seni musik yang populer kala itu adalah Rinding Gumbeng dimana alat-alat semua terbuat dari bambu, mudah dibuat oleh siapa saja dan mudah dimainkan dengan cara ditiup ataupun dipukul. Hinggan kini musik Rinding Gumbeng tersebut masih dilestarikan oleh masyrakat terutama penduduk Dusun Duren Desa Beji Ngawen.

               Ketika usia Ki Onggoloco dan Gadingmas sudah benar-benar tua, sudah waktunya untuk "membersihkan diri" guna mencapai tataran hidup yang sempurna untuk menjemput ajal yang akan datang. Diputuskan oleh kedua tokoh untuk berpisah guna melakukan "tapa brata" untuk mensucikan diri lahir dan batin. Ki Onggoloco memilih tetap tinggal di Lembah Ngenuman dan Ki Gadingmas memutuskan bertapa di puncak Gunung Gambar. Terkait dengan Gunung Gamvar yang dituturkan oleh juru kunci Gunung Gambar Mbah Supodo, dulunya kawasan ini bernama Alas Gempol yang di jadikan lokasi pelarian sekaligus pertapaan dan pamoksan Ki Ageng Gading Mas.

                Kala itu Ki Ageng Gading Mas meminta kepada pengikutnya untuk mengirimnya makanan tiap 3 hari sekali, kemudian berubah menjadi 7 hari sekali, 40 hari sekali, dan yang terakhir setauh sekali. Berabad-abad kemudian, tradisi mengirimkan persembahan suci (srada) setahun sekali kepada Ki Ageng Gading Ma yang moksa di Gunung Gambar tetap hidup lestari dan di kenal dengan istilag Sadranan.

               Perubahan alas dari Gempol menjadi Gunung Gambar terjadi pada masa hidup Raden Mas Said sekitar abad ke-17. Pangeran Samber Nyawa hendak meneruskan perjuangan melawan penjajah. Pergilah ia ke Gunung Gambar dirinya hendak meminta bantuan Ki Demang Singodikoro. Kedatangan Pangeran Samber Nyawa ke tempat yang dahulu bernama Gempol ini bermula atas perasaan sakit hatunya kepada penjajah Belanda. Belanda menculik dan mengasingkan Pangeran Arya Mangkunegaran hinggan wafat. 

Setelah sampai di Ngawen di tempat Ki Demang Singodikoro, Pangeran Samber Nyawa diminta untuk bertapa disebuah gua kecil di bukit yang dahulu merupakan padepokan dan pamoksan Ki Gading Mas/ Ki Ageng Panutan. Untuk selanjutnya Pangeran Sambernyawa bersedia mengikuti petunjuk dari Ki Demang Singodikoro, untuk bertapa di goa yang terletak di bukit pada gunung tersebut.

               Konon pada suatu malam, di puncak Gunung batu tersebut sang Pangeran mendapatkan wahyu berupa gambaran strategis yang sebaiknya beliau gunakan saat berperang. Hingga saat ini puncak Gunung Gambar batu Kong yang konon menjadi tempat duduk Pangeran Sambernyawa, di batu ini juga terdapat jejak tangan dan kaki Pangeran Samber Nyawa.

Setelah mendapat wahyu kemudian Pangeran Samber Nyawa menggambar calon daerah "Mangkunegaran" yang akan dipakai pusat kerajaan dan rute perang untuk mengusir penjajah kompeni Belanda dari pulau Jawa. Untuk mengenang temapt tersebut kemudian oleh Pangeran Samber Nyawa diberi nama Gunung Gambar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun