Mohon tunggu...
Muhammad Saupiyani
Muhammad Saupiyani Mohon Tunggu... Mahasiswa S1 UIN Antasari Banjarmasin

Muhammad Saupiyani merupakan mahasiswa S1 Pendidikan Bahasa Arab UIN Antasari Banjarmasin yang menyalurkan pengalamannya dalam keabadian yang bernama tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Logos yang Menikam : Ketika Kata Tak Lagi Membangun Tapi Meruntuhkan

23 Juni 2025   21:19 Diperbarui: 23 Juni 2025   21:19 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Orang Berkata Kasar (Sumber: Hudaya Safari)

Dalam tradisi filsafat Yunani, logos adalah lambang dari akal, bahasa, dan kekuatan penciptaan. Ia adalah alat manusia untuk memahami dunia, menjalin makna, dan membangun peradaban. Namun di era digital, ketika kata-kata tersebar dalam kecepatan cahaya melalui media sosial, logos kehilangan kedalaman reflektifnya dan berubah menjadi senjata tanpa kendali.

Komentar-komentar yang dituliskan dalam ruang virtual tak lagi menjadi jembatan dialog, tetapi menjelma menjadi pisau yang menikam batin manusia. Kritik berubah menjadi cacian, opini menjadi serangan personal, dan candaan ringan menyisakan trauma mendalam. Di balik layar yang seolah netral, jiwa manusia perlahan tergerus, seolah kata yang diciptakan untuk membangun kini justru meruntuhkan fondasi eksistensialnya. Ini adalah zaman ketika bahasa tidak lagi menjadi penawar, melainkan racun yang tersembunyi dalam kalimat-kalimat biasa.

Begitulah mungkin yang dirasakan ketika hidup di negeri Konoha, ketika kata-kata tidak lagi untuk membangun tapi untuk meruntuhkan hidup seseorang. Media sosial menjanjikan kebebasan berekspresi namun dibalik layar yang datar tersembunyi paradoks besar, semakin bebas seseorang berbicara maka semakin besar pula kemungkinan kata-katanya kehilangan tanggung jawab moral.

Dalam ruang yang dipenuhi notifikasi dan algoritma, logos tidak lagi mengandung kebijaksanaan melainkan diproduksi demi sensasi maka disinilah bahasa mengalami degradasi bukan lagi sebagai alat komunikasi akan tetapi alat dominasi dan penghakiman masal. Nietzsche pernah berkata bahwa bahasa bisa membatasi pikiran namun hari ini justru kata-kata yang tak terbatas mampu membunuh pikiran yang mendalam. Kita tak lagi berdialog akan tetapi kita berteriak didalam ruang gema-dimana suara terbanyak, bukan yang paling bijak tapi siapa yang mengikuti hawa nafsunya.

Foto Orang Berkomentar di Media Sosial (Sumber: Yoursay-Suara.com)
Foto Orang Berkomentar di Media Sosial (Sumber: Yoursay-Suara.com)
Susah ya hidup di negeri Konoha? (bertanya dengan nada lembut) bukan karena tak ada yang peduli, tapi karena kadang mau bergerak dituduh cari panggung, mau diam dianggap tak peduli, mau bantu, dikira pencitraan dan mau bersuara disuruh diam. Padahal negeri ini tidak pernah kekurangan orang baik akan tetapi yang kurang adalah ruang untuk percaya dan telinga yang mau benar-benar mendengar. Prestasi di hina, wajah dijadikan bahan tertawaan dan olokan, "saya pikir ketika kita sudah berjuang, belajar, berkompetisi sampai ke kancah dunia maka orang akan melihat hasil kerja keras, ternyata saya salah karna yang lebih dulu dilihat mereka adalah wajah bukan prestasi maupun kerja keras atau bagaimana kamu berusaha untuk memberikan dampak dan kebermanfaatan.

Yang membuat saya marah bukan cuma kata-kata mereka, tetapi saya sedih sudah berapa banyak anak muda diluar sana yang menyerah bukan karena gagal akan tetapi karena dibunuh secara mental oleh komentar

Foto Orang Berkomentar Negatif di Media Sosial (Sumber: Instagram @rian.fahardhi) 
Foto Orang Berkomentar Negatif di Media Sosial (Sumber: Instagram @rian.fahardhi) 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun