Mohon tunggu...
Leo Christianto
Leo Christianto Mohon Tunggu... Lainnya - Leo

No comment

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Masa Lalu dan Masa Kini

6 Desember 2017   20:43 Diperbarui: 6 Desember 2017   20:45 711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin benar kecurigaan erin selama ini. kenyataannya selama ini aku tak pernah bisa melupakan nova barang sedetik pun.

Seolah setuju dengan pribahasa "Bagai Pungguk Yang Merindukan Bulan". Aku selalu merindukannya. Sayang, janji tak pernah tertunaikan, malah aku harus terjebak dalam hubungan cinta sepihak bersama erin. Sebuah hubungan percintaan yang jauh dari kata normal.

Bersamanya, aku tak ubahnya sebuah boneka yang selalu digerakkan ke sana-kemari. Bergerak bukan atas kemauannya sendiri. Hanya bergerak jika sedang dimainkan saja. Selebihnya hanya tersimpan dan tersembunyi di dalam kotak penyimpanan yang kusebut kamar. Bagiku, hidup tak ubahnya sebuah omong-kosong, layaknya janji-janji yang tak pernah bisa kutepati. Seperti itulah kehidupan yang kujalani sekarang.

Aku terbaring dalam kamar sempit di dalam rumah yang kusewa, hasil dari gaji bulananku sebagai karyawan honorer, bukan sebuah kamar luas ber-AC seperti hotel-hotel bintang lima, dengan penerangan lampu yang seadanya. Di atas langit-langit, kamarku tak tertutup pelafon, hanya tampak kosong dan melompong. Sesekali rembesan air menembus atap memberikan sensasi hawa dingin dan basah yang tak kuharapkan.

Sekarang nova sudah menemukan dunianya sendiri, sesuai dengan takdir yang telah digariskan padanya. Tak ada aku di sana. Tuhan memang tak pernah selalu ada. Aku meringsut di dalam selimutku lalu tertidur pulas.

Terbaring berbungkus selimut tebal, tanpa makan malam hanya mie instan. Aku merasa jauh lebih miskin ketimbang anak kuliahan yang tinggal di sebelah kamar kosanku yang uang sewa kos-kosannya masih ditanggung oleh kedua orang tuanya. Kenyataannya mereka tetap bisa menikmati makanan enak setiap malam, ditanggal tua meskipun mereka belum bekerja. Sungguh ironis memang.

Seperti biasa, kunyalakan komputerku lalu mengetik beberapa laporan. Terkadang, sesekali hanya sekedar memperbaiki printer yang sedang ngadat. Jika tidak sedang bekerja, aku hanya melamun di dalam ruang kerja. Jika ditanya soal kuliah, jawabanku selalu mengawang, seolah tak ada kepastian bahwa kuliahku akan segera terselesaikan. Kuliah sambil bekerja. Sungguh, pilihan karir yang rumit.

"Rio!." Suara wanita dari arah belakang yang menggema ketika aku hendak makan siang. Seingatku, di dalam ruangan itu aku sedang sendirian.

"Bang Rio." Suara itu makin kencang tapi terdengar halus dan sopan. Tidak seperti suara erin yang terdengar kasar dan terkesan barbar. "Nova!." Aku terkejut seketika, seolah tak percaya bahwa nova sedang berdiri di hadapanku.

Saat itu kami hanya saling bercerita layaknya teman lama, tentang apa saja yang telah terjadi selama beberapa tahun, tentang aku yang terasing di tempat kerjaku sendiri, semenjak Ia mengundurkan diri.

Hari itu, kuungkapkan segala rasa penyesalanku, serta janji-janjiku. Janji-janji di masa lalu. Janji yang hanya tinggal janji. Janji untuk selalu ada disaat dia berduka. Janji yang paling utama, tapi tak pernah ditunaikan. Sungguh tak tergambarkan betapa menyesalnya aku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun