Ia menegaskan:
Kemerdekaan tanpa pengetahuan hanyalah kemerdekaan semu.
Sekolah, menurutnya, tidak boleh sekadar mencetak pegawai, melainkan melahirkan manusia yang berpikir bebas dan logis.
Guru, bagi Tan Malaka, adalah penyalur kesadaran kemerdekaan
pembimbing agar rakyat sadar akan hak dan logikanya.
Akhir Tragis, Pikiran yang Abadi
Tan Malaka wafat pada 21 Februari 1949 di Kediri, Jawa Timur, dalam situasi politik pasca revolusi yang penuh konflik.
Ia gugur di tangan sesama pejuang, tetapi pemikirannya tetap hidup melampaui zaman.
Seperti tulisnya dalam Madilog:
"Beribu orang Indonesia akan mati dalam perjuangan. Tetapi pikiran mereka tidak akan pernah mati."
Kini, nama Tan Malaka menjadi simbol keberanian intelektual bukti bahwa revolusi sejati lahir dari pikiran yang merdeka.