Mohon tunggu...
Erni Lubis
Erni Lubis Mohon Tunggu... Guru - Pengajar dan pembelar

Mencoba menulis

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Kami Penumpang Bus

10 Oktober 2019   20:59 Diperbarui: 10 Oktober 2019   20:56 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kami adalah penumpang bus antar kota.

Di terminal, terbiasa dengan panggilan penjual yang menawarkan dagangan agar mampir. Kadang kami berniat menyenangkan hatinya sekaligus mengganjal perut. Tapi, kadang kami acuh tak peduli, atau hanya tersenyum tipis sambil menggeleng.

Kami terbiasa dengan sapaan para kenek bus yang mencari penumpang, sapaan penjual makanan keliling yang menawarkan dagangan dengan sedikit memaksa.

Kami terbiasa dengan celotehan-celotehan rendahan, kata-kata kasar yang diucapkan secara bersahabat, kepulan-kepulan asap rokok, tawaan saling mengejek satu sama lain.

Kami terbiasa melihat sopir dan kenek menggoda penumpang cantik dengan pura-pura peduli, tanya mau kemana.

Di dalam bus, kami terbiasa duduk diam tak saling menyapa. Atau menyapa sepatah, dua patah kata untuk basa-basi.

Kami terbiasa berdiri berdempet-dempetan. Memberi tempat pada penumpang prioritas, seperti lansia, perempuan membawa anak, perempuan hamil, difabel, atau kadang ada juga yang tak peduli dengan yang prioritas.

Kami terbiasa asyik dengan dunia maya di handphone, mendengarkan musik dengan headset, atau mendengarkan musik dangdut yang diputar di bus.

Kami terbiasa mendengar suara sumbang pengamen, merogoh kantong limaratus, seribu, atau paling banyak dua ribu, sesekali satu batang rokok, untuk menghargai mereka.

Kami terbiasa melihat kenek bus menerima telepon atau menelpon sesama kenek di bus lain, demikian sopir, untuk memastikan lawan bus yang di belakang atau di depan. Terbiasa melihat mereka memberi kode dengan bus yang berlawanan arah. Terbiasa mendengar lempar-lemparan obrolan kenek dan supir, yang kami tak paham, dan tak mau peduli.

Kami terbiasa ikut terbawa suasana kebut-kebutan dengan bus yang dibelakang. Terbiasa melihat kenek menyuruh minggir pengendara motor dengan suara kasar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun