"Nepal hari ini menjadi cermin pahit tentang bagaimana demokrasi bisa berubah menjadi luka ketika negara gagal mendengar. Demonstrasi yang awalnya dipicu oleh larangan pemerintah terhadap sejumlah platform media sosial berkembang menjadi gelombang protes besar yang melibatkan ribuan orang. Bagi rakyat Nepal, larangan itu bukan sekadar pembatasan akses digital, melainkan simbol dari kecenderungan negara yang kian membatasi ruang kebebasan. Dari jalan-jalan Kathmandu terdengar teriakan menuntut hak untuk berbicara, hak untuk didengar, dan hak untuk hidup dengan adil. Tetapi yang datang justru gas air mata, peluru karet, dan dentuman senjata api yang merenggut belasan nyawa.
Larangan media sosial itu hanyalah pemicu, bukan akar masalah. Yang melatarbelakangi amarah publik adalah tumpukan kekecewaan terhadap korupsi yang merajalela, nepotisme yang menutup kesempatan, dan jurang ketidakadilan yang semakin lebar. Media sosial, dalam konteks ini, menjadi ruang publik baru tempat rakyat menemukan saluran untuk mengekspresikan kegelisahannya. Ketika ruang itu ditutup, negara sesungguhnya sedang memutus komunikasi dengan warganya."
Dari kutipan Artikel yang dibuat oleh Pak Study Rizal L. Kontu , Artikel ini berhasil menggambarkan dengan jelas bagaimana larangan media sosial di Nepal hanyalah pemicu dari masalah yang lebih dalam, yaitu kekecewaan rakyat terhadap korupsi, dan ketidakadilan. Penulis menekankan bahwa media sosial bukan sekadar ruang hiburan, melainkan ruang publik baru tempat rakyat menyalurkan aspirasi dan kegelisahannya. Ketika ruang itu ditutup, negara justru menunjukkan kegagalannya dalam membangun komunikasi dengan rakyat. Pesan yang tersampaikan sangat kuat, bahwa demokrasi tidak akan pernah sehat jika negara lebih memilih represi daripada mendengar suara warganya.Â
Negara lain khususnya Indonesia bisa bercermin dari kejadian tersebut, karena Indonesia juga pernah terjadi hal serupa dalam bentuk pembatasan kebebasan berekspresi, pembungkaman kritik, hingga kasus-kasus represi aparat terhadap demonstrasi mahasiswa maupun masyarakat sipil. pengalaman sejarah dan kondisi sekarang juga menunjukkan adanya kecenderungan pembatasan kritik serta represi terhadap masyarakat. Oleh karena itu, baik Nepal maupun Indonesia perlu menyadari bahwa keberlangsungan demokrasi hanya dapat terjaga jika negara membangun komunikasi yang terbuka, menjamin kebebasan berekspresi, dan menegakkan keadilan bagi seluruh rakyatnya.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI