Sedangkan di ranah politik, respons lambat memperlebar jarak antara rakyat dan wakilnya di DPR. Banyak yang merasa DPR lebih sibuk menjaga kepentingan partai ketimbang mendengar aspirasi konstituennya. Kondisi ini bisa berakibat fatal: turunnya legitimasi politik. Sebuah negara tanpa legitimasi ibarat kapal tanpa nakhoda, rawan terguncang oleh ombak sekecil apa pun.
Padahal, rakyat tidak menuntut hal yang berlebihan. Mereka hanya ingin negara hadir dengan cepat, memberikan kepastian, dan menegaskan keberpihakan. Seharusnya pemerintah dan DPR bisa segera membentuk tim dialog, membuka kanal komunikasi dua arah, dan menyusun solusi konkret. Bukan justru terjebak dalam narasi defensif yang semakin menjauhkan mereka dari rakyat.
Sayangnya, yang terjadi hari ini adalah keterlambatan demi keterlambatan. Dan seperti hukum besi dalam setiap krisis: semakin lambat respons negara, semakin besar biaya yang harus ditanggung.
Menghadapi krisis kepercayaan publik, pemerintah dan DPR seharusnya belajar dari pengalaman. Ketika rakyat bergerak, jangan pernah menunda respons. Setiap menit yang terlewat bukan hanya kehilangan waktu, tetapi juga menambah kerugian ekonomi, sosial, dan politik yang tidak mudah dipulihkan.
Respons lambat hanyalah jalan menuju kerugian yang terus bertambah. Sebaliknya, respons cepat, terbuka, dan tulus adalah jalan keluar yang bisa mengembalikan kepercayaan rakyat.
Pertanyaan akhirnya apakah elit politik kita berani bergerak cepat demi rakyat, atau tetap menunda hingga semua terlambat?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI