Mohon tunggu...
Sapraji
Sapraji Mohon Tunggu... Konsultan Politik | Manajemen | Analis Kebijakan Publik | Peneliti | Penulis

Political Consultant, Management, Public Policy Analyst and Founder of IDIS INDONESIA GROUP

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mengapa Respon Lambat Pemerintah dan DPR Membuat Kerugian Terus Bertambah?

3 September 2025   17:52 Diperbarui: 3 September 2025   17:52 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Respon Lambat Pemerintah dan DPR. (Foto: Idisign)

Gelombang demonstrasi yang merebak sejak akhir Agustus 2025 adalah potret jelas bahwa rakyat tidak lagi sabar menunggu janji dan tindakan nyata dari pemerintah maupun DPR. Tuntutan terkait pemenuhan hak pekerja, revisi kebijakan yang merugikan rakyat, hingga transparansi pengelolaan negara terus menggema. Namun yang muncul justru adalah respons lambat, cenderung defensif, bahkan menghindar.

Pertanyaan sederhananya apakah negara benar-benar mendengar suara rakyat, atau justru sibuk dengan kalkulasi politik jangka pendek?

Rakyat Bergerak, Elit Terlambat Menjawab

Indonesia bukan kali ini saja menghadapi gelombang protes. Dalam catatan sejarah politik kita, keterlambatan respons pemerintah selalu berbuah kerugian yang lebih besar. Dari krisis 1998 hingga revisi UU Cipta Kerja pada 2020, rakyat selalu menjadi pihak yang paling dulu menanggung akibat.

Hari ini situasi itu terulang kembali. Berbagai serikat pekerja, mahasiswa, hingga kelompok masyarakat sipil sudah sejak awal menyalakan alarm: ada kebijakan yang dianggap merugikan rakyat kecil dan menguntungkan segelintir elit. Mereka meminta ruang dialog yang jujur dan terbuka. Namun, respons dari pemerintah maupun DPR justru datang terlambat.

Keterlambatan respons ini juga menimbulkan efek domino. Demonstrasi yang awalnya bisa diakomodasi dengan komunikasi terbuka berubah menjadi gelombang besar dengan potensi kekerasan. Kerusakan fasilitas publik, terhambatnya aktivitas ekonomi, dan rusaknya citra politik di mata dunia adalah biaya yang harus dibayar mahal hanya karena pemerintah dan DPR tidak segera bergerak.

Lebih dari itu, keterlambatan selalu membuka ruang bagi rumor, hoaks, dan polarisasi sosial. Saat pejabat negara sibuk berdebat soal prosedur, rakyat di jalanan kehilangan pekerjaan, usaha kecil merugi, dan rasa percaya terhadap negara makin terkikis. Apakah ini harga yang pantas dibayar untuk sebuah "pertimbangan politik"?

Kerugian Nyata: Ekonomi, Sosial, dan Politik

Respons lambat tidak hanya soal citra. Ia menimbulkan kerugian nyata dalam berbagai sektor. Di bidang ekonomi, misalnya, aksi mogok buruh di kawasan industri menyebabkan rantai pasok terganggu. Investor asing mulai menahan diri, menunggu kepastian kebijakan. Bursa Efek sempat berfluktuasi karena kabar ketidakpastian politik. Bagi UMKM, yang hidup dari perputaran harian, kerugian langsung terasa: menurunnya omzet, berkurangnya pelanggan, dan meningkatnya biaya distribusi.

Dari sisi sosial, masyarakat kehilangan rasa aman. Ketika demonstrasi berlangsung tanpa ada kepastian dari negara, kekhawatiran meningkat. Orang tua resah melepas anaknya kuliah, pelaku usaha takut membuka toko, dan publik kehilangan kepercayaan terhadap aparat. Rasa cemas ini bisa berubah menjadi apatisme sosial yang jauh lebih berbahaya dalam jangka panjang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun