amarah Tuhan ditunjukkannya pada hujan yang jatuh bertubi-tubi dari langit, sampai tanah tak mampu lagi menyerapnya, lalu terjadilah air bah, banjir.
Pada ujung waktu Desember ini,Pohon rebah, rumah porak poranda, mobil terendam, celana dalam, kutang, hanyut menggelayut di ranting. Mereka takut, melarikan diri dan sebagiannya meregang nyawa.
Jika sudah begitu, amarah Tuhan mereka jadikan alasan untuk menunjuk hidung biang keladi terjadinya banjir. Pemimpin disalahkan, rakyat terbelah. Para Sengkuni tertawa seraya menggelar pesta di atas kapal pesiar.
Jika amarah Tuhan saja mereka jadikan alasan, bagaimana dengan kelembutan hati Tuhan? Boleh jadi, itu akan mereka jadikan alasan pula bahwa segala kemuliaan, keringanan tangan serta materi yang mereka berikan, adalah miliknya bukan datang dari Tuhan.
Amarah Tuhan pada hujan sesungguhnya adalah luapan kecewaNya yang ditujukan kepada mereka, mereka yang merasa tidak ber-Tuhan.
(7/12/2021)