Pelaku, yang mengaku menyesal atas perbuatannya, mencoba menjelaskan bahwa tindakannya tersebut adalah respons terhadap tindakan pencurian yang sering terjadi di asrama.Â
Namun, alasan ini tidak dapat dibenarkan untuk menggunakan kekerasan fisik sebagai bentuk hukuman. Metode pendekatan seperti ini tidak hanya merusak hubungan kepercayaan antara guru dan siswa, tetapi juga menciptakan lingkungan belajar yang tidak aman dan tidak menghormati hak-hak individu.
Otoritas pendidikan juga telah merespons dengan tegas terhadap insiden ini. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) NTT, Linus Lusi, menyatakan bahwa pihaknya tidak akan ragu-ragu untuk mencabut izin operasional sekolah tersebut.Â
Kejadian ini telah membuka diskusi luas tentang tanggung jawab sekolah dalam menjaga keamanan, hak asasi, dan kesejahteraan siswa.
Kasus ini juga menegaskan perlunya peningkatan pelatihan dan pendidikan untuk para guru mengenai metode disiplin yang efektif dan menghormati. Menghadapi pelanggaran atau perilaku buruk siswa, pendekatan yang lebih konstruktif dan mendidik harus diambil, tanpa mengorbankan hak-hak dan kesejahteraan siswa.
Melalui insiden ini, masyarakat secara kolektif diingatkan akan pentingnya memberikan pendidikan yang bermartabat dan mengedepankan keamanan serta hak-hak siswa.Â
Diharapkan bahwa kasus ini tidak hanya menjadi titik awal untuk perubahan nyata dalam praktik pendidikan, tetapi juga mengilhami refleksi mendalam tentang pentingnya nilai-nilai kemanusiaan dalam proses pembelajaran.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI