Mohon tunggu...
Samudra Eka Cipta
Samudra Eka Cipta Mohon Tunggu... Lainnya - Pecinta Travel dan Jalan-Jalan

Jadikanlah Setiap Peristiwa Sebagai Guyonan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Soal Desakan Pelurusan Kembali Sejarah 1965 kepada Nadiem Makarim oleh Megawati, Apa Perlu?

27 November 2020   21:02 Diperbarui: 27 November 2020   21:06 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketum Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan, Megawati Soekarnoputri (https://bekasi.pikiran-rakyat.com/)

Isu soal PKI merupakan isu yang tidak akan habisnya, pasalnya PKI merupakan partai yang sudah dilarang keberadaanyan oleh Pemerintahan Soeharto, sama halnya dengan Masyumi yang juga dibubarkan oleh Soekarno  Beberapa teori sejarah yang berkaitan apakah PKI memiliki keterlibatan dalam pembunuhan para jendral atau tidak?. Namun, isu pelurusan soal PKI justru datang dari Megawati yang merupakan politikus PDIP. 

Dikutip dari detiknews.com pada (24/11) dengan judul artikel Bicara Sejarah 1965, Megawati Minta Mendikbud Nadiem Luruskan, yang mengatakan gambaran sejarah Indonesia seperti terpotong sejak tahun 1965. Dirinya menegaskan bahwa sejarah 1965 itu merupakan tonggak sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Dalam sebuah video yang diunggah oleh historia.id  dalam sebuah acara Pembukaan Pameran Bersejarah dengan tema Bung Karno & Buku-Bukunya, dalam video tersebut terutama pada menit ke- 1:10:36 -1:11.21 mengatakan, "saya berbicara kepada pak Nadiem sebagai Menteri Pendidikan, ya harus begiamana yak, apakah hal ini tidak boleh diajarkan?, apakah sejarah bangsa ini itu harus terputus?". 

Kemudian tegasnya, "sejarah itu seperti dipotonnng, disambung, dan ini dihapus" ujar Megawati.  Menurutnya bahwa Sejarah 1965 merupakan awal tonggak kebangkitan bangsa. Megawati juga menyebutkan jika selama ini historiografi atau penulisan Sejarah Indonesia selama ini ditulis oleh kepentingan Orde Baru.

Tentunya, tanggapan Megawati terkait dengan pelurusan sejarah mendapatkan reaksi yang sangat keras terutama dari PA 212. Pada sebuah artikel yang dikutip dari detiknews.com dengan judul Megawati Minta Sejarah 1965 Diluruskan, PA 212 Desak PDIP Dibubarkan, Novel Bamukmin selaku Ketua PA 212 menegaskan bahwa ketika terjadinya pemberontakan PKI terutama di tahun 1948 banyak korbannya yang merupakan santri dan kiai. 

Hal tersebut senada dengan koran Sin Po 1 Oktober 1948 yang dikutip dari republika.com (02/10/2018) dengan judul Pembantaian Ulama dan Santri: Darah di Madiun 1948, pada koran Sin Po terbitan 1948 itu memberitakan "pembrontakan communist itoe ditoedjoekan kerna kaoem FDR-PKI merasa idak soeka pada Masjoemi dan banak sekali orang-orang jang Masjoemi di daerah jang didoedoekin oleh communist telah diboenoe dengen kekedjaman.". 

Sebelumnya, Pemberontakan Madiun 1948 berawal ketika Amir Sjariuddin bersama Musso melakukan pemberontakan karena kekecewaanya terhadap isi dari Perjanjian Renville yang dianggap sangat menguntungkan Belanda kala itu. Diawali dengan pembentukan FDR (Front Demokrasi Rakyat) oleh Amir Sjarifuddin yang merupakan partai bentukannya yang beraliran sosialis kiri dan komunis. Sehingga pada Pemberontakan Madiun 1948 FDR bekerjasama sama dengan PKI untuk melakukan pemberontakan untuk melawan Kabinet Hatta yang baru terbentuk saat itu.  Jadi kemudian wajar, jika soal pelurusan Sejarah 1965 kemudian banyak yang menentangnya terutama kelompok oposisi dalam ini FPI maupun PA 212.

Kemudian yang menjadi pertanyaanya apakah isu PKI ingin kembali meluruskan dalam sejarah? 

Penulis seakan teringat dengan quotes "sejarah akan ditulis oleh para pemenang"  yang sebuah perkataan yang disampaikan langsung oleh Winston Churchill. Soal apakah pada tahun 1965 PKI benar-benar terlibat atau tidak, hingga saat ini masih menjadi "perdebatan abadi" pasalnya, sudah terlalu banyak versi berkaitan dengan pembunuhan para Jendral pada Gestapu (Gerakan September Tiga Puuh). 

Meskipun fakta-fakta mengenai Pemberontakan tersebut sudah diungkapkan oleh Badan Administrasi Rekaman dan Arsip Nasional AS seperti yang dikutip dari BBC News Indonesia pada (18/10/2017) dengan judul artikel Dokumen Rahasia AS soal Peristiwa 1965 diungkap, TNI 'Tak Akan Ubah Sejarah', namun sesuai apa yang disebutkan pada judul artikel tersebut yang menyebutkan sulit bahkan tidak akan dapat mengubah sejarah karena merujuk pada Surat Perintah 11 Maret, Hasil pada Mahkahmah Militer Luar Biasa (MAHMILUB 1966), dan Sidang Istimewa MPRS No 20 tahun 1966 yang nantinya juga menghasilkan TAP MPRS 1966 terkait dengan pelarangan ideologi Marxisme dan Ideologi Komunis.

Sejarah pada hakikatnya tidak pernah "menilai" mana yang benar dan mana yang salah terutama terkait dengan Peristiwa 1965, namun yang hanya dikenal adalah Interpretasi atau penafsiran pada sejarah. Karena isu 'PKI' merupakan sesuatu hal yang tabu untuk dibicarakan meskipun saat ini sudah era dimana suatu kebebasan berpendapat dapat dipublikasikan secara "massive", karena versi Pemerintah Orde Baru yang paling dominan yang menyebutkan bahwa "PKI itu salah" ditambah dengan fakta sejarah pertentangan antara PKI-Masjoemi atau antara Agus Salim-Musso yang bahkan mengejek Agus Salim sebagai "kambing" karena jenggotnya itu yang berati seolah-seolah PKI sebagai "musuh Islam", maka itulah putusan mutlak yang harus diterima mengenai catatan hitam PKI dalam Sejarah Indonesia. Karena bagi asumsi pribadi penulis, ketika terjadi perseteruan antara Militer-Soekarno saat itu yang memperebutkan pengaruh kekuasaan, PKI datang dan berupaya untuk mengambil kesempatan dalam kesempitan yang berujung pembunuhan keenam jendral dan seorang perwira itu. Maka itulah konsekuensi yang harus ditanggung oleh PKI hingga saat ini, dan biarlah Peristiwa 1965 sebagai peristiwa kelam masa lalu dan tak perlu untuk diluruskan karena masih banyak sejarah-sejarah penting yang harus diluruskan tanpa selalu melulu soal Gestapu 1965. 

Jika memang betul ada pihak yang mengatakan bahwa PKI "tidak selalu melulu", silahkan saja namun itu hanya dijadikan sebagai konsumsi pribadi tanpa harus digembar-gemborkan karena tidak semua masyarakat menerima terkait dengan pembenaran-pembenaran yang dilakukan oleh PKI.

Samudra Eka Cipta (27 November 2020)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun