Nasib Simbiosis Musik dan Politik
Keterlibatan musik dan musisi dalam pertarungan politik tersebut di atas terjadi saat negara tidak dibayang-bayangi rasa khawatir akan terjadinya penyebaran atau penularan virus corona, sehingga mengumpulkan warga hingga menyentuh ribuan orang pun tak jadi masalah.
Pertanyaannya, Pilkada serentak yang akan di gelar pada bulan Desember mendatang boleh jadi kondisinya sangat jauh berbeda dengan Pilpres 2014 dan 2019 atau Pilgub DKI Jakarta 2017, dimana tidak ada larangan jaga jarak dan lain sebagainya.
Penulis rasa, hubungan mesra atau simbiosis asik musik dengan politik tidak akan bisa saksikan pada masa kampanye Pilkada serentak nanti. Jika pagebluk masih mengintai dan pemerintah masih tetap menegakan aturan protokol kesehatan.
Ini boleh jadi menjadi mimpi buruk bagi keduanya. Dengan adanya larangan kampanye untuk mengumpulkan massa banyak di lapangan terbuka, sudah bisa dipastikan para musisi ini sepi order. Padahal, masa kampanye adalah masa panen bagi mereka mendulang rupiah.
Pun dengan para calon yang terlibat pada kontestasi pilkada juga akan cukup kesulitan mempromosikan dirinya tanpa musik. Kampanye akan terasa anyep serta masyarakat calon pemilih pun akan benar-benar selektif. Tidak akan terpengaruh oleh "rayuan" si musisi yang mendukung calon.
Dengan begitu, para calon harus benar-benar pintar "merayu" calon pemilih, murni dengan kafasitas yang dia miliki tanpa ada bantuan atau suply suara dari musisi yang digandengnya.
Salam