Begitu pula Imam adz-Dzahabi dalam al-'Uluw lil 'Aliyyil Ghaffar menyebutkan ijma' salaf bahwa Allah berada di atas 'Arsy dan tinggi di atas seluruh makhluk, dan menolak ta'wil-ta'wil yang menyimpang yang muncul dari kalangan Jahmiyyah.
Makna dari Ma'iyatullah
Dalam pembahasan tentang 'uluwullh, yakni ketinggian Allah 'Azza wajalla di atas seluruh makhluk-Nya sering muncul kesalahpahaman dari sebagian kelompok yang tidak memahami secara benar sifat lain dari Allah, yaitu ma'iyyatullah (kebersamaan Allah dengan makhluk). Mereka mengira bahwa sifat ma'iyyah berarti Allah berada di mana-mana, bercampur dengan makhluk, atau menyatu dengan alam. Padahal ini adalah keyakinan yang batil dan bertentangan dengan akidah para salafush shalih.
Para ulama Ahlus Sunnah wal Jama'ah menegaskan bahwa sifat ma'iyyah sama sekali tidak menafikan ketinggian Allah di atas 'Arsy-Nya, karena dua sifat ini berjalan beriringan tanpa kontradiksi. Allah beristiwa' di atas 'Arsy-Nya dengan ketinggian dan kemuliaan-Nya, namun Dia bersama makhluk-Nya dengan ilmu, pengawasan, dan kekuasaan-Nya. Inilah makna kebersamaan yang hakiki sebagaimana dipahami oleh para salafush shalih. Ada dua macam ma'iyyatullah (kebersamaan Allah) yakni,
Pertama, Ma'iyyah 'Ammah (kebersamaan umum) yakni kebersamaan Allah yang meliputi seluruh makhluk-Nya, baik yang beriman maupun kafir. Kebersamaan ini bersifat umum, dalam arti Allah mengetahui segala sesuatu yang dilakukan oleh makhluk-Nya, mendengar, melihat, serta menguasai mereka dengan kekuasaan dan ilmu-Nya. Sebagaimana Allah 'Azza wajalla berfirman,
"Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa. Kemudian, Dia berkuasa atas Arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar darinya serta apa yang turun dari langit dan apa yang naik ke sana. Dia bersamamu di mana saja kamu berada. Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Hadid: 4)
Al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullahu ta'ala menjelaskan dalam tafsirnya, bahwa makna ayat ini bukanlah Allah bersama mereka secara dzat, tetapi bersama mereka dengan ilmu-Nya yang meliputi segala sesuatu. Hal ini juga ditegaskan pula oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu ta'ala dalam Majmu' al-Fatawa, bahwa Ahlus Sunnah meyakini Allah berada di atas langit-Nya, di atas 'Arsy-Nya, dan terpisah dari makhluk-Nya, namun bersama makhluk dengan ilmu-Nya. Sehingga, kebersamaan yang dimaksud dalam ayat ini adalah ma'iyyah 'ilmiyyah, yaitu kebersamaan dalam pengetahuan, pengawasan, dan pengaturan Allah atas makhluk-Nya, bukan kebersamaan dalam tempat.
Kedua, Ma'iyyah Khashshah (kebersamaan khusus) yakni kebersamaan Allah dengan hamba-hamba pilihan-Nya, yakni orang-orang beriman, bertakwa, dan berbuat ihsan. Kebersamaan ini bermakna pertolongan, bimbingan, dan penjagaan dari Allah. Sebagaimana firman-Nya,
"Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa dan yang berbuat kebaikan." (QS. An-Nahl: 128)
Ayat ini menunjukkan bentuk ma'iyyah khahhah, di mana Allah bersama hamba-Nya dengan memberikan taufik, hidayah, dan pertolongan. Inilah kebersamaan yang menenangkan hati para pejuang iman dan penyeru dakwah, sebagaimana Allah 'Azza wajalla bersama Nabi Musa 'Alaihissalam dan Nabi Harun 'Alaihissalam saat menghadapi Fir'aun yang termaktub dalam firman-Nya,
"Dia (Allah) berfirman, Janganlah kamu berdua khawatir! Sesungguhnya Aku bersama kamu berdua. Aku mendengar dan melihat." (QS. Thaha: 46)