Panggilan iman untuk menjaga diri dan hidup bijak menempatkan kita pada kesadaran bahwa menolak minuman keras bukanlah sekadar menjalankan aturan lahiriah, melainkan sebuah sikap batin yang lahir dari kerinduan untuk menjaga kesucian hati dan pikiran. Allah menghendaki umat-Nya hidup dalam kejernihan akal, agar mampu mengambil keputusan yang benar dan tidak tergelincir pada kenikmatan sesaat yang justru merusak. Hidup waras, fokus, dan bijaksana adalah ciri seorang beriman yang tidak membiarkan dirinya diperbudak oleh hawa nafsu atau kebiasaan yang melemahkan.
Panggilan ini juga mengarah pada tanggung jawab sosial dalam menegakkan keadilan, memperhatikan yang lemah, serta menjadi suara bagi mereka yang terpinggirkan. Dengan demikian, menjaga diri dari minuman keras tidak berhenti pada kepentingan pribadi, tetapi menjadi bagian dari panggilan iman untuk menghadirkan kasih Allah yang nyata di tengah masyarakat.
Seruan reflektif pada akhirnya mengajak setiap pembaca untuk merenung: apakah hidup kita hari ini masih terkendali oleh iman, atau justru perlahan tergoda oleh kenikmatan sesaat yang melemahkan? Firman dalam Amsal 31:1-9 memberi peringatan sekaligus panggilan agar kita tidak membiarkan diri dikuasai oleh sesuatu yang memabukkan dan merampas kewarasan hidup. Menjaga diri dari minuman keras mungkin tampak sebagai langkah kecil, tetapi sesungguhnya berdampak besar, bukan hanya bagi kesehatan pribadi, melainkan juga bagi keharmonisan keluarga dan keteladanan di tengah masyarakat.
Oleh karena itu, ada beberapa poin penting yang patut menjadi perhatian agar kita tidak terjerumus dalam jerat minuman keras yang memabukkan. Pertama, menjaga kesadaran bahwa tubuh adalah bait Allah yang harus dipelihara dengan penuh tanggung jawab. Kedua, mengendalikan diri sejak dini dengan tidak membuka ruang bagi rasa ingin tahu atau godaan lingkungan yang mendorong pada kebiasaan minum. Ketiga, membangun komunitas yang sehat dan saling menguatkan, karena pergaulan yang salah sering kali menjadi pintu masuk ke arah kebiasaan buruk. Keempat, menanamkan nilai iman bahwa kebahagiaan sejati tidak lahir dari mabuk sesaat, melainkan dari hati yang dipenuhi kasih dan damai sejahtera Tuhan.
Setiap pilihan yang kita ambil mencerminkan kualitas iman yang kita hidupi, apakah itu membawa terang atau justru bayang-bayang gelap. Karena itu, marilah kita memandang serius ajakan firman ini: untuk tetap waras, tetap sadar, dan tetap hidup dalam kasih Allah. Iman yang hidup menjaga kita tetap waras, agar kita mampu menegakkan keadilan dan menghadirkan kasih di dunia. Selamat berefleksi dan mari menjadikan hidup kita sebagai persembahan yang kudus, penuh hikmat, dan setia pada panggilan Tuhan.(*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI