MENCURI ANGPAU IMLEK 2025
Penulis: Saiful Amri
Hari libur keagamaan menjadi momen yang ditunggu untuk rehat sejenak dari rutinitas kerja. Bagi pemeluk agama yang merayakannya, tentu menjadi momen sakral tehadap hari agamanya. Sudah menjadi agenda rutin cuti nasional di negara kita, apa pun agamanya semuanya ikut berlibur termasuk saya dan keluarga.
Libur Imlek 2025 sedikit berbeda dengan keluarga saya, pada tahun sebelumnya berlibur tetapi tahun ini disibukkan dengan renovasi rumah. Sebuah kebetulan keluarga kami kedatangan tamu dari jauh yang ingin berlibur di Kabupaten Kuningan yang sejuk. Sehingga kami sekeluarga menyempatkan waktu menemani tamu untuk keliling menikmati Kabupaten Kuningan. Sehingga renovasi rumah ditunda sejenak karena kami sekeluarga pergi ke tempat wisata bersama tamu. Malam hari pun kami sempatkan mengajak tamu ke pusat kota, kebetulan kami tinggal di pusat kota.Â
Waktu yang ada kami manfaatkan sejak pagi hari untuk menikmati keindahan dan kesejukan Kabupaten Kuningan. Tak luput malam hari juga kami mengajak tamu untuk menikmati suasana pusat kota yang tidak terlalu ramai seperti kota-kota besar. Sebagai Kota Wisata, Kabupaten Kuningan menata sudut-sudut kota menjadi tempat yang indah untuk sekadar selfie atau menikmati kuliner.
Tibalah kami mencoba mengajak tamu masuk ke salah satu supermarket yang ada di pusat kota Kabupaten Kuningan. Oh. iya penduduk Tionghoa di Kabupaten Kuningan juga dapat dijumpai dan sudah ada sejak lama. Bahkan rumah ibadah Umat Budha juga ada dan menjadi bangunan bersejarah bagi perjalanan agama Budha di Kabupaten Kuningan. Begitu pula perayaan Imlek, menjadi agenda tersendiri. Atraksi barongsai selalu ditunggu-tunggu oleh masyarakat Kabupaten Kuningan bukan hanya oleh pemeluk agama Budha.
Di supermarket di mana kami masuki malam itu tersedia ornamen hiasan Imlek 2025. Pada ornamen tersebut terdapat bangunan miniatur rumah ibadah Umat Budha. Ornamen tersebut juga dilengkapi dengan sebuah pohon miniatur dengan angpau menggantung pada semua rantingnya. Warna merah mendominasi ornamen tersebut. Saya sekeluarga kagum memandangi ornamen yang indah itu.
Ketika kami hendak beranjak ke bagian rak-rak makanan di supermarket tersebut, datang seorang ibu. Ia menoleh ke kiri dan kanan, secepat kilat tangan kanannya menyambar salah satu angpau yang tergantung di pohon miniatur tersebut. Aksinya sedikit terhambat karena angpau tersebut bukan hanya sekadar menggantung di pohon miniatur tetapi diikat dengan kuat sehingga tangan kirinya juga ikut mencoba menarik tali yang mengikat angpau.Â
"Mengapa diambil angpaunya, Bu?" tanya saya.Â
"Ini sudah lama dipajang. Besok akan dibuang," jawabnya.Â
Apa yang ada dalam benak ibu tersebut? Mungkinkah ia mengira angpau itu ada uangnya? Rasanya tidak mungkin karena angpau itu dibiarkan tergantung hanya sebagai hiasan di tempat terbuka. Mungkinkah ibu tersebut mencari berkah dari angpau itu? Bisa saja, jika ia memiliki keyakinan seperti itu. Seandainya ia bertanya kepada petugas/pegawai supermarket untuk mengetahui apakah angpau tersebut berisi uang atau tidak, maka itu lebih baik. Atau seandainya ia bertanya apakah angpau tersebut merupakan hiasan belaka atau memiliki keberkahan, maka ia tidak perlu mencuri tetapi meminta kepada petugas di supermarket tersebut.Â
Toleransi beragama merupakan kewajiban bagi semua umat beragama. Kita wajib menghormati keyakinan agama lain. Apa yang diyakini oleh orang lain bisa saja berbeda dengan apa yang kita yakini. Sesuatu benda yang dianggap sakral oleh orang lain, mungkin tidak bagi kita. Keharmonisan dalam bertoleransi adalah kunci kerukunan umat. (Sam).Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI