Mohon tunggu...
S A Hadi
S A Hadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Sholikhul A Hadi

Happy is the people whitout history

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Agenda Tersembunyi

15 Maret 2020   11:39 Diperbarui: 15 Maret 2020   11:50 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Restu datang dan duduk di samping Darman. Secangkir kopi dengan asap yang masih menghiasi permukaan hitam disuguhkannya di atas meja. Laila meminum kopi itu dan pergi meninggalkan sepasang suami istri. "Aku Masih Ada urusan. Terima kasih kopinya Tu."

Dari puncak Bukit itu tampak pembawa obor beriringan mengejarnya sambil membunyikan kentongan. Darman berjalan dengan santai melalui jalan setapak menuju tebing curam di sisi kanan bukit. Dia berjalan tenang menuruni tebing itu dengan bantuan penerangan Bulan. Sementara itu penduduk desa telah sampai di puncak. Mereka berkumpul sambil mengeluarkan sumpah serapah. "Brengsek kau Darman. Jika saja aku menemukanmu, bakal Aku cincang."

"Kita semua harus berpencar! Jangan lupa perhatikan pepohonan Di atas kalian." Suara seorang lelaki memimpin pencarian pagi itu. Tetapi nampaknya semua terkaget dengan rumah Haji Kadir yang terbakar. Apinya tampak terang memerahkan langit.

Semua lelaki itu kalangkabut. Mereka berlari menuruni Bukit menuju ke desa. Mereka mencoba berlari sekencang-kencangnya. Mereka tahu bahwa tidak seorang lelakipin yang tersisa Di desa.

Sambil mengikatkan tubuhnya pada sebuah pohon dengan sarungnya. Pikiran Darman kembali teringat pada Laila. Dia buka sekantong emas yang beratnya kurang lebih setengah kilo itu. "Aku tidak mungkin kembali ke desa lagi setelah semua orang mengetahui pekerjaan sampinganku."

Restu duduk di depan rumahnya menantikan kepulangan suaminya. Dia menatap lampu neon yang menerangi ruang tamunya, ketika teriakan tentang kebakaran mulai terdengar. Restu meneguk kopinya sambil meneteskan air Mata. Dia teringat ketika dirinya hendak menolak lamaran Darman dan Laila mendatanginya. "Aku tahu Kamu akan menolak lamaran itu Karena kemiskinannya. Aku berharap kamu menerimanya. Aku tidak ingin dia kembali terluka Karena kemiskinannya."

"Tetapi.."

"Nikah saja dengannya atau kamu tidak Akan bisa menikah selamanya." Ancam Laila.

Beberapa jam yang Lalu saat semua lelaki kalang kabut mengejar Darman, Restu meringkuk menutup telinga anaknya. Dia takut anaknya mendengar teriakan tetangganya meneriaki Darman sebagai maling. Sampai semuanya berubah menjadi tenang dan suara mereka terdengar menjauh, tiba-tiba seorang perempuan berdiri tepat di depan pintu kamarnya. Restu hampir teriak karena kaget.

"Tenang Tu, Aku Laila."  Ucap perempuan itu tenang.

"Bagaimana kamu bisa memasuki rumahku?" Restu bangkit dan menuntun Laila ke ruang tamu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun